Mengenal Sistem Among Dalam Konsep Belajar Taman Siswa

0
3884

Sebuah bangunan bertuliskan Taman Siswa berdiri tegak. Isinya tak lain lembaga pendidikan dan kebudayaan yang memperjuangkan kemampuan masyarakat untuk melepaskan diri dari kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Sekolah Taman Siswa resmi berdiri pada 3 Juli 1922.  Poin penting dari berdirinya Taman Siswa bukan soal sekolah layak atau tidak, melainkan ada sistem Among yang menjadikan sekolah mampu memberikan “tuntutan” bagi hidup anak-anak agar dapat berkembang dengan subur dan selamat.

Ki Hajar Dewantara lah yang menginisasi adanya sistem among di Taman Siswa. Dalam hal ini, pria dengan nama asli Suwardi Suryaningrat tersebut menekankan guru dapat menjadi pamong bagi siswa sesuai dengan fase pertumbuhan dan perkembangan siswa. Ada tiga hal yang mendasari sistem Among. Pertama, siswa berusia 1-7 tahun masuk kategori masa kanak-kanak, masa pertumbuhan jiwa dan pikiran 7 – 14 tahun dan masa terbentuknya budi pekerti dan kesadaran sosial yakni 14- 21 tahun.

Dalam pidato Asas-asas 1922 yang dilontarkan langsung oleh Ki Hajar Dewantara disebutkan bahwa pemakaian metode among dibuat untuk menghindari segala bentuk paksaan dari pendidik ke murid-murid.

“Pemakaian metode among, suatu metode yang tidak menghendaki “paksaan-paksaan”, melainkan memberi “tuntutan” bagi hidup anak-anak agar dapat berkembang dengan subur dan selamat, baik lahir maupun batinnya,” ujar Bapak Taman Siswa ini, yang juga menguraikan empat poin-poi lainnya yang dikenal dengan Asas-asas 1922, termasuk perlu adanya demokratisasi dalam pengajaran agar tidak hanya lapisan atas saja yang terpelajar.

Seperti diketahui, jauh sebelum Taman Siswa berdiri para murid yang mengenyam pendidikan sering kali menyebut pada guru mereka dengan sebutan nyonya ataupun tuan. Oleh sebab itu, melalui sistem pengajaran Among ini Ki Hajar Dewantara ingin melawan paradigma pendidikan kolonialisme yang mengutamakan intelektual, materialistis dan individualis. Sebaliknya, di Taman Siswa paradigma menekankan pada pendekatan Kodrat Alam dan Jaman Anak, yakni pendidikan tidak boleh menjauhkan anak dari alam dan keluarganya.