Nujuh Bulanin Betawi (3)

0
3024

Selanjutnya si ibu hamil diberi handuk dan berganti pakaian dengan kain yang baru, dibimbing oleh dukun berjalan menuju ke dalam kamar untuk “dirorog”. Acara ini dilaksanakan di dalam kamar yang tertutup. Pada acara ini yang ada hanya dukun ber¬anak dan si ibu hamil saja. Minyak kelapa dan kain putih sudah tersedia untuk acara “ngorog” ini. Mula-mula si ibu hamil disuruh tidur terlentang, perutnya diperiksa oleh si dukun. Bila terdapat kelainan pada kandungannya maka sang dukun dapat membetul¬kannya, namun apabila normal kandungannya cukup diusap-usap beberapa kali sebagai syarat sambil membaca mantera yang berbunyi :

“Assalamualaikum,

Sekarang si jabang bayi lu ditutupi bulan

supaya lu selamet menjadikan orang bener

nanti kali udah waktu medal

di surga yang lempeng, yang bener”

Kemudian dukun beranak “mengorog-orognya” dengan cara mengurut bagian tubuh dari atas bahu sampai ke bawah berulang kali hingga tiga kali. Selesai dirorog, si ibu hamil berpakaian kembali secara lengkap dan berhias menurut kebiasaannya. Se¬lanjutnya si ibu hamil bersama dukun beranak ke luar dari kamar dan disalami oleh para kerabat yang hadir, sekaligus memberi doa restunya, lalu duduk bersama menunggu acara makan.

Selesai acara makan bersama, tahap selanjutnya acara memba¬gikan rujak oleh si ibu hamil kepada para tamu yang hadir. Ru¬jakan terdiri dari 7 macam buah-buahan, diberi bumbu gula asam serta cabe rawit. Para kerabat dan para tamu akan mencicipi dan menilai rasa rujak buatan si ibu hamil. Bila rujak terasa sangat enak dan berkenan di hati, mereka meramalkan bahwa si bayi kelak adalah seorang anak perempuan. Sebaliknya bila rujak terasa pedas, maka diramalkan bayi yang akan lahir adalah laki-laki.

Demikian, upacara ditutup dengan makan rujak bersama-¬sama. Selesai acara makan rujak, para tamu pun kembali ke rumahnya masing-masing. Waktu ibu dukun mau pulang, diantar oleh keluarga si ibu hamil di depan rumah, sambil menyerahkan sajen, satu kain basah bekas mandi nujuh bulan, uang, dan ma¬kanan serta lauk-pauknya.

Pantangan-Pantangan yang Harus Dipatuhi

Menurut kepercayaan masyarakat Betawi selama istri sedang hamil berlaku larangan-larangan yang menurut istilah mereka disebut “pemali”. Pantangan ini tidak boleh dilanggar kalau ingin persalinan berlangsung dengan lancar dan selamat kelak. Dengan demikian, maka suami istri harus saling mengingatkan untuk tidak melakukan perbuatan yang terlarang.

Bagi suami dan istrinya yang sedang hamil berlaku pantangan¬-pantagan antara lain :

Tidak boleh keluar rumah pada waktu magrib. Tidak boleh duduk diambang pintu.

Tidak boleh mandi setelah dan pada waktu magrib. Tidak boleh mengisi kapuk ke dalam bantal/guling. Tidak boleh membunuh binatang.

Tidak boleh menyembelih hewan, misalnya ayam, kambing, dan lain-lain.

Tidak boleh mencela bentuk-bentuk yang aneh, terutama apabila hal ini terdapat pada seseorang, misalnya kaki pincang, mata buta, bibir sumbing, dan cacat tubuh lainnya.

Suami dan istri yang hamil selama bayi di dalam kandungan diharapkan agar selalu berbuat kebajikan, dermawan, selalu ber¬ibadah dan mencari kegemaran yang bermanfaat, seperti member¬sihkan rumah/pekarangan, memperbaiki rumah, dan lain-lain. Menghormati orang lain dan selalu berbuat hal yang disenangi oleh orang tuanya. Juga diharapkan agar suami selalu memenuhi kehendak istri yang sedang hamil.

Lambang-lambang atau Makna-makna yang Terkandung dalam Unsur-unsur Upacara:

Pada umumnya setiap benda yang digunakan dalam upacara mengandung arti atau makna khusus sesuai dengan konsep alam pikiran masyarakat pendukungnya. Adapun lambang-lambang yang terdapat dalam upacara “Nujuh Bulanin”, dapat dikemukakan sebagai berikut:

Doa, lambang penyerahan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama yang dianutnya.

Mantera, lambang kekuatan untuk menundukkan makhluk halus, orang yang akan membacakan mantera dianggap orang yang mempunyai kekuatan untuk menundukkan roh halus.

Bunga tujuh macam, mengandung arti tujuh sifat: hidup, kekuatan, penglihatan, pendengaran, perkataan, perasaan, dan kemauan.

Tujuh macam buah-buahan yang dibuat rujakan melambangkan rasa kekeluargaan, kegotongroyongan masyarakat, kesu¬buran, dan kemanisan hidup.

Kain batik dimaksudkan untuk memberikan perlengkapan dan pakaian suci dan bersih bagi roh-roh halus.

Air yang dipakai untuk menyiram (memandikan si ibu hamil) mempunyai makna kesucian, air adalah merupakan salah satu unsur asal manusia.

Kain Putih, merupakan lambang kesucian hati.

Telur ayam, merupakan lambang kebulatan tekad disertai keikhlasan dalam menerima segala macam pemberian dari Sang Pencipta.

Kemenyan, merupakan lambang magis sakral, asap kemenyan yang wangi mengundang hadirnya makhluk halus yang baik dan mengusir makluk halus yang jahat, agar yang hamil diber¬kati dan dilindungi keselamatannya.

Beras putih, mempunyai makna keselamatan hidup di dunia.

Nasi tumpeng dan lauk pauknya, mempunyai makna suatu pengharapan adanya rasa tenteram bagi keluarga.

Minyak kelapa, melambangkan pelicin, yang berarti segala apa yang diminta akan terkabul.

Kue-kue tradisional terutama yang berasal dari padi menjadi beras lalu menjadi tepung dan diberi gula merah, melambang¬kan suatu cita-cita, bahwa setiap tanaman akan semanis kue-kue tersebut.

Sesajen, merupakan simbol upacara yang mempunyai makna permohonan kepada roh nenek moyang, agar dapat melindungi dan terhindar dan segala macam bahaya, penyakit, maupun kelainan dan kandungan, dan terhindar dari gangguan makhluk halus.

 

 

Keterangan

Tahun :2019

Nomor Registrasi :201900921

Nama Karya Budaya :Nujuh Bulanin Betawi

Provinsi :DKI Jakarta

Domain :Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan

Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda