MISTERI DI DATARAN TINGGI PULAU PERCA

0
1656

 Kerinci Archeology Haritage

 Pada tahun 1939 Van der Hoop mengumpulkan temuan permukaan berupa alat serpih obsidian di sekitar Danau Gadang Estate, dekat Danau Kerinci. Menurut van Heekeren, alat serpih dari tepi danau tersebut lebih besar daripada alat serpih bilah dari gua-gua di Merangin (1972:139). Alat serpih tersebut termasuk mikrolit, tetapi bentuknya tidak geometris seperti alat mikrolit pada umumnya(Soejono,1993:182).

Manik batu 1
alat serpih dari tepi danau tersebut lebih besar daripada alat serpih bilah dari gua-gua di Merangin (1972:139).


Dataran tinggi Kerinci dapat dikatakan merupakan kawasan pedalaman yang jauh dari jalur perdagangan maritim. Se
lain itu juga bergunung-gunung dan berbukit-bukit dengan sungai-sungai bertebing terjal, sehingga menghambat mobilitas horisontal. Namun, ternyata kawasan tersebut tidak benar-benar terisolasi. Museum Nasional Jakarta mengumpulkan temuan lepas dari Kerinci berupa tiga buah benda keramik Cina dari dinasti Han (abad ke-1 – 3 M). Menurut Abu Ridho, ketiga benda keramik tersebut berupa bejana penjenazahan dari dinasti Han (abad 1 – 2 M), mangkuk sesaji dari dinasti Han (abad ke-1 – 3 M), dan guci tempat anggur bertutup dari dinasti Han (abad 1 – 2 M) (1979:105 – 118). Pengaruh kebudayaan Hindu-Buda pun hampir tidak terlihat di Kerinci dan Merangin. Hingga kini belum ditemukan situs-situs Hindu-Buda di kedua wilayah tersebut, tetapi di Kerinci ditemukan arca lepas berupa dua buah arca Boddhisattwa perunggu berukuran kecil (tinggi 16 cm) (Schnitger,1937:13).

Keramik Cina dari dinasti Sung (960 – 1270 M) banyak ditemukan di dataran tinggi Kerinci, dan daerah lembah kaki Gunung Raya . Temuan tersebut membuktikan bahwa ketika di dataran rendah Jambi berkembang pesat kerajaan Malayu bercorak budis, di dataran tinggi Jambi bertahan kehidupan bercorak tradisi megalitik. Bahkan tradisi megalitik di dataran tinggi Kerinci bertahan hingga kedatangan Islam. Tradisi megalitik di kawasan tersebut tampaknya baru berakhir pada abad ke-18,
Masyarakat bercorak tradisi megalitik di dataran tinggi Kerinci mungkin sekali menghuni lahan di sek
itar batu monolit yang mempunyai nama lokal batu gong, batu bedil atau batu larung. Bukti-bukti hunian di sekitar batu megalitik ditemukan dalam ekskavasi Bagyo Prasetyo tahun 1994 di Bukit Talang Pulai, Kerinci . Tinggalan artefak menonjol di situs megalit adalah pecahan tembikar yang merupakan bukti pemukiman.

 

Keramik Dinasti Sung
Keramik Cina dari dinasti Sung (960 – 1270 M) banyak ditemukan di dataran tinggi Kerinci

Kehidupan bercorak megalitik di dataran tinggi Kerinci telah mengenal pula penguburan dengan wadah tempayan tanah liat sebagaimana di dataran tinggi Sumatera Selatan (lihat Soeroso,1998). Di desa Renah Kemumu, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, ditemukan tinggalan megalit di Bukit Batu Larung, tetapi juga puluhan tempayan tanah liat insitu di suatu tempat yang berjarak sekitar 1 kilometer dari megalit. Keadaan tinggalan tempayan-tempayan tersebut tidak utuh karena pengaruh erosi dan aktivitas manusia sekarang yang menghuni situs tersebut. Melalui analisis C-14 yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, arang yang ditemukan dalam tempayan diketahui berumur 810 ± 120 BP (tahun 1020 — 1260 M). Sementara itu, situs Bukit Batu Larung berumur 970 ± 140 BP (tahun 840 — 1120).

Banyak misteri yang belum terungkap di lembah Kerinci, ada suatu mata rantai terputus yang belum ditemukan oleh para ahli archelogy dan history, yang hanya mendapati sebagian dari bukti perjalanan peradaban, karena mata rantai tersebut sangat terkait dengan tradisi yang masih hidup dalam masyarakat sekarang, pola hidup yang membentuk karateristik masyarakat itu sendiri.

 

 

 

M. Ali Surakhman

Redaktur Harian, Majalah Mahasiswa PROKLAMATOR-Universitas Bung Hatta, Padang 1995-1998. Asisten Peneliti “Het Verbond met de Tijger visies op mensenetende dieren in Kerinci” Dr, Jet Bakels Central Non Western Studies (CNWS) Universiteit Leiden-Rijks Universiteit Leiden-The Netherlands 1997-1999, Asisten Peneliti Prof. Dr. Reimar Schefold, antropology Universiteit Leiden-Rijks Universiteit Leiden-The Netherlands 1997-1998, Ketua Pelaksana Proyek Penelitian dan Pemugaran Arsitechture Traditional Kerinci Royal Netherlands of Arts and Sciences dan Universiteit Leiden 1999-2000, Asisten Peneliti untuk “linguistik dan sastra lisan Kerinci” Departemen Antropology, Yale University-USA 2000-2001, Wartawan, Reporter wilayah Jambi. Mingguan Berita MERAPI, Padang 1999 – 2002, Penangungjawab penelitia Perlindungan Konsumen Air Minum pada PDAM- Sumatera Barat dan Jambi.Anne Fransenfond Consumentbond-Belanda 2000-2001, Penanggung Jawab Program Penyelamatan Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat melalui pendekatan Kebudayaan NOVIB-Belanda, FADO-RI Swedia, dan NGO-For The Culture of Kerinci – Indonesia 2002-2003, Staff peneliti “Archeology Project Kerinci On Sumatra” Freiburg University – Germany 2003 – 2004, Penangungjawab program “Pelestaraian Taman Nasional Kerinci Seblat Sebagai Warisan Dunia” The Rufford Foundation – England 2004-2005, Penangungjawab program Strengthening The System of Traditional Knowledge on The Conservation of Lake Kerinci, Ladeh Panjang and Rawa Bento IUCN.NL/SWP Small Grants Program – IUCN The Netherlands 2005-2008, Kontributor Freelands Media Elektronik Allvoice CNN-Allvoice 2008-2009, Freeland research for traditional culture 2010-2011, Chief NGO-For the Culture of Kerinci 1998- , Pamong Budaya Kemendikbud 2012–