Sumber : https://www.cakra101.com/2019/03/04/memajukan-kebudayaan-memperteguh-jati-diri-bangsa/
Media cakra 101-Banten. Kesatuan Adat Kasepuhan Banten Kidul (SABAKI) yang diketui Sukanta, merupakan wadah yang menaungi beberapa Kasepuhan yang ada di 2 propinsi, Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten. Jawa Barat ada di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi sedangkan Banten ada di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang, mengadakan Riungan Gede Kasepuhan Adat Banten Kidul ke-11.
Riungan ini di selenggaran selama 3 hari (1-3 Maret 2019) bertempat di Stadion Janursadat Citorek Tengah, Citorek Kecamatan Cibeber kabupaten Lebak, Banten. Acara ini diadakan setiap lima tahun sekali. Kali ini mengambil tema “Mendorong Pengakuan Wilayah Adat” yang diikuti lebih dari 1.550 peserta kasepuhan dan dihadiri oleh Menkominfo, Menteri LHK, Bupati Lebak, wakil Bupati Lebak, Ketua DPRD Kabupaten Lebak, dan Kapolda Banten beserta jajarannya serta tamu undangan lainya.
Pada hari kedua, Sabtu (2/3/2019) diselenggarakan sarasehan dengan tema Kemajuan Kebudayaan, dalam paparannya Dra. Christriyati Ariani, MHum., Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyampaikan bahwa, “Budaya yang kita miliki dan nilai-nilai luhur yang sudah dilestarikan secara turun temurun dari generasi ke generasi bukan hal yang bertentangan dengan agama dan aturan pemerintah”.
“Bagaimana kita harus mengembangkan, melindungi, memanfaatkan dan membinanya serta memajukan kebudayaan sehingga bisa memperteguh jatidiri kita sebagai bangsa. Kita menjadi bangga bagaimana kekuatan budaya, keberagaman budaya kita, upacara Seren Taun yang sudah dijalankan lebih 600 tahun yang dijalankan setiap tahun membuktikan bahwa sebagai wujud rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.”
Adanya keberagaman dan perbedaan budaya adalah untuk mempersatukan, “Bahkan Bapak-bapak yang hadir pada hari ini menunjukkan persatuan dan kesatuan bangsa.” Tambahnya.
Media Cakra101 yang meliput langsung kegiatan ini menyaksikan lebih dari 1.500 orang yang datang dari berbagai kasepuhan, hal ini terlihat dari berbagai macam corak pakaian, ikat kepala dan lain sebagainya, mereka bersatu dalam satu tenda besar tanpa melihat perbedaan yang ada.