Al Mujazi Mulku Zahari: Penjaga Tradisi Kabanti, Pewaris Naskah Buton

0
1466

Di tangan Al Mujazi Mulku Zahari, naskah-naskah Buton masih terpelihara dengan baik. Ia telah mendedikasikan dirinya untuk menjadi pelestari Pusaka Walio dan Naskah Kuno Nusantara.

Al Mujazi Mulku Zahari adalah sosok pria bersahaja. Kini hidupnya ia didedikasikan untuk menjaga naskah-naskah Buton, pekerjaan yang ia warisi dari sang ayah, Abdul Mulku Zahari. “Ayah memang pernah berpesan agar saya melanjutkan tugasnya sebagai penjaga naskah-naskah Buton,” kata Al Mujazi. Dan, begitu ayahnya berpulang, pesan tersebut ia emban tanpa keraguan sedikit pun.

Secara materi tentu dunia yang digelutinya itu tidak menghasilkan banyak keuntungan material. Akan tetapi, boleh jadi karena buah dari ketulusan, kegigihan dan konsistensinya melanjutkan peran sang ayah, ada saja “rezeki” sehingga ia mampu membesarkan anak-anaknya hingga sukses di bidang mereka masing- masing.

Ayah Al Mujazi, Abdul Mulku Zahari, adalah tokoh masyarakat dan budayawan Buton yang hasil karyanya saat ini sudah menjadi objek penelitian ilmu pengetahuan baik di tingkat lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Semasa hidupnya, Abdul Mulku Zahari menjabat sebagai sekretaris Sultan Buton ke- 38, Yang Mulia Sultan La Ode Muhammad Falihi. Sebagai orang kepercayaan sultan, kerap ia diutus ke berbagai daerah mendampingi dan mewakili sultan dalam setiap kegiatan, di antaranya menjadi juru bicara Sultan Buton padai pertemuan Raja-raja Nusantara di Sungguminasa, Goa, Sulawesi Selatan pada tahun 1954. Ia pun pernah menjadi ketua delegasi Buton menemui gubernur Sulawesi dterkait sengketa swapraja dengan DPRD Buton ,tahun 1954. Ia pula yang mewakili sultan dalam penyelesaian sengketa tanah antara Rongi dan Hendea di Distrik Sampolawa, tahun 1958. Abdul Mulku Zahari pun pernah menjadi juru bicara Sultan Buton pada pertemuan persiapan pembentukan daerah tingkat II dan I Sulawesi Tenggara. Selain itu, pada tahun 1964, ia pun pernah menjabat sebagai kepala Distrik Lassalimu dan juga pernah menjabat sebagai sekretaris daerah Buton.

Dari sederetan perjalanan hidup sebagaimana kisah di atas, ternyata peran Abdul Mulku Zahari yang teramat penting justru terkait dengan penerjemahan naskah-naskah kuno peninggalan leluhur Buton ke dalam bahasa Indonesia. Peran inilah yang kemudian dilanjutkan oleh Al Mujazi Mulku hingga saat ini.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Achdiati Ikram dkk, tahun 2001, sedikit terdapat 320 naskah yang terdiri atas kurang lebih 6.505 halaman. Sebuah warisan itu tentunya hanya dapat dilahirkan dari kerajaan/kesultanan yang memberi perhatian dan daya hidup bagi intelektualisme. Dan, kalua saja bukan karena ketekunan dan tanggung jawab moral akan masa depan pemikiran Kesultanan Buton, Abdul Mulku Zahari mungkin tidak akan sesetia itu menjaga naskahnya. Kini tanggung jawab tersebut berada di putra bungsunya, yaitu Al Mujazi Mulku Zahari.

Menurut Al Mujazi, berangkat dari pesan sang ayah, ada beberapa peran penting yang mesti ia jalani sebagai “penjaga” adat dan budaya Buton. Pertama, dari sang ayah ia belajar terkait konsistensi menjaga naskah. Ia meyakini bahwa jantung kebudayaan Kesultanan Buton ada di dalam naskah-naskah tersebut. Jika naskah-naskah itu hilang atau tidak terurus, maka dapat dipastikan masyarakat Buton khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya akan kehilangan jejak masa silamnya. Itu berarti akan menjadi kecelakaan sejarah bagi masyarakat Buton sendiri. Kedua, harus belajar banyak cara untuk mensyukuri hidup dan senantiasa berbahagia di atasnya. Meski secara nansial tidak mendapatkan hal yang seimbang dari kegiatan menjaga naskah, termasuk museum di dalamnya, akan tetapi ia tetap bersyukur atas itu semua. Ketiga, belajar mencintai pekerjaan secara total sebagaimana yang dilakukan oleh sang ayahnya. Dunia menjaga naskah dan museum Kesultanan Buton menjadi dunia yang sangat berarti bagi Al Mujazi. Ia tidak pernah mengeluh sedikit pun untuk melaksanakan amanah tersebut. Ia selalu memiliki api cinta di dalam menjalankan pekerjaannya itu.

Ternyata, berkat ketulusan, kerja keras dan cinta yang dimiliki Al Mujazi Mulku Zahari atas pekerjaannyaitu, ia pun mendapatkan banyak anugerah dan tidak terhitung jumlahnya. Mulai dari anak- anaknya yang mendapatkan banyak beasiswa ketika sekolah, kemudian juga mereka mudah mendapatkan pekerjaan yang layak. Meski demikian ada relung kesedihan di dalam diri Al Mujazi. Sebab, salah satu anaknya yang ia idam-idamkan untuk melanjutkan pekerjaan menjaga naskah di kemudian hari, justru meninggal dunia persis di depan rumah mereka karena jatuh dari motor. Kejadian tersebut sempat membuatnya shock, akan tetapi ia dapat kembali bangkit untuk melanjutkan amanah menjaga naskah-naskah Buton serta melestarikannya.

Dua di antara banyak naskah Buton yang paling banyak dibicarakan adalah Kabanti Bula Malino karya Sultan Muhammad Idrus dan Ajonga Inda Malusya karya Haji Abdul Ganiyu. Ratusan naskah lainnya kini masih berada di rak dan sebuah peti tua. Naskah-naskah tersebut berisikan tentang bahasa, hikayat, hukum, Islam, sejarah, silsilah, surat-surat, syair, dana pa yang dinamakan Kitab Martabat Tujuh. Berkat koleksi naskah tersebut, telah ratusan peneliti dan pakar sejarah dan budaya yang memanfaatkannya untuk kepentingan karya ilmiah maupun penulisan karya sastra.

Saat ini Al Mujazi sedang melakukan penulisan ulang atas naskah-naskah klasik Buton tersebut serta berusaha menerjemahkan dan menerbitkannya dalam bahasa Indonesia. Dengan begitu, ia berharap anak-anak generasi muda dapat membaca naskah-naskah tersebut dan dapat belajar dari masa lalu untuk mengantisipsi setiap tantangan yang datang di masa depan. Berkat kerja keras dan ketenukannya inilah, Al Mujazi mendapatkan apresiasi dan penghargaan sebagai Maestro Seni Tradisi 2017.