JAKARTA,(PR).- Revitalisasi Desa Adat (RDA) bukan hanya menyoal memperbaiki fisik bangunan. Lebih dari itu, RDA perlu dimaknai sebagai membangun kembali kesadaran akan akar tradisi.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid. Menurut dia, selama ini peserta RDA menjalankan program bantuan pemerintah untuk revitalisasi masih sebatas di permukaan saja.
“Berhenti pada memperbaiki apa yang rusak. Padahal revitaslisasi bukan hanya soal fisik. Melainkan kesadaran. Karena masalah fisik (bangunan-red) adalah konsekuensi dari kesadaran,” ujarnya saat membuka Workshop Fasilitasi Komunitas Budaya di Masyarakat (FKBM) dan RDA di Hotel Ciputra Jakarta, Senin, 20 Juni 2016 malam.
Dia mengingatkan, orientasi RDA adalah untuk menghidupkan kembali akar budaya yang selama ini sudah mulai ditinggalkan masyarakat yang tinggal di era moderenisasi. Diharapkan, revitalisasi desa adat memberikan dampak yang signifikan pada masyarakat untuk ikut melestarikan budaya di era teknologi seperti sekarang.
Workshop FKBM dan RDA tersebut berlangsung hingga Kamis, 24 Juni 2016 mendatang. Workshop tersebut merupakan workshop tahap dua yang diikuti 220 komunitas budaya dan 87 desa adat dari tujuh Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) yakni Aceh, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jawa Barat, Yogyakarta, Kalimantan Barat, dan Bali.
Adapun sebelumnya workshop tahap satu digelar di Makassar pada 13-17 Juni 2016 lalu dengan diikuti 115 komunitas budaya dan 53 desa adat dari BPNB Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua.***
URL: