Potret wanita anggun berwajah muram menjadi satu dari sekian banyak karya lukis Affandi yang dipamerkan. Dalam lukisan ini terlihat jelas bagaimana sang pelukis menggerahkan kemampuan anatomisnya serta mengaksentuasi kontur wajah, mata, hidung, bibir hingga lekukan garis-garis tangan. Ya, lukisan yang dinamakan “Ibuku” ini menjadi ungkapan ekspresi Affandi yang menjadikan sang ibu sebagai tokoh utama.
Demikianlah pria bernama lengkap Boerhanoedin Affandi Koesoema memberikan sudut pandang natural dalam tiap-tiap karya lukis yang dihasilkannya. Jika pelukis dan kuas kerap disandingkan sebagai dua sisi yang tak dipisahkan, Affandi memilih jalur yang berbeda. Sejak tahun 1942, pria yang pernah tergabung dalam Kelompok Lima Bandung ini memulas jari berlumurkan cat di atas kanvas dan mengekspresikan karyanya lewat guratan-guratan warna. Tak jarang perpaduan warna seolah menghiasi karya-karya Affandi untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan.
Sejak tahun 1950, karya-karya Affandi berjelajah hingga ke India, Inggris, Belanda dan Amerika Serikat dalam sebuah pameran tunggal. Lukisannya juga menjadi koleksi di berbagai museum dunia, antara lain Tagore Museum, Tropenmuseum di Banda, Museum of Modern Ars of Brussel di Belgia, serta The Italian Insititute of The Far and Middle East di Italia. Adapun mahakarya maestro ini di antaranya, Ibuku (1941), Laskar Rakyat Mengatur Siasat (1946), Sang Nelayan (1958) Crabs and Watermelon (1962) At the Cockfight (1964), Barong Dance (1970).
Sederet jejak dan pengalaman Affandi terukir jelas di Pameran Imersif Affandi “Alam, Ruang, Manusia” yang dilaksanakan di Galeri Nasional Indonesia sejak 26 Oktober hingga 25 November 2020. Pameran ini dalam rangka perhelatan akbar tahunan, Pekan Kebudayaan Nasional sebagai ruang ekspresi para seniman Tanah Air. Meskipun dalam suasana pandemi, Pameran Imersif Affandi tetap terselenggara dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Pengunjung hanya dibatasi 20 orang per enam sesi per hari, yang terlebih dahulu registrasi melalui daring.
Sesuai penyematan kata imersif, yang bermakna penggabungkan batasan dunia nyata dan virtual, pameran ini menyapa pengunjung dengan menghadirkan ragam karya Affandi dan dikemas dengan teknologi mapping project, sehingga menghasilkan audiovisual yang apik.
Kurator Pameran Imersif Affandi, Bayu Genia Krishbie mengatakan ide tersebut bertujuan agar pengunjung merasa hidup dalam lukisan.
“Sejak Agustus kami sudah mulai produksi yang melibatkan animator hingga sound producer agar karya sinkron dengan karya Affandi. Kalau dilihat-lihat sebenarnya karya Affandi itu ada sense of moving-nya, ada lekukan tersendiri yang justru memudahkan teman-teman animator saat mengubahnya menjadi gerak,” ujarnya saat ditemui di Galeri Nasional Indonesia (18/10/20).
Pameran ini dibagi menjadi tiga area, satu area yang menerapkan mapping projection, satu area lukisan dan satu biografi perjalanan Affandi di dunia seni rupa. Di area pertama, pengujung disuguhkan karya-karya Affandi yang dapat dinikmati bersama alunan musik dan animasi bergerak. Di ruang selanjutnya, ada sekitar belasan karya Affandi merepresentasikan keindahan alam, ruang dan manusia.
Kurang lebih ada 98 karya Affandi yang dipamerkan dalam pameran ini. Dengan begitu diharapkan pengunjung dapat menanamkan dan memetik keseimbangan olah hati, olah raga, olah pikir dan olah karsa yang dibawa Affandi dalam tiap-tiap karyanya.
“Kami riset dari referensi bukunya dan berkunjung ke museum Affandi sejak pertama kali Galeri Nasional memutuskan ingin mengangkat karya Affandi di Pekan Kebudayaan Nasional,” tukasnya.
Foto: Agus Riyanto