MAGELANG, KOMPAS.com – Seni dan budaya menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Desa yang terletak sekitar 15 kilometer dari puncak Gunung Merbabu ini hampir tidak pernah sepi dari festival kesenian rakyat.
Kesenian rakyat itu meliputi Saparan, Sadranan, pentas kelompok senitari Topeng Ireng, Kuda Lumping hingga tari Soreng peninggalan leluhur yang berusia hampir seabad. Seluruh warga terlibat dalam setiap festival dengan sukarela.
Dalam setahun, desa ini paling sedikit mengadakan lima festival kesenian tradisional.
Semua warga terlibat dalam gelaran tersebut demi membangun semangat gotong royong.
Kepala Desa Bandungrejo Pujiono mengatakan, selain menjadi petani, sebagian besar warga menggeluti kesenian tradisional, dari anak kecil hingga lanjut usia.
Puluhan kelompok seni lahir di desa berhawa dingin ini, termasuk kelompok seni musik.
“Di tingkat dusun ada 16 kelompok seni, di desa ada 40, dan di kecamatan ada 120. Kami ingin melestarikan sekaligus mempupuk kebersamaan melalui seni dan budaya ini,” kata Pujiono di sela-sela acara Perti Dusun Bangdungrejo, Sabtu (4/11/2017) sore.
Dalam setiap festival, selalu ada penampilan berbagai seni tari tradisional maupun kontemporer karya warga. Ada juga beragam gunungan hasil bumi yang mengandung makna tertentu.
Menurut Pujiono, gunungan hasil bumi dan tumpeng dengan tinggi mencapai 2 meter, merupakan simbol rasa syukur kepada Tuhan atas tanah yang subur serta hasil panen yang melimpah. Harapannya, Tuhan senantiasa memberikan anugerah alam hingga seterusnya.
Taryono, Kepala Dusun Bandungrejo, Desa Bandungrejo, menuturkan bahwa kelompok-kelompok seni yang berkembang di dusun ini bukan menjadi pemicu perpecahan, akan tetapi justru menjadi sarana pemersatu warga. Mereka tumbuh dan berkembang sejak puluhan tahun silam.
Seni tari tradisi diwariskan dari generasi ke generasi. Maka, tidak heran jika hampir semua pemuda, anak-anak, dan orang tua bisa menari atau bermain musik tradisional.
“Warga kami tidak ada yang merantau. Mereka tetap memilih bertani sambil menari bergabung dengan komunitas yang ada,” ucap Taryono.
Kekayaan seni tradisi di dusun ini sudah bukan hal asing bagi masyarakat Kabupaten Magelang. Komunitas mereka kerap diundang untuk mengisi berbagai acara, baik pemerintahan maupun pribadi.
“Kami juga sering diundang ke luar kota, pernah ke Temanggung, Solo, Yogyakarta, dan Semarang. Kalau ada kesempatan ya kepengin juga ke luar negeri,” ujarnya tersenyum.
Desa pelestari seni budaya
Atas prestasi-prestasi itu, pantas jika desa di ketinggian 1050 mdpl ini dinobatkan sebagai Desa Pelestari Seni Budaya di Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Sri Hartini mengatakan, Desa Bandungrejo layak menyandang gelar tersebut karena terbukti nyata bahwa warga sangat mencintai seni tradisi warisan nenek moyang.
Sri menyatakan bahwa desa tersebut menjadi bukti bahwa jiwa gotong royong masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.
“Mereka keren sekali. Ini anugerah Tuhan, aset bangsa yang luar biasa. Mereka ini penjaga persatuan bangsa. Kalau ada yang mengatakan gotong royong sudah tidak ada, sama sekali tidak, di sini buktinya,” ujar Sri.
Sri menegaskan, pemerintah terus mendukung upaya pengembangan seni dan budaya di Indonesia. Karena, sektor ini penting sebagai penguat rasa kebangsaan, memperkokoh persatuan dan pengikat cita-cita bangsa.
Tidak hanya itu, kegiatan seperti festival seni ini tanpa disadari telah menanamkan pendidikan karakter kepada generasi muda. Harapannya desa ini menjadi role model desa lain di Indonesia untuk kreatif melakukan hal serupa.
“Kegiatan ini sekaligus menanamkan pendidikan karakter anak bangsa. Menumbuhkan jiwa gotong royong, hidup rukun dan jujur,” ucapnya.
Sri menyatakan akan terus menggali potensi-potensi seni budaya di Indonesia. Dia menyarankan agar di masa depan kegiatan ditambah dengan dolanan anak tradisional, olahraga tradisional dan lainnya.