SEKILAS SEJARAH ACEH ABAD KE- 16

0
16166

SEKILAS SEJARAH ACEH ABAD KE- 16
(Penulis : Nurdin.S.Sos Staf pemugaran Bpcb Aceh)

Kekuasaan Sultan Iskandar Muda yang dimulai pada tahun 1607 sampai 1636, merupakan masa paling gemilang, Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Pada zaman itu pula kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan–kerajaan barat termasuk Inggris, Ottoman dan Belanda. Raja Aceh digelar Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu.
Pada abad ke XVI, Aceh memegang peranan yang sangat penting sebagai daerah transit barang-barang komo- diti dari Timur ke Barat. Komoditi dagang dari nusantara Aceh juga dikenal dengan daerah pertama masuk
nya agama Islam ke nusantara. Para pedagang dari Saudi Arabia, Turki, Gujarat dan India yang beragama Islam singgah di Aceh dalam perjalanan mereka mencari berbagai komoditi dagang dari nusantara seperti lada, pala, cengkeh dan rempah-rempah laiinnya. Aceh yang terletak di jalur pelayaran internasional merupakan daerah pertama yg mereka singgahi di Asia Tenggara. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar – bandar perdagangan Kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan Kerajaan Aceh dalam segala bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya.
A. KEHIDUPAN POLITIK
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke 12, namun sebenarnya Islam
sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 M. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat
internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang Sriwijaya di Asia Tenggara dan
Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7 Masehi. Menurut sumber-sumber Cina Arab muslim di pesisir
pantai Sumatera, Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak
pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi,yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada
Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da’i yang bisa menje-
laskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja,
yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang
di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur
barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutu-
kan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang tidak begitu
banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang
dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya”

Islam terus menjadi institusi politik Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan
Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 Masehi. Contoh lain adalah Kerajaan
Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama
Bayanullah Kesultanann Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui
pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke- 16 di Jawa dan Sumatera.
Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-
rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan17, dan saat ini ada mayoritas
yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Pada abad itu pula Aceh menjadi pencaturan politik dan perkembangan ekonomi, tidak saja dalam kawasan
nusantara bahkan meluas ke asia tenggara, saat itu garis hubungan Kerajaan Aceh Darussalam mencakup
Tiongkok, Korea, Amerika, Eropa, Timur Tengah,India dan Afrika. Banda Aceh sebagai pusat kota Politik
dan pusat kebudayaan, betul-betul hidup dan bergejolak seiring terjadi plakat-plakat plitik, ekonomi,
kebudayaan dan militer sering dikunjungi para wakil dan diplomat dari bebagai negara ( Muhammad Said,
1970 halaman251).

1. Sultan Ali Mughayat Syah

Sultan Alaidin Ali Mugahayat Syah adalah pendiri Kerajaan dan sultan Aceh pertama Kesultanan Aceh,
bertahta dari tahun 1514 sampai tahun 1530. Tahun 1520 beliau memulai kampanye militernya untuk mengu-
asai bagian utara pulau Sumatera. Kampanye pertamanya adalah Daya, di sebelah barat laut, yang menurut
Tomé Pires belum mengenal Islam. Selanjutnya melebarkan sayap sampai ke pantai timur yang terkenal
kaya akan rempah – rempah dan emas. Untuk memperkuat perekonomian rakyat dan kekuatan militer laut
didirikanlah banyak pelabuhan.
Sebelum kerajaan Aceh Darusalam berdiri, yang dikatakan sebagai kerajaan Aceh adalah wilayah yang
sekarang disebut sebagai kota Banda Aceh dan Aceh besar. Kerajaan tersebut dipimpin oleh Ayahanda dari
Ali Mughaiyat Syah. Sedangkan wilayah-wilayah lainnya, mulai dari Pidie sampai ke Sumatra Utara meru-
pakan kesatuan-kesatuan kerajaan kecil yang berdiri sendiri. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah,
kerajaan Pedir (sekarang kabupaten Pidie), kerajaan daya (Aceh bagian barat daya), kerajaan Samudra
Pase (sekarang kabupaten Aceh Utara, kota Lhoksemawe dan Bireun), kerajaan Peurelak (Aceh timur),
kerajaan Teuming (Kuala Simpang) dan kerajaan Aru di Sumatra Utara. Pada periode sekitar tahun 913 H
/1511 M, kerajaan-kerajaan kecil tersebut pada umumnya telah terpengaruhi oleh kekuasaan Portugis. Tak
senang dengan kehadiran Portugis yang mulai menguasai seluruh wilayah di ujung sumatra, Ali Mughaiyat
Syah meminta Ayahandanya yang sudah tua untuk meletakkan jabatannya, dan selanjutnya kerajaan dipimpin
oleh Mughaiyat Syah. Setelah Sultan Ali Mughaiyat Syah meninggal pada tanggal 7 Agustus tahun 1530
Masehi, atau tahun 936 H Kerajaan Aceh pada saat itu digantikan oleh, SultanSalahuddin. putranya

2. Sultan Salahuddin

Dalam sejarahKesultanan Aceh, Salahuddin merupakan Sultan Aceh kedua, yang berkuasa dari tahun 1530
sampai 1537 atau 1539 antara ( 945-6 H) Ia merupakan anak tertua dariSultan Mugayatsyah, sultan
pertama Aceh selama menduduki tahta kerajaan ia tidak memperdulikan pemerintahan kerajaannya.
Keadaan kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosotan yang sangat tajam. Oleh karena itu, Sultan
Salahuddin digantikan oleh saudaranya yang bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar. Masih belum jelas
kapan ia diturunkan dari kekuasaannya. Apakah sebelum atau sesudah penyerangan yang gagal ke
Kesultanan Malaka tahun 1537. Hoesein Djajadiningrat yakin bahwa kudeta berjalan dulu dan kemudian
penyerangan dilakukan oleh Sultan Alauddin Al-Qahar11, sedangkan Lombard menempatkan kudeta, dua
tahun setelah penyerangan, yang mana Lombard percaya dipimpin oleh Salahuddin sendiri.(2)
3. Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar
Ia memerintah Aceh dari tahun 1537 – 1568 M. Dalam pemerintahannya belio juga melakukan berbagai
bentuk perubahan-perubahan dan perbaikan dalam menjalankan pemerintahannya. Pada masa pemerintahannya
kerajaan Aceh melakukan perluasan wilayah kekuasaannya seperti serangan terhadap Kerajaan Malaka
namun penyerangan tersebut tidak berhasil ditaklukkan ( gagal ). yang berhasil taklukkan dan dikuasai
adalah Kerajaan Aru, pada masa itu pula Kerajaan Aceh mengalami masa suram, karena sering terjadi
pemberontakan dan perebutan wilayah.

4. Sultan Iskandar Muda

Dalam hikayat Aceh. Menguraikan sejarah tentang Sultan Iskanda Muda. Pada mulanya ada seorang
pangeran dari Lamuri yang bernama Munawar Syah, keturunan Iskandar Zulkarnain dari seorang” Putri
berdarah Putih” perihkayangan, keturunan Maha Wisnu, Munawar Syah mendapat dua Putra: Syah Muhammad
dan Syah Mahmud, mareka memperistrikan putri kahyangan ditempat ini teks tidak lengkap: lalu diterus-
kan dengan sesuatu yang dapat dianggap silsilah Iskandar. Dari leluhur Ibu Iskandar Muda keturunan
keluarga Raja Darul Kamal dan dari pihak leluhur ayah keturunan keluarga Raja Mahkota Alam. Darul
Kamal dan Mahkota Alam merupakan dua tempat pemukiman bertetangga (yang terpisah oleh sungai) dan
yang gabungannnya merupakan asal mula Aceh Darusssalam. Iskandar Muda seorang diri mewakili kedua
cabang itu maka berhak sepenuhnya menuntut tahta.
Zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda mencapai kebesaran Kerajaan Aceh, dan Sultan Iskandar Muda
meneruskan perjuangannya menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya untuk menguasai
jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah – daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda
juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir Sumatera bagian barat.
Selain itu, kerajaan Aceh melakukan pendudukan terhadap daerah – daerah seperti Aru, pahang, Kedah,
Perlak, dan Indragiri, sehingga di bawah pemerintahannya Kerajaan Aceh memiliki Zona wilayah yang
sangat luas. Sultan Iskandar Muda menganut agama Islam pada masa kekeuasaannya, para sufi ahli
tasawwuf yang terkenal saat itu di Aceh ada 2 (dua) orang yaitu Syech Syamsuddin bin Abdullah
as-Samatrani dan Syech Ibrahim as-Syamsi. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat pada tanggal 27 Desember
tahun 1636 atau 29 Rajab tahun 1046 H Kemudian Sultan Iskandar Thani yang naik Tahta. Sultan Iskandar
Thani adalah menantunya .

5. Sultan Iskandar Thani.
Sultan Iskandar Thani memerintah Aceh pada tahun 1636 – 1641 M. Dalam menjalankan pemerintahan
belio juga melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Pada masa pemerintahannya, muncul
seorang ulama besar yang bernama Nuruddin ar-Raniri. Ia juga seorang penulis buku sejarah Aceh ber-
judul Bustanu’ssalatin. Sebagai ulama besar, Nuruddin AR-Raniri sangat di hormati oleh Sultan
Iskandar Thani dan keluarganya serta oleh rakyat Aceh. Setelah Sultan Iskandar Thani wafat pada tgl
15 Februari 1941 M atau tahun 1050 H. Kemudian tahta kerjaan diduduki oleh permaisurinya (Isteri
Sultan Iskandar Thani ) yang digelar Sultan Putri Taj ul- Alam ( 1641-1675 M ).

B. KEHIDUPAN EKONOMI
Dalam kejayaannya, perekonomian Kerajaan Aceh bekembang pesat. Dearahnya yang subur banyak
menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh daerah pantai timur dan barat Sumatera menambah beberapa daerah
di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting. Aceh dapat berkuasa dari Selat
Malaka yang merupakan jalan perdagang internasional. Selain bangsa Belanda dan Inggris, bangsa asing
lainnya seperti Arab, Persia, Turki, India, Siam, Cina, Jepang, juga berdagang dgn Aceh. Barang–
barang yang di ekspor Aceh seperti beras, lada ( dari Minagkabau ), rempah – rempah ( dari Maluku ).
Bahan impornya seperti kain dari Koromendal ( india ), porselin dan sutera ( dari Jepang dan Cina),
minyak wangi ( dari Eropa dan Timur Tengah ). Kapal – kapal Aceh aktif dalam perdagangan dan pelayaran
sampai Laut Merah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Aceh sangat membutuh-
kan investasi besar. tetapi kemampuan investasi pemerintah terbatas. Untuk itu diperlukan investasi
masyarakat, termasuk dunia usaha, baik dari dalam maupun luar negeri. Tindakan yang perlu dilakukan
antara lain adalah mengembangkan kawasan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah yang dapat menam-
pung kegiatan ekonomi dan membuka pusat layanan informasi bisnis.

C. KEHIDUPAN SOSIAL
Menelusuri karakter sosial budaya orang Aceh sangat erat dan kaitannya dengan kondisi Aceh masa
dahulu kita ketahui bahwa Aceh terdiri dari beberapa etnis yang bebeda antara lain Aceh Besar, Aceh
Barat, Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Tenggara, Aceh Tengah, Aceh Selatan dan Pidie masing-masing mempu-
nyai ragam kebudayaan yang sangat berbeda. Ketika kita berbicara tentang kondisi sosial budaya
masyarakat Aceh secara tidak langsung juga berbicara tentang agama Islam artinya budaya masyarakat
Aceh didalamnya sudah ada nilai-nilai keislamannya. Hal ini dikarnakan masyarakat sudah sejak duhulu
telah dipengaruhi oleh agama Islam maka kebudayaanpun tidak mudah terlepas dari ajaran-ajaran Islam.
Meningkatnya perkembangnya sisitem feodalisme & ajaran agama Islam di Aceh. Kaum bangsawan
yg memegang kekuasaan dalam pemerintahan sipil, kaum ulama yang disebut teungku memegang peranan
penting dalam agama. Namun antara kedua golongan masyarakat itu sering terjadi persaingan yang kemu-
dian melemahkan Aceh. Sejak berkuasanya kerajaan Perlak (abad ke- 12 Masehi s.d ke-13 Masehi) telah
terjadi permusuhan antara aliran Syiah dengan aliran Sunnah Wal Jamma’ah. Tetapi pada masa kekuasaan
Sultan Iskandar Muda aliran Syiah memperoleh perlindungan & berkembang sampai di daerah – daerah
kekuasaan Aceh. Aliran ini di ajarkan oleh Hamzah Fasnsuri yang di teruskan oleh muridnya yg bernama
Syamsudin Pasai. Sesudah Sultan Iskandar Muda wafat, aliran Sunnah wal Jama’ah terus dikembangkan,ia
Aceh beserta ajaran agama Islam )

D. Kehidupan Budaya
Budaya adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi
sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap
menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja.(Sumber:
Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM )
Aceh dikenal sebagai pemeluk agama Islam yang dahsyat bahkan terkesan sangat ”fanatik”. Syariat Islam
dalam masyarakat Aceh tidak hanya dalam wacana akan tetapi juga dalam kesadaran aplikasi moral dalam
seluruh masyarakat karna adat aceh sebagai aspek budaya juga bersumber dari nilai-nilai agama yang
menjiwai kreasi budayanya (adat ngon agama lage zat ngon sifet . (T. Alfian dkk.. 1975 hal. 17).
Sejarah menunjukkan bagaimana rakyat Aceh menjadikan Islam sebagai pedoman dan ulama pun mendapat
tempat yang terhormat. keleluasaan bagi Aceh untuk mengatur kehidupan masyarakat sesuai dengan ajaran
Islam. Sekalipun begitu, pemeluk agama lain dijamin untuk beribadah sesuai dengan kenyakinan masing-
masing. Inilah corak sosial budaya masyarakat Aceh, dengan Islam agama mayoritas ini pun memiliki
keragaman agama. Bila dikaji lebih dalam adat dan budaya Aceh yang bernuasa Islam masih banyak juga
yang dipengaruhi oleh kebiasaan atau tradisi hindu. Hal ini sebabkan sebelum Islam masuk ke Aceh hindu
sudah duluan berkembang di Aceh, ketika Islam masuk ke Aceh dihilangkan namun tradisinya masih banyak
atau masih ada yang dipertahankan sampai sekarang ini. Menurut Zainuddin dalam tulisannya ” Aceh
dalam Inskripsi dan lintasan sejarah”

DAFTAR PUSTAKA

Hoesein Djajaninggrat, RA Upacara pula Bate pada Makam Sultan Iskandar Muda II (1936-1941) Alih bahasa Aboe Bakar, Pusat Informasi dan Dokumentasi Aceh, Banda Aceh 1990

Wikipedia ;”http://id.wik_K%C3%B6hler ipedia.org sejarah – Aceh/Wiki/
Johan_Harmen_Rudolf
Zainuddin dalam tulisannya ” Aceh dalam Inskripsi dan lintasan sejarah”
Kerajaan Atjeh. dalam tulisannya ””
William Marsden, 2008. Sejarah Sumatera. Jakarta : Komunitas Bambu.Mawardi, W. 1998 Kwalifikasi SDM yang diperlukan sektor, Gunawan MP 1998 Pendidikan kepariwisataan menyongsong era globalisassi prosting lokakarya penerbit ITB Bandung
Depdikbud,1993/1994 Pedoman Teknisi Pembinaan sarana dan Prasarana Pameran Museum Jakarta : Proyek Pembinaan permusiuman Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan