Sebuah Catatan Maju Mundur Perfilman Indonesia

0
2290

Perfilman di Indonesia muncul untuk pertama kali lewat sebuah film bisu garapan dua orang Belanda G. Kruger dan L. Heuveldrop berjudul Loetoeng Kasaroeng di tahun 1926. Film ini mengangkat cerita lokal tentang sosok Lutung Kasarung yang sangat melegenda di daerah Jawa Barat.

Film Indonesia Masa Kolonialisme

Pada masa kolonialisme, industri perfilman di Indonesia didominasi oleh orang Eropa dan etnis Tionghoa. Salah satu pengusaha film tersebut adalah Wong Bersaudara (Nelson, Joshua, dan Othnil) yang mendirikan perusahaan film Halimun Film dan menelurkan film Lily Van Java pada tahun 1928. Di tahun 1937, sebuah perusahaan film milik Belanda, Algemen Nederlandsch Indisch Fim (ANIF) turut bersaing di industri perfilman tanah air. Pada tahun 1937, Terang Boelan muncul dan menjadi film suara pertama buatan Indonesia.

Pada tahun 1942, Jepang mengambil alih NV Multi Film (perusahaan film milik Belanda) dan mengubahnya menjadi Jawa Eiga Kosha yang diawasi oleh Sendenbu atau Departemen Dalam Negeri saat itu. Salah satu film propaganda pada masa pendudukan Jepang adalah Romusha di tahun 1945 yang menceritakan kehidupan Romusha yang lebih baik dibandingkan kehidupan kuli pada masa pendudukan Belanda.

Film Pada Masa Kemerdekaan

Di era kemerdakaan, film-film buatan Indonesia turut meramaikan euphoria kemerdekaan yang tengah dirasakan oleh masyarakat kala itu. Pada masa ini, dua tokoh penting dalam industri perfilman Indonesia, Usmar Ismail dan Djamaluddin Malik hadir mewarnai perkembangan film tanah air. Tema perfilman yang diangkat ke layar lebar pun masih mengenai isu nasionalisme dan patriotisme. Sumbangsih terbesar kedua tokoh ini dimulai tahun 1950 ketika Usmar Ismail mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) yang bertujuan untuk mengembangkan perfilman Indonesia sebagai media seni yang memiliki identitas nasional.

Di sisi lain, Djamaluddin Malik membentuk Persatuan Artis Film Indonesia (Persari) di tahun 1953 dengan tujuan mengembangkan perfilman Indonesia agar dapat bersaing dengan film-film impor dari Cina, India, Malaya, dan Filiipina. Meskipun kedua tokoh ini memiliki visi perfilman yang berbeda, namun berkat mereka dan campur tangan sineas lainnya, perfilman Indonesia berkembang pesat dari 6 film pada 1949 menjadi 58 film di tahun 1955.

Puncak Keberhasilan Perfilman Indonesia

Perfilman Indonesia berhasil menjadi raja di rumah sendiri pada tahun 1980an. Hal ini ditandai dengan antusiasme masyarakat Indonesia untuk datang ke biskop dan menyaksikan film-film buatan sineas tanah air. Berbagai film berhasil mendapatkan atensi masyarakat yang sangat tinggi seperti Catatan Si Boy, Blok M, dan film-film karya grup lawak legendaris Indonesia, Warkop DKI. Berbagai nama aktor dan aktris juga turut menjadi pujaan masyarakat Indonesia saat itu, diantaranya Onky Alexander, Meriam Bellina, Didi Petet, Dedi Mizwar, dan masih banyak lagi.

Kebangkitan Perfilman Indonesia

Perfilman di Indonesia sempat mengalami ‘mati suri’ akibat ketatnya aturan penyiaran pada era Orde Baru. Pengendalian media yang sangat ketat saat itu mengakibatkan setiap orang yang terlibat dalam industri perfilman, termasuk aktor dan aktris, harus mengajukan persetujuan terlebih dahulu sebelum memproduksi sebuah film. Selain itu, berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh para menteri turut ‘mematikan’ industri perfilman tanah air sehingga hanya 39 judul film yang mampu diproduksi pada tahun 1975.

Kebangkitan perfilman Indonesia dari tidurnya yang panjang ditandai dengan kemunculan film Petualangan Sherina karya dua sineas Indonesia, Mira Lesmana dan Riri Riza pada awal abad-21. Kemunculan film musical yang ditujukan untuk anak-anak ini menjadi tonggak awal kebangkitan perfilman Indonesia yang kemudian disusul dengan berbagai film lainnya seperti Joshua oh Joshua, Jelangkung, Ada Apa Dengan Cinta, dan Alexandria. Hingga saat ini, sudah ratusan film diproduksi oleh sineas-sineas Indonesia dari berbagai genre, mulai dari genre horror, drama, ataupun musikal. Genre drama saat ini mendapat perhatian khusus dari masyarakat Indonesia yang dibuktikan dengan banyaknya genre film drama yang muncul dan mendapatkan animo dari masyarakat.