Sumber : Radar Bali (http://www.jawapos.com/radarbali/read/2017/08/27/10042/pengajar-muatan-lokal-diajak-melestarikan-warisan-budaya )
Penulis : Ni Kadek Novi Febriani; Editor : Ali Mustofa
Para guru yang mengajar muatan lokal (mutlok) berkumpul membahas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PTBET). Mereka dituntut tidak gagap menghadapi tantangan perubahan zaman.
PERAN guru di sekolah sangat penting dalam menanamkan kebudayaan daerah kepada para siswa.
Seluruh guru muatan lokal SD, SMP dan SMA yang ada di Provinsi Bali berkumpul berjumlah 130 guru kemarin di Denpasar Room, Hotel Sanur Paradise Jumat lalu (25/8).
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memliliki program penyusunan analisis konteks Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (PTBET) Berbasis muatan lokal Bali.
Ini seperti dituturkan Dewi Indrawati, Kasubdit Pengetahuan dan Ekspresi. Dia menuturkan bahwa pendidikan merupakan suatu media yang efektif untuk menyampaikan pengajaran tentang kebudayaan kepada peserta didik.
Nah, dalam Sistem Pendidikan Nasional ada kurikulum mutlok yang diajarkan pada tingkat SD sampai SMA.
Dewi berharap mutlok dapat dijadikan sebagai media pembelajaran, pelestarian, sekaligus pewarisan budaya-budaya lokal di Indonesia.
Melalui mutlok, pengetahuan dan wawasan para peserta didik mengenai keragaman budaya beserta unsur-unsurnya akan bertambah.
“Selama ini yang mereka ketahui hanya kesenian sebagai unsur kebudayaan, padahal masih banyak unsur budaya lain yang memperkaya khasanah keragaman budaya di Indonesia,” ungkap Dewi
Lanjut Dewi, buku Analisis Konteks PTEBT diharapkan dapat memperkaya materi kurikulum mutlok di daerah-daerah, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai materi pembelajaran berkaitan dengan kebudayaan secara lengkap.
Di dalam buku ini juga tercantum panduan penggunaannya sesuai dengan tingkatan atau jenjang pendidikan.
“Dengan demikian hasil analisis itu tidak terfokus pada satu suku bangsa yang homogen, yang cenderung dominan, melainkan semua PTEBT yang berada dalam satu wilayah tersebut. Buku ini disusun oleh tim penulis yang berpengalaman dan kompeten di bidang kebudayaan, dari kalangan perguruan tinggi atau UPT (Unit Pelaksana Teknis) Dirjenbud (Direktorat Jenderal Kebudayaan),” jelasnya.
Dalam analisis konteks melibatkan pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, akademisi, masyarakat madani, budayawan, pelestari tradisi, dan guru.
Buku itu dapat dijadikan pedoman bagi para guru dan tenaga kependidikan sebagai salah satu buku sumber untuk menyusun buku teks, bahan ajar atau buku muatan lokal dalam sistem pembelajaran muatan lokal atau materi dalam pembelajaran diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lainnya yang sesuai kondisi daerah.
Menurut Dewi, permasalahan yang ada setiap daerah macam-macam. Seperti kebanyakan yang masih integrasi muatan lokal dan caranya pun masih sendiri-sendiri. Sehingga dengan adanya buku analisis konteks ini bisa menjadi pedoman setiap guru muatan lokal.
(rb/feb/pit/mus/JPR)