Jakarta, 19 Agustus 2014. Bertempat di Ruang Rapat Wamendikbud Gedung A Kemdikbud, Rapat Persiapan World Culture Forum (WCF) 2015 diadakan. Rapat ini dipimpin oleh Wamendikbud, Prof. Wiendu Nuryanti, dan Dirjen Direktorat Kebudayaan, Prof. Kacung Marijan. Rapat ini juga dihadiri oleh seniman dan budayawan seperti Slamet Raharjo, Anak Agung Gde Agung, Meutia Hatta, Radhar Pancadahana, serta perwakilan dari beberapa direktorat. Adapun agenda rapat yaitu kepanitiaan, tema, pengelompokan sidang komisi, acara pendukung, waktu pelaksanaan, dan pertemuan dengan Prof. Galla.
Beberapa ide tentang tema banyak diajukan dalam rapat ini. Slamet Raharjo misalnya, mengutarakan bahwa saat ini fearness atau ketakutan mulai dari kepemimpinan, teror, sampai virus yang mewabah. Sehingga, ini dapat menjadi salah satu hal yang perlu disentuh dalam WCF 2015 kali ini.
Radhar Pancadahana menyampaikan 6 poin penting yang sekiranya dapat diangkat dalam WCF 2015. Pertama, konflik. Kedua, identitas di mana identitas bangsa mengalami keruntuhan sebab adanya globalisasi dan ini merupakan masalah yang menglobal, tidak hanya di Indonesia saja. Ketiga, sains dan budaya, bagaimana sains dapat menempatkan diri agar bisa beriringan dengan budaya bukan malah mengaburkan budaya. Keempat, lingkungan. Kelima, masalah economic wealthy yang seharusnya juga diarahkan kepada culture wealthy di mana kenyamanan dan kesejahteraan tidak hanya diukur dari uang saja. Keenam, masalah keterbatasan daratan dan perlunya memikirkan laut atau lebih khusus lagi cultural sea sebagai kekuatan Indonesia. Radhar juga menyarankan perlunya World Cultural Festival bersamaan dengan dilaksanakannya WCF.
Edi Sedyawati lebih menekankan kepada budaya dan perdamaian sebagai tema. Ini didasari atas krisis keamanan yang sedang merebak akhir-akhir ini. “Budaya bisa menjadi akar dari permasalahan dan juga penyelesaian dari masalah itu sendiri”, ujar Edi.
Meutia Hatta juga menambahkan beberapa hal penting seperti pentingnya melakukan konservasi kebudayaan dan tidak merubah kebudayaan ketika sedang mengupayakan pengembangan ekonomi. Ia mencontohkan bagaimana sawah bagi orang Toraja merupakan hal sakral tempat penghidupan dan mencari nafkah, tetapi saat ini lahan-lahan kosong justru dijadikan hotel, apartment, dsb demi kemajuan ekonomi.
Kacung Marijan juga menyampaikan bahwa perlunya ada penekanan atau pengkhususan tema di tahun ini seperti misalnya perdamaian atau maritim. Ia juga menyampaikan agar rapat persiapan khusunya tema, tidak hanya untuk tahun 2015 saja tetapi juga untuk tahun-tahun selanjutnya agar tetap sustainable.
Rapat ini kemudian ditutup dengan kesepakatan bahwa tema yang akan memayungi WCF 2015 adalah “The Power of Culture in Sustainable Development”. Sedangkan spesifikasinya mengangkat dari kerangka perdamaian yang akan dituturkan dalam kata “harmoni dalam keberagaman”.