WAYANG BEBER DI GELARAN DAN KARANGTALUN DI ZAMAN KERAJAAN DEMAK BENTUK WAYANG DIUBAH OLEH PARA WAli

0
4118

Wayang merupakan salah satu kebudayaan Indonesia asli yang sudah ada sejak sebelum pengaruh kebudayaan Hindu datang. Diperkirakan wayang sudah ada di bumi Nusantara sejak empat abad Sebelum Masehi. Dalam perjalanan jaman, teater wayang mengalami perkembangan dan makin lama makin diperkaya dengan terciptanya berbagai jenis wayang, dua diantaranya adalah Wayang Kulit dan Wayang Beber. Yang banyak dikenal oleh masyarakat saat ini adalah wayang kulit, sedangkan wayang beber kurang dikenal dan makin lama makin menghilang dan termasuk langka. Saat ini Wayang Beber hanya dapat ditemukan di duatempat yaitu di dusun Gelaran, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan di dusun Karangtalun, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur.

Wayang Beber memang berbeda dengan wayang kulit dan wayang-wayang lainnya. Wayang Beber bukan suatu pentas bayangan, melainkan suatu pentas gambar. Yang dipertunjukkan dalam pentas Wayang Beber adalah lembaran garnbar-gambar yang melukiskan adegan-adegan ceritera. Adegan tersebut diuraikan oleh dalang secara berurutan dari awal hingga akhir suatu lakon. Oleh karena berkesan membeberkan gambar-gambar, maka dikenal dengan nama Wayang Beber.

Dusun Gelaran termasuk dalam kelurahan Bejiharjo, yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu dusun Gelaran I dan dusun Gelaran 11. Wayang Beber tersimpan di dusun Gelaran I. Kelurahan Bejiharjo di samping menyimpan Wayang Beber di dusun Gelaran, juga mempunai obyek wisata yang menarik, antara lain gua alam, sungai dalam tanah, peninggalan kepurbakalaan seperti makam kuno, batu lumpang dan sebagainya.

Dari beberapa naskah yang mengungkapkan sejarah wayang dapat diketahui bahwa Wayang Beber merupakan salah satu bentuk kesenian keraton, warisan dari zaman kerajaan Majapahit. Raja-raja Jawa yang telah beragama Islam masih tetap melestarikan kesenian Wayang Beber. Misalnya pada masa kerajaan Demak. Sultan Demak pernah bertindak sebagai dalang Wayang Beber. Hanya saja pada zaman kerajaan Demak dilakukan pembaharuan bentuk wayang yang diprakarsai oleh para Wall. Bentuk wayang yang semula reallsasi sesuai dengan bentuk tubuh manusia diubah menjadi tidak lagi sesuai dengan anatomi manusia.

Salah satu sumber mengatakan, pada zaman kerajaan Majapahit Wayang Beber menjadi sarana untuk upacara menolak bala, yaitu upacara Ruwatan. Pada zaman itu pula fungsi Wayang Beber sudah mulai berkembang, tidak hanya untuk upacara ritual, tetapi juga menjadi pertunjukan non ritual. Walaupun untuk pertunjukan non ritual, namun dalang akan tetap menyampaikan gagasan vital tentang kebenaran nilai tradisional. Fungsi ini tetap berjalan sampai jaman raja-raja Jawa Islam, hanya saja Wayang Beber tidak lagi dipergunakan untuk upacara Ruwatan. Sebagai gantinya upacara Ruwatan mempergunakan Wayang Purwa/Kulit.

Konon pertunjukan Wayang Beber di dalam keraton mempergunakan orkes pengiring gamelan slendro. Seorang sarjana bernama Poensen memberi kesaksian bahwa pertunjukan Wayang Beber di kalangan umum dalam ab ad ke 19 dan awal abad 20, kebanyakan hanya mempergunakan satu alat gamelan yaitu rebab. Seorang sarjana barat lainnya bernama Hazeu mencatat, pertunjukan Wayang Beber dalam abad 19 dan awal abad 20 dari Gelaran tidak mempergunakan gamelan sama sekall. Akhir-akhir ini Wayang Beber dari Gelaran sudah mempergunakan orkes pengiring gamelan, meskipun tidak utuh. Orkes pengiring tersebut terdiri dari rebab, ketuk, kenong, kempul, kendang dan gong.

Pertunjukan Wayang Beber dapat dilakukan siang atau malam hari, kecuall malam Jum’at Kliwon karena pada malam tersebut Wayang Beber harus diberi sesajen. Menurut keterangan Sapar Kromosentono, selama bulan puasa atau Ramadhon juga tidak diperkenankan melakukan pertunjukan Wayang Beber. Lama pertunjukan antara satu sampai dua setengah jam dan temp at pertunjukan dapat dilakukan baik di ruang tertutup maupun terbuka atau di halaman.

Pertunjukan Wayang Beber yang dilakukan di dusun Gelaran harus disertai dengan sajian lengkap, seperti tumpeng robyong, sega wuduk, ingkung, jajan pasar, gantal, jenang abang putih, jenang- jenangan, kembang, urap-urap, sega memule, ambeng slametan, kendi pertala, kuali wijo dan kemenyan. Sedang di dusun Karangtalun akan dijumpai pula sesajian lain seperti beras, pisang, rokok, tikar baru, uang dan air kembang setaman sebagai pelengkap.

Dalang Wayang Beber harus seorang pria dan keahliannya mendalang itu diwariskan turun-temurun secara lisan kepada generasi penerus, yang biasanya seorang putra dari sang Dalang sendiri. Apabila sang Dalang tidak mempunyai anak laki-laki, keahlian mendalang itu dapat diwariskan kepada salah seorang kemenakannya.

Menurut catatan Hazeu Dalang Wayang Beber yang pertama di dusun Gelaran adalah Ki Cermoguno. Dalang Wayang Beber terakhir di Gelaran adalah keturunan lurus Ki Cermoguno yaitu Ki Gunokaryo. Kemudian Ki Gunokaryo mendidik salah seorang kemenakannya menjadi Dalang Wayang Beber dan diberi nama Ki Santiguno. Anak Ki Gunokaryo sendiri tidak mampu melanjutkan tradisi leluhurnya menjadi dalang. Saat ini yang masih mampu bertindak sebagai Dalang Wayang Beber di Gelaran adalah seorang keturunan dari Ki Santiguno.

Sedangkan menurut catatan Kern tahun 1929, generasi penerus para Dalang Wayang Beber di Karangtalun, merupakan keturunan lurus dari Ki Nolodermo, yang antara lain Nolodermo, Nolo, Sonolo, Noyongso , Trunodongso, Gondolesono, Setrolesono.

Wayang Beber yang terdapat di dusun Ge1aran seluruhnya berjum1ah delapan gulungan, empat gulungan diantaranya merupakan seperangkat lakon utuh berjudul Remeng Mangunjoyo. Empat gulungan lainnya merupakan fragmen-fragmen lakon cerita panji yang belum diketahui judulnya. Delapan gulungan tersebut tersimpan dalam satu kotak kayu yang merupakan bagian perlengkapan Wayang Beber.

Sekarang Wayang Beber di dusun Gelaran menjadi milik keluarga Sapar Kromosentono, cucu Ki Gunokaryo dan masyarakat setempat menyebut wayang tersebut dengan nama Mbah Remeng. Nama ini diambil dari perangkat Wayang Beber yang melakonkan Remeng Mangunjoyo.

Menurut keterangan Sapar Kromosentono, dahulu Wayang Beber itu tersimpan dalam dua kotak kayu, tetapi karena salah satu kotak sudah rusak, lalu semuanya disimpan dalam satu kotak. Dari delapan  gulungan yang ada, dua diantaranya mempunyai corak lukisan yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan aliran seni lukis dan waktu pembuatannya. Kini kedelapan gulungan wayang tersebut sudah rusak. Sedang Wayang Beber yang terdapat di Karangtalun seluruhnya berjumlah enam gulungan, yang merupakan lakon utuh dari ceritera Panji yang berjudul Joko Kembang Kuning. Kini Wayang Beber di Karangtalun milik keluarga Sarnen Gunocarito, yang merupakan keturunan kesebelas dalang Nolodermo.

Keenam gulungan tersebut tersimpan salam satu kotak kayu yang merupakan kotak duplikat. Kotak aslinya sudah rusak, bahkan ini adalah duplikat yang kedua-kalinya. Lukisan Wayang Beber menggunakan cat sungging diatas kertas (daluwang) dari Ponorogo dengan warna-warna yang cerah dan penuh ornamen yang rumit, sehingga merupakan suatu karya lukis dekoratif yang indah. Kini keadaan Wayang Beber asli sudah rusak.

Duplikat Wayang Beber untuk melestarikan Wayang Beber dari kerusakan karena dimakan oleh usia, atas prakarsa Sri Mangkunegoro ke VII (1916-1944) dilakukan pembuatan duplikat, baik yang terdapat di Gelaran maupun yang di Karangtalun, Jawa Timur. Duplikat itu dibuat tidak lagi dengan keras, tetapi dengan kain mori putih. Pembuatannya adalah seorang pelukis tradisional dari Kraton Surakarta bernama Raden widosupomo. Pembuatan duplikat dilaksanakan pad a tahun 1872 (tahun Jawa) dan sekarang duplikat tersebut menjadi koleksi Museum Raksa Pustaka Puri Mangkunegaran Surakarta.

Wayang Beber yang berjudul Joko Kembang Kuning telah pula dibuat duplikatnya secara utuh enam gulungan oleh pelukis tradisional bernama Jumedi dan Musyafiq. Duplikat ini sekarang disimpan oleh keluarga Sarnen Gunocarito di dusun Karangtalun Kabupaten Pacitan Jawa Timur.

Lakon-Lakon Wayang Beber

Dari Wayang Beber yang tersisa, kini hanya ada dua lakon yang masih dapat dikatakan utuh, yaitu lakon ceritera Panji yang berjudul Remeng Mangunjoyo dan Joko Kembang Kuning Nama-nama tersebut merupakan nama samaran dari Raden Panji Asmorobangun. lakon Remeng Mangunjoyo menceriterakan pengalaman Raden Panji ketika menjadi seorang pertapa dengan nama Remeng Mangunjoyo. la harus berjuang keras terlebih dahulu untuk memperoleh kem- bali istrinya, bernama Dewi Galuh Candrakirana alias Dewi Sekartaji yang kembali ke orang tuanya di Kraton Kediri. Lakon Remeng Mangunjoyo terdiri dari empat babak. Setiap babak terdiri dari empat adegan yang terlukis dalam satu gulungan Wayang Beber.

Lakon Joko Kembang Kuning diperkirakan merupakan suatu gabungan dari ceritera Panji yang masih tergolong muda. Joko Kembang Kuning menceriterakan ten tang pengalaman Raden Panji mengikuti sayembara dalam usahanya mencari Dewi Sekartaji. Raden Panji menyamar sebagai putera Demang Kuning yang pandai main musik dan akhirnya berhasil menemukan Dewi Sekartaji. Walaupun Raden Panji telah menang sayembara, namun masih harus menghadapi tantangan Prabu Klana Sewandono alias Prabu Klana Dending pita, raja dari tanah seberang yang ingin meminang Dewi Sekartaji untuk dijadikan permaisuri.

Baik Wayang Beber di Gelaran maupun yang berada di Karangtalun merupakan suatu peninggalan yang menarik dan berharga. Disamping gaya lukisan yang unik, lakon-lakon terse but juga mengandung falsafah yang dalam. Hal terse but menunjukkan bahwa para leluhur pada. jaman dahulu telah mampu menyajikan suatu karya seni yang indah dan bernilai tinggi.