Sabang, Aceh – Secara makna, Peusijeuk merujuk pada prosesi adat memohon keselamatan di tiap-tiap kegiatan yang akan dilakukan masyarakat Aceh. Biasanya prosesi ini akan dilaksanakan saat acara perkawinan, kenduri sunatan, upacara adat, pulang berlayar, hingga saat seseorang akan berangkat pergi haji. Panjatan doa-doa keselamatan, shalawat dan doa-doa dalam ajaran agama Islam lainnya berkumandang jelas seiring dengan keselamatan yang hendak diminta ke Sang Pencipta. Dimulai dari Peusijeuk inilah masyarakat Aceh berharap Allah Swt selalu memberikan keselamatan di setiap langkah yang diambil.
Peusijeuk diambil dari kata sijue yang berarti “dingin” dalam bahasa Aceh. Umumnya, Peusijeuk sakral ini hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah dituakan oleh masyarakat setempat, seperti tokoh agama atau tokoh adat. Oleh karena itulah berbagai persiapan dilakukan, termasuk menyiapkan alat-alat dan bahan.
Mahdi Umar, salah satu pemangku adat di Sabang, menyebutkan tradisi Peusijeuk ini sudah ada turun menurun sejak zaman nenek moyang dengan mengharapkan keridhoan Allah Swt. Selain itu, masyarakat yang akan melangsungkan prosesi adat ini sebaiknya melengkapi bahan-bahan yang diperlukan. Bahan-bahan tersebut umumnya mengandung filosofi tersendiri, baik itu beras/padi, air, ketan kuning dan kelapa, daun sedingin hingga berbagai macam bunga.
Beras/padi misalnya bermakna menggaungkan nilai-nilai budi pekerti antarsaudara.
“Padi itu terdiri dari kulit yang melindungi dagingnya (beras). Maknanya ialah saling melindungi, baik pekerti dan jangan bertengkar sesama saudara,” jelasnya saat ditemui di acara Festival Gelar Tradisi Pesisir, (28/4/2018).
Di sisi lain, air dan ketan kuning dilambangkan sebagai simbol berpikir jernih dan ikatan persaudaraan yang kuat, sedangkan daun sedingin dimaknai sebagai prinsip kehidupan. Demikian pula dengan bunga-bunga yang dihadirkan, mengandung filosofi yang kuat. Diantaranya saling membantu, sopan santun hingga keakraban hubungan persaudaraan.
“Daun ini dingin sekali dan sering dibuat obat. Hikmah dari daun sedingin ini ialah hati kita jangan mendua. Jangan sesekali begini besok begitu. Harus berprinsip,” tegasnya.
Sebagai salah satu warisan nenek moyang, tradisi Peusijuek sangat kaya akan nilai-nilai dan makna. Masyarakat Aceh beranggapan, sudah sepantasnya budaya dan nilai agama harus jalan beriringan. Tak hanya itu, menjaga keutuhan nilai budaya yang hidup sejak ratusan tahun silam menjadi tanggung jawab mereka bersama.