Jakarta – Membuka rangkaian Konferensi Nasional Sejarah (KNS) hari kedua, Diplomat Indonesia dan Ahli Hukum Laut Internasional Hasjim Djalal menyuguhkan materi berjudul “Visi Kelautan Indonesia dari Segi Sejarah”. Menurutnya, Indonesia harus melihat laut bukan hanya dari batas-batas luarnya saja, melainkan jauh sampai ke dasarnya.
“Kita harus memiliki visi kelautan dari berbagai arah, yaitu ke samping tentang batasan-batasan, ke bawah tentang dasar laut, dan ke atas tentang udara. Kita memiliki hak dan kewajiban mencegah hal-hal yang tidak diinginkan di kawasan samudera kita,” paparnya.
Di dalam laut, tambah Hasjim, banyak kekayaan alam yang sebetulnya sampai saat ini belum dilihat Indonesia. “Indonesia harus turut serta mengeksplorasi ragam mineral di dasar laut itu, padahal negara-negara lain sudah mengklaim untuk ikut mengeksplorasi berbagai samudera,” jelasnya.
Meski visi kelautan Indonesia sudah ada sejak puluhan tahun silam, namun hal tersebut menghilang sejak jaman penjajahan. “Mengapa berubah? Sebab samudera telah dikuasai oleh Negara lain. Samudera Hindia dikuasai Portugis dan Samudera Pasifik dikuasai oleh Spanyol, sehingga peranan kita sangat tidak ada alias hilang,” ia menambahkan.
Mengangkat tema ‘Budaya Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah’, KNS X dianggap sesuai dengan visi Presiden RI Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Di mana konsep tersebut dinilai menjadi salah satu upaya meningkatkan kembali peranan sejarah yang sudah ada selama ini.
Pembentukan Undang-undang tentang kelautan, adanya aturan tentang konservasi regional dan internasional menjadi wadah bagi sebuah negara untuk melindungi kawasannya.
“Kita harus belajar melihat kesempatan itu, mengambil dan memanfaatkan kekayaan alam itu untuk kemajuan kehidupan banngsa. Indonesia bukan hanya perairan laut saja, tetapi juga samudera dan dasar samuderanya. Jangan lupa, hak kelautan Indonesia harus kita dapatkan,” Hasjim menegaskan.