Dialog Refleksi Memory of the Earth

0
709

Satonda- Rangkaian World Culture Forum yang berlokasi di pulau Satonda, Nusa Tenggara Barat memasuki hari kedua. Pada sesi ini hadir, Marewow Intelektual dari Bima, Aswir Malaon dari Kementerian Pariwisata, dan Asparinal dari jaringan kota pusaka Indonesia.

Para pembicara pada sesi ini mencoba mengupas mengenai latar belakang Tambora dan proyeksi ke depan sehingga ada pandangan umum yang jelas mengenai Tambora. Diskusi di pandu oleh Agnesirwanti.

Pembicara pertama, Marewow menjelaskan sejarah Tambora dengan beberapa kerajaan-kerajaan yang pernah ada di wilayah Tambora. Marewow juga menjelaskan mengenai kedatangan bangsa asing dan dahulu Tambora termasuk dalam wilayah kerajaan Gowa. Selain itu, Marewow juga menjelaskan keterkaitan Tambora dengan Afrika Selatan akibat kedatangan bangsa asing tersebut.

Sedangkan pembicara kedua, Aswir Malaon, membahas Tambora sebagai pengembangan wisata dan ingin menjadikan Tambora sebagai ikon di Bima.

Menurut Aswir setiap terjadi pengembangan wilayah wisata pada suatu daerah maka akan berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat sekitar baik langsung maupun tak langsung. Aswir juga menjelaskan hampir 60% kunjungan wisatawan ke Indonesia dikarenakan adanya kekayaan kebudayaan. Namun, Aswir menyayangkan dengan banyaknya potensi wisata yang dimiliki, Indonesia masih tertinggal dalam hal kunjungan wisata. “Indonesia menjadi urutan kesekian destinasi pariwisata dikalahkan oleh negara Malaysia dan Thailand,” jelas Aswir.

Berdasarkan data yang dimilikinya, Aswir menjelaskan kunjungan wisatawan asing ke Indonesia tidak mencapai 10 juta wisatawan dalam setahun. Padahal Thailand dapat meraih 30% jumlah wisatawan dan Malaysia sekitar 20% wisatawan bahkan Singapura masih di atas Indonesia dengan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 16%. Menurut Aswir, mahalnya transportasi dan sulitnya akomodasi menjadi salah faktor yg membuat wisatawan menjadi enggan berkunjung. “Belum lagi masalah infrasturktur,” tegasnya.

Dalam refleksinya mengenai daerah wisata di Tambora, Aswir melihat momentum untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Tambora saat perayaan 200 tahun meletusnya Tambora.

Menurut Aswir harus ada sebuah konsep bersama yang jelas mengenai daerah wisata Tambora ke depan. “Setiap pihak yang bekepentingan dalam peningkatan wilayah Tambora harus bersatu,” tegasnya.

Menurutnya konflik kepentingan harus di kesampingkan demi terciptanya Tambora sebagai destinasi wisata dan budaya ke depan. Namun kemajuan Tambora harus berdampak luas terhadap masyarakat sekitar.

Kemudian pembicara ketiga, Aspirnal -yang akrab disapa Nanang-, membicarakan potensi masa depan tambora sebagai bagian kota-kota pusaka di Indonesia untuk menuju World Culture Forum. Menurut Nanang, kendati Tambora belum menjadi anggota dari jaringan kota wisata Indonesia namun ada hal yang dapat dilakukan bersama untuk mengembangkan potensi wilayah Tambora.

Menurut Nanang apa yang dilakukan untuk Tambora dapat membantu meningkatkan ekonomi rakyat. Namun Nanang mengingatkan dalam membuat konsep tersebut banyak hal yang harus dilakukan secara bersama-sama dan dilakukan dalam kehati-hatian agar tidak mencederai kebiasaan masyarakat setempat.