Jakarta, 14 November 2024. Pemerintah memiliki peranan penting dalam upaya pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) untuk kepentingan komersial. Sebagai salah satu kekayaan yang harus dikelola, UUD 1945 mengamanahkan upaya Pemajuan Kebudayaan melalui Pasal 32 yaitu “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
Upaya memajukan kebudayaan diperkuat melalui penetapan Undang-Undang nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan menggariskan empat langkah strategis dalam memajukan kebudayaan yaitu Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan yang diterapkan pada OPK, serta dijalankan dalam ekosistem pemajuan kebudayaan.
Pemanfaatan merupakan upaya pendayagunaan OPK untuk menguatkan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan dalam mewujudkan tujuan nasional. Terdapat 10 objek yang diatur dalam UU Pemajuan Kebudayaan meliputi: 1. Tradisi Lisan; 2). Manuskrip; 3). Adat Istiadat; 4). Ritus; 5). Pengetahuan Tradisional; 6). Teknologi Tradisional; 7). Seni; 8). Bahasa; 9). Permainan Rakyat; 10). Olahraga Tradisional.
“Kita telah melihat contoh pemanfaatan OPK oleh industri yang berdampak positif, misalnya produk seperti Indomie dengan varian rasa makanan tradisional Nusantara, penggunaan kain Endek Bali oleh Christian Dior di Paris Fashion Week yang menunjukkan pengakuan dunia terhadap keindahan wastra Indonesia, hingga merchandise bertema cerita rakyat oleh Starbucks Indonesia yang mengangkat folklor Indonesia ke pasar global,” ungkap Menteri Kebudayaan, Dr. Fadli Zon, M.Sc., saat menghadiri acara pembukaan Forum Diskusi Terpumpun (FGD) Penyusunan Peraturan Menteri tentang Pemanfaatan OPK untuk Kepentingan Komersial oleh Industri Besar dan/atau Pihak Asing, dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif.
Dalam FGD yang berlangsung pada Kamis, 14 November 2024 di Hotel Le Meridien, Jakarta tersebut Menteri Kebudayaan mengatakan bahwa hingga saat ini pemanfaatan OPK oleh industri belum sepenuhnya terpetakan.
“Forum diskusi hari ini merupakan bagian dari upaya untuk menghadirkan regulasi yang dapat melindungi Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) dalam konteks pemanfaatan untuk kepentingan komersial.
“Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, pemanfaatan OPK harus dikelola dengan prinsip keberlanjutan. Semakin banyak OPK yang dimanfaatkan, semakin lestari pula keberadaannya. Namun, kita juga harus memastikan bahwa pemanfaatan ini tidak mengorbankan esensi budaya, tidak terjadi eksploitasi berlebihan, dan manfaatnya dapat kembali kepada masyarakat yang menjadi penjaga utama budaya tersebut. Harus ada aturan jelas dalam pemanfaaatan OPK sehingga prinsipnya ada keadilan bagi semua pihak,” tegas Menteri Kebudayaan.
Melalui regulasi yang sedang disusun, yakni Peraturan Menteri tentang Tata Cara Izin dan Pengenaan Sanksi Administratif dalam Pemanfaatan OPK, Kementerian Kebudayaan ingin memastikan adanya mekanisme yang berkeadilan, agar pemanfaatan OPK oleh industri dapat berkontribusi nyata bagi ekosistem kebudayaan.
Oleh karena itu agar upaya ini dapat berjalan efektif dan tepat sasaran, pada FGD ini Kementerian Kebudayaan turut mengundang beberapa kementerian dan lembaga terkait seperti: Kementerian Hukum; Kementerian Luar Negeri; Kementerian Perindustrian; dan Kementerian Ekonomi Kreatif. Kegiatan ini juga turut mengundang sejumlah akademisi seperti: Prof Agus Sandjono, Universitas Indonesia; Prof Dr. Ahmad M Ramli, Universitas Padjajaran; Miranda Risang Ayu, Universitas Padjajaran; dan Laina Rafianti, Universitas Padjajaran;
Selain itu juga turut diundang perwakilan dari pelaku industri seperti: PT Google Indonesia; PT Sari Coffee Indonesia (Starbucks); PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indomie); PT AQUA Golden Mississippi Tbk (AQUA); PT Mattel Indonesia (Barbie); PT Industri Jamu dan Farmasi Sidomuncul; PT Anantarupa Yaesa Suptesu Jagarti (Anantarupa Studios); PT Batik Keris; PT Batik Danar Hadi; dan PT Kompas Gramedia.
Rancangan Peraturan Menteri yang didiskusikan pada FGD ini terdiri dari 9 BAB dan 37 Pasal, yang meliputi: Ketentuan Umum; Izin Pemanfaatan OPK; Pembinaan, Pengawasan dan Pelaporan; Pendanaan; Sanksi Administratif; Banding Administratif; Penghargaan; serta Peran Serta Masyarakat. Terhitung tahun 2023 lalu, penyusunan Rancangan Peraturan Menteri ini telah dilakukan secara bertahap dan partisipatif.
Adapun peraturan ini disusun sebagai bagian dari upaya strategis untuk mencegah eksploitasi masif yang tidak bertanggung jawab dan tidak terawasi oleh industri dan pihak asing yang dapat mengancam ekosistem budaya kita, memastikan bahwa setiap pemanfaatan OPK memberikan manfaat langsung kepada pelestarian budaya dan masyarakat lokal; serta membangun kerangka hukum yang kuat untuk mendorong kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat dalam menjaga keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Dalam upaya melakukan penyusunan, pada tahun 2023 Direktorat telah melaksanakan audiensi program yang dilakukan oleh Industri Besar yang memanfaatkan OPK untuk memaparkan contoh terbaik (best practice) dari pembagian manfaat oleh industri besar atau pihak asing kepada masyarakat pendukung ekosistem budaya yang dimanfaatkan.
Pada tahun ini Direktorat telah melaksanakan Penyusunan Rancangan Peraturan Menteri terkait Izin Pemanfaatan OPK untuk Kepentingan Komersial oleh Industri Besar dan Pihak Asing dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif.
Memasuki tahun 2024, rancangan peraturan telah disusun dan memerlukan masukan lebih lanjut dari berbagai pemangku kepentingan untuk menyempurnakannya. Oleh karena itu, FGD ini diharapkan menjadi wadah penting untuk menyerap pandangan dan masukan dari semua pihak, untuk menghasilkan kebijakan yang tidak hanya berpijak pada landasan hukum yang kuat, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai luhur kebudayaan Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut:
Kementerian Kebudayaan
Telepon: (021) 5725542
Email: kebudayaan@kemdikbud.go.id
Website: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id
Sosial Media: @Budayasaya