KAJIAN PERANGKO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Ibu Dewi Murwaningrum dengan Ibu Sonang Sarah Purba

Bogor (19/11) Sambutan dari Ibu Ibu Dewi Murwaningrum Selaku Kepala Museum Kepresidenan RI Balai Kirti : Perangko merupakan sesuatu yang unik. Alat untuk berkirim surat (dulu). Generasi selkarang mengenal perangko untuk hal hal tertentu seperti acara kedinasan. Bukan sekedar alat transportasi surat, namun ada komunitas tersendiri yaitu filateli. Perangko yang ada di balai kirti akan lebih bermakna.

Suasana kegiatan KAJIAN PERANGKO PRESIDEN RI

Berthold Sinaulan Pada masa Presiden Soukarno :

  1. Pada masa awal kemerdekaan antara 1945-1949 yang disebut periode Revolusi Kemerdekaan RI, perhubungan pos belum lancar, karena sebagian daerah kembali diduduki Belanda, yang datang mendompleng Pasukan Sekutu. Akibatnya, penerbitan prangko tidak bisa dipusatkan, namun dibagi dua, yaitu untuk penerbitan untuk wilayah Jawa dan sekitarnya, serta penerbitan untuk wilayah Sumatera dan sekitarnya.
  2. Prangko bergambar wajah Bung Karno pertama kali diterbitkan pada masa revolusi kemerdekaan RI di tahun 1946 (diperkirakan terbit bulan Juli 1946). Prangko ini diterbitkan untuk digunakan di wilayah Sumatera.
  3. Prangko ini dicetak didominasi warna merah, dengan perforasi (gigi prangko), walaupun ada juga cetak percobaannya (proof) yang dicetak tanpa perforasi. Di bagian atasnya ada tulisan “Negara Republik Indonesia”, dengan wajah Bung Karno yang di sekelilingnya terlihat ada pancaran sinar terang.
  4. Belakangan, prangko ini diberi cetak tindih (overprinted) dengan mengganti nilai nominal 40 sen, menjadi berbagai nilai nominal.
  5. Menarik pula diperhatikan, karena sistem percetakannya masih sederhana, maka prangko yang dicetak warna merah, terdapat pula beberapa varian warna merahnya.
  6. Sesudah revolusi kemerdekaan, prangko bergambar Presiden Soekarno direncanakan terbit pada Desember 1949. Sudah dicetak ada yang dengan perforasi (gigi prangko), ada yang tanpa perforasi. Pada prangko tergambar wajah Bung Karno mengenakan peci, dengan nominal 10 sen, dan tulisan “Republik Indonesia” di bawahnya. Tetapi prangko ini tidak jadi diterbitkan, kemungkinan besar karena nama negara berubah dari Republik Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 27 Desember 1949.
  7. Dalam sejarahnya, ada pula beberapa prangko bergambar Bung Karno yang masuk dalam kategori prangko “Cetakan Wina”. Disebut prangko cetakan Wina, karena dicetak di luar negeri, tepatnya di Wina, Austria, dan di Philadelphia, Amerika Serikat, dalam kurun sekitar 1947-1948. Yang mencetak adalah sebuah perusahaan AS bernama JH Stolow. Keabsahan prangko ini masih menjadi perdebatan di kalangan filatelis (kolektor prangko dan benda pos lainnya). Ada yang menganggap informasi yang menyebutkan bahwa prangko itu dipesan sejumlah pejabat RI di AS, masih belum jelas, karena tidak ada dokumen pemesanan secara tertulis. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa prangko itu sah dan legal, karena pada awal 1950-an pihak Pos, Telepon, dan Telegrap (PTT) Indonesia mengeluarkan buku kenangan dengan mencantumkan juga prangko yang disebut cetakan Wina ini.
  8. Setelah berganti masa dari Republik Indonesia Serikat kembali menjadi Republik Indonesia, pada 1951 diterbitkan satu seri terdiri dari 15 prangko Bung Karno yang gambarnya sama, hanya berbeda warna dasar dan nominal harga prangkonya.
  9. Uniknya, cetakan pertama prangko ini dicetak di Percetakan Joh. Enshede & Zonen di Harlem, Negeri Belanda.
  10. Setelah itu, baru pada awal 1960-an, ada lagi prangko bergambar Bung Karno.  Menariknya, beberapa prangko bergambar Bung Karno tidak dalam foto formal kenegaraan, tetapi dalam aktivitasnya. Yaitu: Prangko Ajunan Tjangkul Pertama Pembangunan Nasional Semesta Berentjana yang terbit pada 15 Februari 1961 dan Prangko Hotel-hotel Pariwisata yang terbit pada 1 Desember 1965.
  11. Antara 1964 dan 1966, terbit sejumlah prangko Bung Karno. Menariknya, gambar prangko diambil dari lukisan wajah Sukarno oleh pelukis terkenal, Basuki Abdullah.
  12. Conference of The New Emerging Forces (CONEFO) merupakan gagasan Presiden Soekarno untuk membentuk suatu kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang untuk menyaingi 2 kekuatan blok sebelumnya (Blok Uni Soviet dan Blok Amerika Serikat). Untuk keperluan tersebut dibangun suatu kompleks gedung dekat Gelora Senayan yang mendapat bantuan antara lain dari Republik Rakyat Tiongkok. Konferensi tersebut belum sempat diselenggarakan dan bangunannya sekarang dipergunakan sebagai Gedung DPR/MPR.
  13. Memperingati 100 Tahun Bung Karno pada 6 Juni 2001, diterbitkan prangko, souvenir sheet (lembar kenangan), dan Cinderella (semacam prangko tetapi tanpa nominal harga, hanya sebagai cenderamata), serta album Prangko 100 Tahun Bung Karno.

Pada masa Presiden Soeharto :

  • Prangko Presiden Soeharto pertama kali terbit pada peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1974, terdiri dari satu set berisi 6 prangko yang gambarnya sama wajah Presiden Soeharto dengan latar belakang warna yang berbeda, dan nominal harga berbeda dari Rp 40 sampai Fp 150. Dicetak sebanyak 2 juta keping, masing-masing prangko.
  • Pada peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1976, kembali diterbitkan prangko Presiden Soeharto sebanyak 4 desain dengan latar belakang dan nominal harga yang berbeda. Kali ini dicetak sebanyak 1 juta keping, masing-masing prangko.
  • Seri prangko ketiga bergambar Presiden Soeharto terbit pada 8 Juni 1980 dan 26 Juli 1980. Terdiri dari 5 prangko berbeda warna dan nominal, masing-masing prangko dicetak sebanyak 1 juta keping.
  • Pada ulang tahun ke-60 Presiden Soeharto, yaitu 8 Juni 1981, diterbitkan satu set terdiri dari 4 prangko desain sama tetapi berlainan warna dan nominal harga. Masing-masing dicetak sebanyak 1.750.000 keping
  • Pada 17 Oktober 1982, diterbitkan satu prangko Presiden Soeharto dengan nominal harga Rp 250.
  • Pada 1983, terbit tiga seri prangko Presiden Soeharto. Pertama, 26 Februari 1983 satu set terdiri dari 3 prangko. Kedua, 11 Maret 1983 Presiden Soeharto Mandataris MPR, satu prangko dengan teknik cetak intaglio (seperti desain teknik cetak mata uang kertas) dengan jumlah cetak 4 juta keping. Ketiga, pada Hari Bakti Postel 27 September 1983, terbit satu set terdiri dari 2 prangko.
  • Pada 10 April 1985, terbit satu set terdiri dari dua prangko Presiden Soeharto. Prangko bernominal Rp 350, ditemukan prangko palsunya, ada yang dengan perforasi dan ada yang tanpa perforasi.
  • Pada 29 Desember 1986, terbit lagi prangko Presiden Soeharto, satu set terdiri dari 3 prangko.
  • Selanjutnya pada 21 Juni 1987, satu set terdiri dari dua prangko Presiden Soeharto diterbitkan kembali.
  • Pada 17 Agustus 1988, terbit prangko tunggal Presiden Soeharto.
  • Pada 20 Desember 1989, terbit prangko tunggal Presiden Soeharto.
  • Pada 17 Februari 1990, terbit prangko tunggal Presiden Soeharto.
  • Jumlah cetak prangko ini rata-rata 2 juta keping per prangko.
  • Prangko cetak tindih untuk pergantian nominal harga juga pernah dilakukan pada prangko Presiden Soeharto, yaitu pada 1 Februari 1993. Prangko nominal Rp 55 dari terbitan 1987 dicetak tindih dengan nominal baru yaitu Rp 50.
  • Kemudian pada 17 Agustus 1993, terbit lagi satu set terdiri dari 3 prangko bergambar Presiden Soeharto dalam foto formal kenegaraan.
  • Selain dalam bentuk desain foto formal kenegaraan, sejumlah prangko Presiden Soeharto dalam berbagai desain juga pernah diterbitkan. Yaitu, prangko seri Comdeca (27 Juli 1993), Pengabdian Kepada Nusa Bangsa (11 Maret 1995), Serangan Umum 11 Maret ‘49 (11 Maret 1996), Kirab Remaja 1996 (8 Juni 1996), Penduduk ke-200 Juta (24 Maret 1997), dan Tahun Emas Koperasi (12 Juli 1997).

Pada masa Presiden B.J Habibie :

Pada 17 Agustus 1998, terbit prangko Presiden BJ Habibie. Satu set terdiri dari 4 prangko berlainan warna dan nominal harga. Dicetak sebanyak 1 juta keping masing-masing prangko.

Keunikan prangko ini:

  1. Foto resmi kenegaraan bukan hanya wajah (pasfoto), tetapi ¾ tubuh.
  2. Termasuk prangko yang paling cepat proses cetaknya, hanya tiga hari dari desain disetujui Presiden pada 15 Agustus 1998, langsung dicetak dan pada 17 Agustus 1998 sudah terbit. Kerja keras Ditjen Postel, Pos Indonesia, dan Perum Peruri.
  3. Keluarga Bapak BJ Habibie bekerja sama dengan PT Pos Indonesia, juga menerbitkan beberapa seri prangko Prisma bergambar Bapak BJ Habibie, Ibu Ainun Habibie, dan keluarga.

Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid :

Prangko Presiden Abdurrahman Wahid diterbitkan pada 17 Agustus 2000. Mulai periode ini, penerbitan prangko Presiden disatukan dengan prangko Wakil Presiden. Jadi diterbitkan pula prangko Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. Dicetak sebanyak 1 juta keping.

Megawati Soekarnoputri :

Prangko Presiden Megawati Soekarnoputri diterbitkan 17 Agustus 2002, bersama dengan prangko Wakil Presiden Hamzah Haz. Dicetak sebanyak 400.000 keping masing-masing prangko.

Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono :

Prangko Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diterbitkan dua kali. Pertama, pada 17 Agustus 2005 bersama prangko Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dicetak sebanyak 300.000 keping tiap prangko. Kedua, pada 17 Agustus 2010 bersama prangko Wakil Presiden Budiono. Dicetak sebanyak 500.000 keping tiap prangko. Diterbitkan pula Souvenir Sheet (Lembar Kenangan) nya.

Pada masa Presiden Joko Widodo :

Prangko Presiden Joko Widodo yang akrab dipanggil Pak Jokowi, pertama terbit pada 17 Agustus 2015 bersama prangko Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dicetak sebanyak 300.000 keping tiap prangko. Prangkonya menggunakan desain dan teknik cetak intaglio, yang biasa digunakan untuk mencetak uang kertas. Sedangkan Souvenir Sheet (Lembar Kenangan) menggunakan desain gambar dari Demokreatif (Hari Prast & Yoga Adhitrisna).

Terbitan terbaru prangko Presiden Joko Widodo adalah pada 17 Agustus 2020 bersama prangko Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. Dicetak dalam bentuk Souvenir Sheet, dalam jumlah sangat terbatas hanya 10.000 lembar, dan diberi nomor urut dari 00001 sampai 10.000.

Ibu Sonang Sarah Purba

  • Dasar hukum : Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika No 21 Tahun 2012 Tentang Prangko
  • Prangko adalah label atau carik, atau teraan di atas kertas dengan bentuk dan ukuran tertentu, baik bergambar maupun tidak bergambar , yang memuat nama negara penerbit atau tanda gambar yang merupakan ciri khas negara penerbit, dan mempunyai nilai nominal tertentu berupa angka dan/atau huruf.
  • Penerbitan Perangko : Kemenkominfo, PT. Pos Indonesia, Peruri, filatelis
  • Tema Seri Design : Pancasila, UUD 1945, dan ketentuan dalam Konvensi Perhimpunan Pos Sedunia/Universal Postal Union (UPU).
  • Design Cetak Coba : Persetujuan dari Direktur Jenderal. dengan pertimbangan Kelompok Kerja Nasional Pertimbangan Prangko.
  • Hak Cipta :  Prangko yang diterbitkan harus bebas dari tuntutan atau klaim hak cipta oleh pihak lain.
  • Pemegang hak cipta prangko dan desain yang terkait dengan proses penerbitan perangko adalah  Direktur Jenderal
  • Tata Cara Penerbitan Perangko :

Diajukan oleh instansi kepada pemerintah melalui surat berisilatar belakang, rencana tanggal terbit dan peluncuran

  • Tata cara:
  • Permohonan penerbitan diajukan kepada Direktur Jenderal yang berisikan:
  • latar belakang/alasan permohonan penerbitan, rencana tanggal terbit dan acara peluncuran
  • rekomendasi/persetujuan instansi terkait seperti badan/lembaga
  • persetujuan dari pihak keluarga/ahli waris untuk tokoh nasional/internasional.
  • Gambar yang dapat ditampilkan dalam perangko:
  • Presiden dan Wakil
  • Ibu Negara
  • Seniman
  • Pahlawan Nasional
  • Ilmuwan
  • Olahragawan
  • Tokoh Nasional
  • Kepala Pemerintahan Asing
  • Harus ada di tampilan Perangko
  • Tanggal Terbit
  • No Seri
  • Judul
  • Perforasi
  • Jumlah Cetak
  • Tema seri design, design cetak coba ; persetujuan dari kominfo dengan memperhatikan dari pokjanas
  • Hak cipta : bebas dari tuntutan dari pihak lainGambar dalam perangko : tokoh tertentu
  • Tampilan di perangko : tangal terbit, no seri, judul, perforasi, jumlah cetak
  • Perangko paling banyak dicetak : soeharto, terbit tahun 1974. (Doni Fitra)