Leluhur Bangsa Indonesia Penjelajah Lautan

0
558

Nusa Dua – “Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudra…”, demikian penggalan lagu yang pasti dihapal oleh jutaan anak maupun orang dewasa di Indonesia. Lagu ini menggambarkan bahwa leluhur kita adalah penjelajah lautan, meski selama ini kebenaran tentang leluhur kita masih simpang siur.  Tetapi, lagu yang  identik untuk anak-anak tersebut akhirnya menemui legalitas kebenarannya. Rumpun Austronesia, yang diyakini sebagai nenek moyang bangsa Indonesia, adalah penjelajah lautan.

Temuan arkeologis di berbagai wilayah menunjukan bahwa sekitar 4000 tahun yang lalu manusia yang berasal dari daratan Taiwan menjelajah wilayah selatan, menuju Filipina, hingga tiba di kepulauan Indonesia. Mereka menjelajah hingga kini keberadaannya tersebar di lebih dari setengah bola dunia, dari Madagaskar ke wilayah Pasifik, Taiwan-Mikronesia ke Selandia Baru. Penjelajahan laut tersebut menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa maritim.

_MG_9638

Memang masih menjadi perdebatan mengenai teori latar belakang migrasi besar rumpun Austronesia. Teori iklim wilayah barat pun mengemuka, pada masa itu kerap terjadi El Nino yang memaksa mereka berpindah tempat. Selain itu, hampir seluruh wilayah persebaran mereka adalah wilayah yang memiliki potensi agrikultur. Hal ini juga memunculkan teori bahwa pencarian sumber daya alam agrikultur adalah latar belakang migrasi.

Menurut Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Harry Widianto, manusia Austronesia adalah manusia pertama yang hidup menetap dan melakukan pengolahan lahan di tanah nusantara. Dengan kata lain, mereka mengenalkan agrikultur. Disini, terlihat bahwa budaya kemaritiman menjadi pintu munculnya budaya agraris di nusantara.

Fakta tersebut menunjukan bahwa Indonesia adalah negara agraris sekaligus maritim. Sebagai negara maritim, karakter kemaritiman pun dahulu lekat dengan manusia-manusia nusantara. Laut yang luas dan ganas menjadikan mereka manusia yang gigih, penjelajahan ketempat baru menjadikan mereka akrab dengan pluralitas, adaptasi dan akulturasi. Kini disebut kebhinekaan. Wilayah dengan kebudayaan maritim (pesisir) umumnya menjadi bandar-bandar pelabuhan dagang besar. Budaya maritim pun identik dengan kemajuan.

_MG_0516

Melihat hal-hal tersebut, maka tidak aneh jika presiden Jokowi menjadikan maritim sebagai salah satu sasaran program pembangunan. Indonesia memiliki potensi kemaritiman yang besar yang selama ini terkubur, baik potensi ekonomi maupun budaya. Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, dalam pembukaan simposium diaspora Ausronesia di Bali tanggal 18 Juli 2016 pun menekankan hal tersebut. “Simposium Austronesia telah membantu menggali identitas (Maritim) bangsa Indonesia”.