Nujuh Bulanin Betawi (2)

0
973

Keluarga dari pihak istri dan keluarga dari pihak suami ter¬utama dan kaum ibunya, juga sangat berperanan, karena mereka yang membantu tenaga dan pikiran supaya upacara dapat ber¬langsung dengan baik.

Dukun beranak sebagai penyelenggara teknis upacara, me¬rupakan pihak yang bertanggung jawab atas terselenggaranya selamatan ini. Dukun ini bertugas sebagai penghubung untuk menyampaikan berbagai keinginan dan harapan yang punya hajat.

Kelompok pengajian ibu-ibu yang membacakan doa-doa dan ayat-ayat suci Al Quran merupakan kelompok pembantu ibu dukun beranak dalam pelaksanaan upacara ini. Salah satu ayat dari kitab suci Al Quran yang dibacakan pada selamatan ini adalah Surat Yusuf, dengan harapan agar kelak bayi yang akan dilahirkan berparas dan berperangai seperti Nabi Yusuf dalam keluhuran budi dan akhlaknya, kesabaran dan kepatuhannya kepada orang tua.

Sanak keluarga kaum ibu yang masih muda dan gadis-gadis bertugas menyiapkan penganan berupa kue-kue, seperti dodol, wajik, uli, dan lain-lain. Juga kadang dibuat nasi tumpeng dengan lauk pauknya dan sayur urapan.

Tamu-tamu lainnya termasuk para tetangga ikut terlibat se¬bagai undangan. Mereka hadir untuk berpartisipasi dan ikut me¬manjatkan doa bagi si ibu yang hamil serta bayi yang dikandung¬nya. Semua hadirin yang terlibat dalam upacara ini hadir sesuai yang dijadwalkan.

Persiapan dan Perlengkapan Upacara

Menjelang usia kandungan tujuh bulan, si suami dan istri sudah mulai bersiap-siap untuk merencanakan upacara “Nujuh Bulanin”. Rencana ini segera diberitahukan kepada orang tua kedua belah pihak, dan penye¬lenggaraannya dapat dikerjakan bersama-sama pula. Rencana ini biasanya mendapat dukungan dan diselesaikan secara gotong royong, hal ini karena ikatan kekeluargaan yang sudah erat di antara mereka.

Bila sudah tiba waktunya, mereka mempersiapkan segala yang diperlukan, seperti mempersiapkan bahan untuk membuat rujak yang terdiri dari 7 macam huah-buahan, yaitu : buah delima, mangga muda, jeruk merah (jeruk Bali), pepaya Mongkal, bengkuang, kedondong, ubi jalar, serta bumbu rujak yang terdiri dari gula merah (gula jawa), asam jawa, cabe rawit, garam, terasi, dan lain-lain.

Buah delima jangan sampai ketinggalan, begitu juga jeruk bali merah. Menurut mereka, buah delima yang masak dan berwarna merah akan membuat bayi yang akan dilahirkan kelak sangat menarik dan disenangi orang. Jeruk bali merah mempunyai maksud tersendiri. Jeruk merah biasanya rasanya manis dan enak dibuat rujak, dan bila dikupas kulitnya mudah terkelupas. Hal ini diumpamakan agar bayi yang akan dilahirkan kelak akan mudah dan lancar serta tidak mengalami kesulitan, semudah mengupai jeruk merah tersebut.

Untuk keperluan mandi disiapkan tempat air. Orang Betawi dulu menggunakan “jolang” berbentuk lonjong dan terbuat dari kaleng atau seng, sekarang dipergunakan ember plastik yang ber¬ukuran cukup besar. Ke dalam ember itu diisikan 7 macam bunga yang harum baunya, seperti : bunga mawar merah, mawar putih, melati, kenanga, cempaka, sedap malaria, dan bunga tanjung. Dipilihnya jenis-jenis bunga ini karena banyak digemari orang, dengan harapan bayinya kelak juga akan disenangi orang-orang di lingkungannya.

Selain tujuh macam bunga, untuk mandi juga dipergunakan 7 helai kain batik dan baju kebaya (blouse) 1 potong, telur ayam kampung 1 butir, dan minyak wangi. Air untuk mandi digunakan air yang bersih dan diambil dari tujuh mata air atau tujuh sumur.

Untuk keperluan “ngorog” atau “ngirag” perlu disediakan kembang dan beberapa mata uang lobam ratusan atau lima pu¬luhan serta kain putih sebanyak kurang lebih satu meter. Kembang yang dipakai sama dengan kembang yang digunakan untuk mandi. Kembang dan uang logam digulung longgar dengan kain putih, seperti orang menggulung tembakau dengan kertasnya. Gulungan kain putih yang berisi kembang dan uang logam tadi dismpan dahulu untuk dipergunakan nanti setelah acara mandi.

Sesajen yang ditempatkan pada buah bakul berisi antara lain: beras 3 liter, sebutir kelapa, garam satu bata, dan bumbu dapur (cabe, bawang, terasi, kunyit, dan lain-lain). Bakul sesajen di¬tutup dengan sehelai kain putih.

Sedangkan perlengkapan di atas, yang tidak boleh dilupakan ialah kemenyan dan perasapannya. Asap kemenyan dipandang sebagai sesuatu yang mempunyai kekuatan magis sebagai media untuk dapat berhubungan dengan alam semesta. Selain itu juga mempunyai makna untuk memanggil roh nenek moyang mereka di mana diharapkan roh tersebut akan menjaga anak cucunya dari segala gangguan makhluk halus.

Jalannya Upacara

Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, seorang ibu wakil dari pihak keluarga yang punya hajat menyampaikan sambutan dan menjelaskan maksud penyelenggaraan upacara tersebut. Acara dilanjutkan dengan pengajian dengan membaca ayat-ayat suci Al Quran, terutama Surat Yusuf, serta memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembacaan ayat Surat Yusuf dimaksudkan agar bayi yang akan lahir kelak dapat meneladani sifat-sifat Nabi Yusuf serta mempunyai paras yang rupawan.

Selesai pembacaan doa-doa, lalu air putih di dalam gelas yang telah dipersiapkan sebelumnya dan diletakkan di tengah-tengah ibu-ibu yang tengah mengaji, diminumkan kepada calon ibu yang diselamatkan, dengan harapan agar bayi yang dikandungnya dapat lahir selamat dan lancar tanpa aral rintangan.

Dukun beranak yang memegang peranan di sini menggandeng si ibu hamil menuju ke tempat mandi atau halaman rumah yang akan dipakai untuk tempat memandikan, diikuti oleh kaum Ibu Iainnya. Di tempat ini si ibu hamil didudukkan di atas kursi dengan baju lengkap dan kain sedikit dilongarkan. Ibu dukun mulai mengucapkan “Bismillaahirrakhmaanirrakhim”, lalu di¬ikuti dengan membacakan doa-doa dan mantera yang diucapkan di dalam hati. Setelah itu dukun beranak itu memegang ubun-ubun kepala si ibu hamil dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegang gayung yang dicidukkan ke dalam air kembang lain diguyurkan di atas kepala si ibu hamil, kemudian diulang sampai tujuh kali hingga sekujur tubuh si ibu hamil basah kuyup. Setelah itu kain dan baju si ibu hamil diganti yang baru.

Tugas siraman kedua diserahkan kepada suami si ibu hamil. Dengan mengucapkan “Bismillaahirrakhmaanirrakhim” si suami pun mengguyurkan air ke kepala istrinya. Selanjutnya berturut¬turut dilakukan oleh ibu, mertua, dan kerabat wanita si ibu hamil hingga seluruhnya berjumlah 7 orang. Selesai acara siraman, si ibu hamil lalu mengeringkan badan dan rambutnya dengan handuk.

Selanjutnya si ibu hamil berdiri dengan posisi kedua kaki agak melebar dan kainnya agak dilonggarkan sambil kainnya dipegangi oleh ibu-ibu yang lain, sehingga tampak seolah-olah si ibu hamil itu berada dalam kurungan kain. Kemudian dukun beranak me¬ngambil sebutir telur yang diletakkan di dalam air kembang. Telur itu diletakkan di ubun-ubun si ibu hamil. Sambil tetap digenggam, telur itu seolah-olah digelindingkan dari kepala sampai ke dada dan perut si ibu hamil. Sebelum telur diluncurkan, si dukun mengucapkan mantera yang berbunyi :

“Assalaamualaikum, waalaikum salam Sami Allah nutup iman

Masuk aken si jabang bayi

Masuk aken si putih

Si jabang bayi rep sirep

sing idup putih”

Mengucapkan mantera di atas oleh dukun disebut “disampur¬nain”. Selesai membacakan mantera, telur kemudian diluncur¬kan, lalu dijatuhkan hingga pecah. Dengan demikian, maka selesailah tahap kedua upacara “Nujuh Bulanin”.