Jakarta – Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid, mewakili Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menghadiri Forum Kebudayaan dalam sidang UNESCO ke-40 di Kantor Pusat UNESCO, Gedung 7 Place de Fontenoy, 75007, Paris, pada Selasa-Rabu (19-20/11/2019).
Tema besar yang diangkat dalam pertemuan tersebut yakni “Culture in The Public Space, an Engine for Social and Urban Transformation”. (Budaya dalam ruang publik, sebuah mesin penggerak untuk transformasi sosial dan perkotaan). Masing-masing perwakilan dari seluruh negara menyampaikan berbagai perkembangan di bidang kebudayaan, mulai dari perkembangan infrastruktur, kebijakan, hingga optimalisasi aset publik.
Menjawab hal itu, Hilmar menyampaikan setidaknya ada 3 hal yang telah dilakukan dalam upaya pemajuan kebudayaan di Indonesia. “Kami telah mengembangan platform budaya yang disebut Indonesiana. Platform ini memainkan peran sebagai ‘jembatan’ antara pemerintah daerah dengan seniman atau pekerja budaya untuk menciptakan festival kolaborasi, yang membantu membawa keragaman ekspresi budaya kepada orang-orang di seluruh Indonesia,” katanya.
Platform ini, lanjut Hilmar, dirancang untuk mempelopori peningkatan manajemen festival dan kerja sama serupa antara negara dengan masyarakat sipil dalam konteks budaya lokal. Selain Indonesiana, Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) dan Kemah Budaya Kaum Muda (KBKM) juga menjadi solusi mengatasi ketimpangan akses dalam pendidikan seni.
“Kami menyebar 1.500 seniman dan penulis untuk mengajar ke sekolah-sekolah dasar dan menengah di seluruh Indonesia dalam program GSMS. Program ini menghadirkan kesempatan bukan hanya bagi Seniman dalam memperkaya pengalaman artistik mereka di residensi, melainkan juga bagi para peserta didik di berbagai daerah di Indonesia untuk mendapatkan kesetaraan ilmu pengetahuan di bidang seni,” lanjutnya.
“Sementara, KBKM merupakan program Cultural Hackathon yang mengundang dan mengajak kaum muda di seluruh Indonesia untuk berlomba membuat aplikasi, prototipe, gerakan, dan penelitian kolaboratif yang akan membantu upaya pemajuan kebudayaan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hilmar menjelaskan adanya kolaborasi antarpemerintah dalam upaya memajukan kebudayaan Indonesia. Salah satu yang dikembangkan adalah Indeks Pemajuan Kebudayaan (IPK) yang menjadi intrumen mengukur peran budaya dalam pembangunan.
“Bersamaan dengan IPK yang dirancang untuk mendukung agenda pengarusutamaan budaya, tahun ini juga, kami mengembangan Rencana Induk Pengembangan Budaya (RIPK), yang merupakan upaya bersama dari 60 kementerian dan lembaga nasional untuk merencanakan kemajuan budaya dengan hampir 500 indikator keluaran yang dibagikan oleh semua kementerian dan lembaga. Setiap hasil disusun menjadi garis waktu dibagi dengan 5 tahun dari 2020 hingga 2040. Ini adalah aksi pengarusutamaan budaya,” paparnya.
Forum ini merupakan bagian dari Sidang Umum UNESCO ke-40 dengan mengundang negara-negara anggota UNESCO dan para Menteri Kebudayaan dunia. Forum Menteri Kebudayaan ini secara khusus memiliki dua misi, yakni mendukung negara-negara anggota dalam pengembangan dan implementasi kebijakan kebudayaan, yang mengacu pada semua konvensi dan program budaya UNESCO; dan merefleksi lintas sektor budaya dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan, tantangan kontemporer, dan untuk menempatkan kebijakan kebudayaan dalam perspektif agenda 2030.
Pertemuan ini terbagi dalam empat panel, dan Indonesia mendapat kesempatan sebagai pembicara pada panel 4, dengan tema “Culture in The Public Space, an engine for Social and Urban Transformation”. Tema besar ini diangkat sesuai dengan isu strategis perkotaan dengan dimensi yang beragam, seperti budaya dalam perencanaan wilayah, infrastruktur, wisata budaya, ruang budaya publik, partisipatif kebijakan perkotaan, peran museum dan perpustakaan sebagai bidang pengetahuan dan pertukaran budaya, peran ruang budaya dalam integrasi sosial, hingga promosi budaya di media.
Foto: Windu/Paris.