Beranda Info Budaya Cagar Budaya Monumen Pancasila Sakti: Politik, Kekerasan, dan Pendidikan Kita

Monumen Pancasila Sakti: Politik, Kekerasan, dan Pendidikan Kita

0
Monumen Pancasila Sakti:  Politik, Kekerasan, dan Pendidikan Kita
Kompleks Monumen Pancasila Sakti, diambil dengan drone, rimbun oleh pepohonan.

Pendokumentasian Monumen Pancasila Sakti

Pada 29 Maret 2018 lalu, Tim Pemetaan Cagar Budaya dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman mendokumentasikan Kompleks Monumen Pancasila Sakti. Monumen ini beralamat di Jalan Raya Pondok Gede RT1/RW2, Desa Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Kompleks ini didirikan sebagai memorial peristiwa pembunuhan petinggi-petinggi TNI Angkatan Darat pada 30 September 1965. Peristiwa ini  lebih dikenal sebagai Peristiwa Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).

Di kompleks yang dikelola oleh Pusat Sejarah TNI ini terdapat bangunan-bangunan bersejarah yang masih dilestarikan keasliannya dan beberapa bangunan dan monumen yang dibangun kemudian. Bangunan yang masih relatif asli antara lain rumah-rumah tua yang dahulu digunakan untuk operasi pembunuhan petinggi-petinggi angkatan darat pada peristiwa G30S/PKI.

Patung Penggambaran Penyiksaan Mayjen TNI S. Parman.
Diorama yang menggambarkan penyiksaan Mayjen TNI S. Parman.

Penggambaran kekerasan yang vulgar

Salah satu bangunan dinamakan sebagai “rumah penyiksaan”. Rumah tua tersebut berdinding gedek berukuran 17,4 x 8,3 m dengan tinggi plafon 2,6 m dan beratap genteng. Bagian beranda depan rumah digunakan sebagai ruang penggambaran penyiksaan para petinggi TNI AD dengan patung-patung berukuran sebenarnya (real-life). Patung-patung menggambarkan penyiksaan petinggi-petinggi TNI AD oleh prajurit pendukung dan anggota PKI bahkan ada simpatisan wanita. Patung-patung menggambarkan adegan kejam, memperlihatkan luka dan darah para korban serta ekspresi kemarahan penyiksa lengkap senjata api dan senjata tajam.

Di kompleks ini juga terdapat rumah tua yang digunakan sebagai Pos Komando pasukan pembunuh para petinggi TNI AD. Rumah yang berdinding bata berplester ini berukuran 10,3 x 9,4 m dengan tinggi plafon 2,5 m. Rumah ini beserta perabotnya masih dilestarikan mendekati kondisinya ketika peristiwa G30S/PKI.

Di sebelah utara rumah pos komando tersebut terdapat rumah tua berdinding gedek (anyaman bambu) berukuran 12,2 x 7,7 m dan tinggi plafon 2,5 m. Atapnya terbuat dari genteng. Bangunan rumah tua ini beserta perabotnya dilestarikan kondisinya menyerupai kondisi ketika digunakan sebagai dapur umum pada peristiwa G30S/PKI.

Patung-patung di rumah penyiksaan, diorama pada Museum Pengkhianatan PKI, dan informasi yang disajikan pada diorama tersebut, merupakan penggambaran kekerasan yang vulgar. Informasi utama yang disajikan oleh Kompleks Monumen Pancasila Sakti adalah kekejaman PKI kepada aparat negara dan masyarakat baik pada awal kemerdekaan hingga 1965.

Monumen Pancasila Sakti, tempat menarik untuk berfoto, termasuk anak-anak.
Monumen Pancasila Sakti, tempat menarik untuk berfoto, termasuk anak-anak.

Informasi sejarah sebaiknya disampaikan tanpa penggambaran kekerasan yang berlebihan

Pada saat kunjungan ke kompleks ini banyak sekali anak-anak sekolah yang datang dalam rombongan. Hal yang mengejutkan adalah bahwa terdapat juga rombongan anak-anak usia Taman Kanak-Kanak. Kunjungan siswa-siswa apalagi siswa Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar ke kompleks ini dirasakan kurang tepat bahkan tidak bertanggung jawab.

Berdasarkan sifat informasi museum yang sarat dengan muatan politik, terutama kekejaman Partai Komunis Indonesia, sasaran pengunjung museum lebih tepat ke golongan remaja dan dewasa. Melalui tulisan singkat ini, penulis ingin menyampaikan bahwa akan lebih baik jika pihak pengelola mengatur batasan usia terhadap pengunjung kompleks ini. Informasi mengenai kekejaman partai politik PKI tentunya dapat disampaikan tanpa penggambaran kekerasan yang berlebihan. Semoga. (Yosua Adrian Pasaribu-Sub Direktorat Registrasi Nasional)

Baca juga:

Teori edukasi untuk museum

Komunikasi Museum