Kajang, Sulawesi Selatan – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi fasilitasi perwakilan dari 15 daerah untuk berguru ke Suku Kajang, pada Rabu (4/12).
Perguruan ke Suku Kajang dilakukan dengan kunjungan lapangan sebagai ajang berbagi implementasi praktek baik yang diterapkan dalam menjaga adat serta tradisi. Peserta bisa melihat langsung kehidupan masyarakat Kajang.
Peserta terdiri dari elemen pemerintah daerah serta tokoh adat dari 15 daerah yang sedang dalam proses penyusunan Peraturan Daerah tentang pengakuan komunitas adat. 15 (lima belas) daerah tersebut yaitu: Raja Ampat, Kepulauan Aru, Halmahera Tengah, Majene, Sumba Timur, Sikka, Lombok Timur, Lombok Utara, Hulu Sungai Tengah, Barito Utara, Murung Raya, Lampung Timur, Indragiri Hulu, Kampar, dan Tobasa.
Masyarakat Kajang hidup dengan menjunjung tinggi 3 (tiga) aturan yaitu hukum adat, aturan agama, serta hukum negara.
‘Hutan adalah sumber kehidupan!,” tegas Ammatoa. Hukum adat dalam Suku Kajang sangat menghormati alam. Sebagai contoh, yang termasuk pelanggaran berat yaitu masyarakat tidak boleh menebang pohon, tidak boleh menggangu lebah, dan tidak boleh mengambil ikan tanpa ijin. Hukuman atas pelangaran berat yakni denda 12 real (senilai dengan 12 juta) dan denda 12 meter kain kafan.
Adapun, contoh aturan adat yang paling dasar dan berlaku sehari-hari yaitu masyarakat Kajang menggunakan pakaian serba hitam, serta tidak menggunakan alas kaki.