Jakarta – Kegiatan Rapat yang dilaksanakan pada tanggal 27-29 September 2016 merupakan tahapan awal yang dilakukan Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya bersama komunitas, budayawan serta akademisi dalam rangka pengusulan warisan budaya ke dalam ICH List UNESCO. Sebelumnya UNESCO telah menetapkan Pertunjukan Wayang (2008), Keris Indonesia (2008), Batik Indonesia (2009), Pendidikan dan Pelatihan Batik Indonesia (2009), Angklung Indonesia (2010), Tari Saman (2011), Tas Noken (2012) dan yang terakhir Tiga Genre Tari Bali pada tanggal 12 Desember 2015 lalu.

Salah satu syarat pengajuan Warisan Budaya ke UNESCO adalah tercatatnya warisan budaya tersebut ke dalam data Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Melalui Direktorat WDB, Indonesia telah melakukan program Pencatatan dan Penetapan Warisan Budaya Takbenda yang rutin dilakukan setiap tahunnya.

Dari 4 (empat) warisan budaya yang dibahas kali ini yaitu Pantun Melayu, Pencak Silat, Pawukon dan Lariangi maka akan dipilih 1 yang akan diusulkan mewakili Indonesia menjadi nominasi ICH List UNESCO pada tahun 2019. Keempat warisan budaya tersebut memiliki tim kerja masing-masing yang terdiri dari Komunitas, Budayawan, Dinas Provinsi dan BPNB. Selanjutnya tim kerja akan membahas bersama-sama mengenai warisan budaya dan menyusun sebuah Naskah Akademik untuk kemudian dinilai oleh Tim Penilai yang diketuai oleh Direktur Jenderal Kebudayaan.

Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid yang hadir di sela-sela acara menyampaikan bahwa “Pengusulan ini bukanlah ajang kompetisi memilih warisan budaya yang terbaik untuk diusulkan, semua warisan budaya sama-sama memiliki nilai lebih, tetapi kegiatan ini untuk memilih satu dari sekian banyak warisan budaya yang akan mewakili dan membawa nama Indonesia ke UNESCO”, ujarnya.

Indonesia sendiri berkesempatan mengusulkan 1 (satu) warisan budaya yang akan ditetapkan oleh UNESCO per 2 tahun. Setelah Tiga Genre Tari Bali ditetapkan pada tahun 2015, maka Tahun 2017 Indonesia berkesempatan mengusulkan Pinisi untuk ditetapkan UNESCO.