Ma’nene merupakan ritual adat mengganti pakaian mayat para leluhur. Upacara ini dilakukan setiap tiga tahun sekali dan biasanya pada bulan Agustus. Masyarakat yang masih rutin mengadakan Ritual Ma’nene diantaranya masyarakat Lembang Lempo Poton, Kecamatan Rindingallo di Toraja Utara.
Proses Ma’nene sudah berlangsung sejak lama dan waktu pelaksanaannya berdasarkan kesepakatan bersama keluarga dan tetua adat melalui musyawarah desa.
Tahapan awal ritual Ma’nene yakni dimulai dengan pembersihan patane atau Liang kubur tempat jenazah serta tengkorak manusia di dalamnya. Selanjutnya dalam beberapa hari keluarga akan berkunjung dan membawakan barang yang disukai oleh jenazah semasa hidupnya berupa permen, rokok, buah dll. Masyarakat Toraja percaya ruh mereka tetap ada didekat mereka. Di dalam patane terdapat ratusan jenazah yang telah menjadi tulang belulang dan berumur ratusan tahun.
Selanjutnya mayat-mayat yang dikeluarkan satu per satu dari patane yang lama kemudian dijemur dan diletakkan di depan patane yang baru. Masyarakat saling bahu-membahu dalam mengangkat peti mayat tersebut.
Sebelum dilakukan pembersihan, mayat dikeluarkan terlebuh dahulu dari peti dan selanjutnya di jemur di bawah terik matahari.
Ritual adat ma’nene dihadiri oleh keseluruhan keluarga dari jenazah walaupun mereka merantau di daerah yang jauh dari lembang buntu poton. Dalam momen ini suasananya terlihat sedih bahkan banyak juga sanak saudara/keturunannya yang menangis.
Hal ini merupakan bentuk salah satu kegiatan upacara adat dan merupakan perpaduan antara kematian, seni dan ritual serta sebagai perwujudan dari rasa cinta mereka kepada para leluhur, tokoh atau kerabat yang sudah meninggal dunia.
Selanjutnya mayat dibersihkan dengan memakai kuas untuk menhilang kotoran/debu yang menempel pada tubuhnya.
Upacara ritual kuno ini merupakan bentuk penegasan keberadaan status sosial mereka. Kegiatan itu sudah dilakukan turun temurun dan ini hanyalah salah satu bentuk contoh kegiatan ritual adat yang sampai sekarang masih dilakukan.
Pakaian lama yang sudah melekat bertahun-tahun dilepas dari tubuh mayat, mulai dari dasi, kemeja, celana,sepatu digantikan dengan pakaian baru,
Di Patene mayat keluarga yang mulai berumur puluhan tahun sampai ratusan tahun tersimpan dengan keadaan utuh, karena sebelumnya diberi bahan pengawet seperti halnya “Mummy”.
Mayat yang tubuhnya sudah tidak utuh akan dibungkus dengan kain merah karena kain menyimbolkan bagi mereka mayat tersebut merupakan dari golongan kasta tinggi yang dihormati. Mayat yang telah terbungkus kain merah akan dimasukkan kembali kedalam peti dan diangkat kedalam patene.
Selanjutnya, untuk mayat yang sudah pakaiannya terganti langsung dikembalikan ke dalam liang batu. Kemudian pintu liang ditutup rapat dan digembok, liang ini akan terbuat pada saat ritual adat ma’nene selanjutnya.
Di bagian lainnya juga terdapat bagian-bagian tubuh dari hewan (babi dan kerbau) yang dijadikan kurban persembahan yang biasa disebut dengan ma‟pesung. Bagian daging yang merupakan bagian yang mencakup seluruh bagian dari seluruh tubuh hewan kurbanyang dimasak tersendiri kemudian penyuguhan sesajen itu nantinya didahulukan daripada penyuguhan makanan untuk manusia, sajian dari daging kurban persembahan beserta makan dinamakan pesung, tapi upacara kurban persembahannya disebut dengan ma‟pesung.
Setelah semua warga sudah berkumpul dan sudah disuguhi minuman dan kue, maka tokoh agama yaitu pemimpim ibadah ( Pendeta ) melakukan doa bersama sebelum makan bersama dan merupakan rangkaian terakhir dari acara Ma’nene tersebut.
Masyarakat toraja akan tetap mempertahankan ritual Ma’nene dan ritual adat lainnya yang merupakan warisan nenek moyang mereka. Sehingga anak-cucu mereka dapat merasakan ritual tersebut sebagai warisan leluhur.
Film dokumenter Ritual Ma’nene dapat disaksikan dalam Youtube Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi dalam tautan berikut ini.