Museum Kebangkitan Nasional kembali menyelenggarakan diskusi bulanan sejarah dan permuseuman. Kali ini tema yang diambil adalah “Museum dan Kurikulum 2013”. Penyelenggaraan yang berlangsung pada 18 September 2014 itu sebagian terbesar diikuti para guru di sekitar wilayah Jakarta Pusat.
Dua makalah disajikan pada kegiatan tersebut. Heni Waluyo Siswanto dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemdikbud menyajikan “Kurikulum 2013”, sementara Yunita Iriani Syarief dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menampilkan “Peran Museum dalam Kurikulum 2013”.
Menurut Waluyo, demikian biasa dipanggil, penyempurnaan kurikulum adalah sebuah keharusan, mengingat adanya tuntutan dan berbagai tantangan baik internal maupun eksternal. Untuk memenuhi tuntutan dan menjawab tantangan tersebut, maka dirumuskan SKL (Standar Kompetensi Kelulusan) yang bersifat umum dan mendasar yang menggambarkan lulusan sebagai insan yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki kecerdasan spiritual, sikap sosial, dan keterampilan yang memadai.
Sementara itu, menurut Yunita, museum sebagai salah satu institusi yang bertugas mengelola pembangunan dan pembinaan kebudayaan di NKRI berpeluang besar untuk ikut berkontribusi dalam mewujudkan cita-cita pembangunan nasional yang diamanahkan UUD RI. “Peran serta museum semakin dirasa penting dengan fenomena degradasi nilai budaya yang melanda bangsa dan negara ini, terutama generasi mudanya,” kata Yunita.
Kegiatan yang dimoderatori oleh Luthfi Asiarto ini cukup banyak menampung saran dan keluhan dari para guru. Misalnya tentang dilarangnya permintaan dana ke orang tua murid untuk berkunjung ke museum. “Kepala sekolah takut berurusan dengan KPK,” kata seorang guru. Masalah lain diungkapkan oleh seorang petugas museum. “Kalau rombongan sekolah, biasanya 200-300 murid datang, kami kerepotan. Ini karena tenaga pemandu sedikit ditambah waktu kunjungan yang singkat,” ujarnya.
Kegiatan diskusi bulanan ini dibuka oleh Kepala Museum Kebangkitan Nasional R. Tjahjopurnomo.