Liputan6.com, Cilacap – Elma Septiani (15) tampak serius menggarap lembaran soal Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) Mata Pelajaran (Mapel) untuk siswa penghayat kepercayaan di SMP Negeri 3 Gandrungmangu, Cilacap, Jawa Tengah, Senin, 16 April 2018.
Wajahnya sumringah. Dari 45 soal, yang terdiri atas 40 isian ganda dan lima uraian, berhasil dijawabnya dengan gemilang.
“Yang sulit nama-nama kelompok penghayat kepercayaan di luar Jawa, yang di Sumatera,” ucapnya, usai mengikuti [USBN](https://www.liputan6.com/search?q=usbn “”) 2018
Elma Septiani dan Septian Dwi Saputro (16) adalah dua di antara lima siswa penghayat kepercayaan di Cilacap yang mengikuti USBN Mapel Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Senin, 16 April 2018, barangkali akan dicatat dalam sejarah pendidikan Indonesia. Untuk kali pertama, siswa penghayat kepercayaan mengikuti USBN yang sesuai dengan keyakinannya. Para pelaku sejarah ini mencatatkan sejarah perjuangan panjang para penghayat kepercayaan di Indonesia.
Elma berkisah, dua orang tuanya adalah penghayat kepercayaan yang taat. Tetapi, sejak sekolah dasar (SD), ia mengikuti ujian sekolah (US) dan USBN dengan menginduk ke agama lain.
Siswa Penghayat Kepercayaan Pernah Menginduk ke Agama Lain
Musababnya, saat itu, Mapel Kepercayaan belum dimasukkan sebagai salah satu materi wajib. Hanya ada sejumlah agama tertentu yang diperbolehkan mengikuti US dan USBN.
Namun, pada 2016, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, Anies Baswedan, menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Sejak saat itu, sekolah-sekolah di Indonesia, wajib hukumnya untuk melayani pendidikan para siswa penghayat kepercayaan. Terhitung dua tahun kemudian, pada 2018, siswa penghayat di Indonesia bisa mengikuti USBN seusai dengan keyakinannya.
Senada dengan Elma, Septian Dwi Saputro alias Asep juga mengaku bahagia bisa mengikuti USBN seusai dengan keyakinannya. Dan menurut dia, soal dalam USBN Mapel Kepercayaan cukup mudah.
Ia mengaku mempersiapkan diri baik-baik sebelum USBN ini. Mulai dari materi mengenal tempat ibadah agama-agama di Indonesia, nama-nama penghayat kepercayaan, penyebutan Tuhan di kelompok penghayat kepercayaan di Indonesia, hingga kearifan lokal.
“Biasa, sih. Tidak ada yang sulit banget,” Septian menuturkan.
Layanan Pendidikan untuk Siswa Penghayat Kepercayaan
Kepala SMP Negeri 3 Gandrungmangu, Saleh, menerangkan di sekolah yang dipimpinnya, ada lima siswa penghayat kepercayaan. Mereka terdiri atas siswa kelas 7,8 dan 9.
Namun, satu di antaranya mengundurkan diri. Alasannya, waktu itu ia telah duduk di kelas 9, sehingga hanya menyisakan satu tahun pelajaran.
Sementara, pada kelas 7 dan 8, siswa tersebut telah mengikuti pelajaran agama tertentu. Rapornya pun sudah berisi nilai agama lainnya.
“Secara prinsip, kami akan melayani pendidikan seluruh agama atau kepercayaan yang ada di sekolah ini. Mau dilanjutkan kami siap,” Saleh menjelaskan.
Tahun ini, di SMP Negeri 3 Gandrungmangu, ada 190 siswa yang mengikuti USBN. Di luar Islam, ada dua siswa penghayat kepercayaan dan satu siswa Kristiani yang mengikuti USBN.
Data Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), secara keseluruhan, di Cilacap, ada lima siswa penghayat kepercayaan SLTP yang mengikuti USBN. Tiga siswa lainnya ada di SMP Negeri 1 Jeruklegi dan SMP Negeri 2 Adipala.