Sangiran Sebagai Sumber Belajar Masa Praaksara Di Indonesia (bagian 1)

0
9074
Salah satu display di ruang pamer 1 Museum Sangiran Klaster Krikilan yang memuat informasi tentang Homo erectus di Indonesia (Sumber: Museum Sangiran Klaster Krikilan)
  1. Sangiran sebagai sumber pembelajaran masa praaksara di Indonesia

Zaman prasejarah merupakan pembabakan dalam kepurbakalaan yang diberikan kepada suatu periode ketika manusia belum menggunakan tulisan sebagai alat komunikasi. Istilah prasejarah digunakan untuk menyebutkan periode sejak permulaan munculnya manusia sampai digunakan tulisan sebagai alat komunikasi. Dilihat dari sudut pandang masa kini, batasan prasejarah adalah ketika sudah ditemukan sumber-sumber tertulis yang menjelaskan suatu zaman. Di Indonesia, zaman prasejarah mulai berakhir pada sekitar abad V masehi ketika masyarakat telah mengenal tulisan yang dibuktikan dengan temuan sumber-sumber tertulis. Sebagai ilmu, prasejarah berarti ilmu yang mempelajari manusia serta peradabannya sejak zaman permulaan adanya manusia sampai pada awal zaman sejarah (Soekmono, 1981: 21; Ahmad, 2010: 105).

Zaman prasejarah juga dikenal sebagai zaman praaksara. Praaksara berasal dari dua kata, yakni pra yang berarti sebelum dan aksara yang berarti tulisan. Dengan demikian, zaman praaksara adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Ada istilah yang mirip dengan istilah praaksara, yakni istilah nirleka. Nir berarti tanpa dan leka berarti tulisan (Simanjutak dalam Abdullah dan Lapian, 2009: 23). Karena belum ada tulisan maka untuk mengetahui kehidupan dan hasil-hasil kebudayaan manusia adalah dengan melihat sisa peninggalan yang dapat ditemukan.

Materi zaman praaksara diajarkan dari tingkat pendidikan menengah (SMP dan SMA), dan pendidikan tinggi. Walau zaman praaksara merupakan kajian yang bermula sejak munculnya manusia, dalam pengajarannya termuat juga materi tentang keadaan bumi sebelum munculnya manusia sebagai gambaran kondisi kehidupan sebelum manusia (pre-human living). Cakupan materi zaman praaksara meliputi: (1) perkembangan bumi sebelum munculnya manusia, (2) evolusi manusia, (3) kehidupan manusia pada zaman batu, dan (4) kehidupan manusia pada zaman perundagian. Permasalahan yang dikaji pada pokok bahasan evolusi manusia adalah kemunculan dan perkembangan manusia, serta penyebarannya.

Oleh karena cakupannya yang luas dan memiliki rentang waktu sangat panjang itu, upaya pemahaman zaman praaksara merupakan hal yang sulit. Hal ini disebabkan rentangan waktu antara zaman praaksara dan zaman sekarang mencakup waktu ribuan hingga jutaan tahun. Kesulitan inilah yang menyebabkan pelajar mengalami kendala dalam memahami zaman praaksara. Pelajar hanya mengetahui zaman praaksara secara abstrak dan belum memahami zaman praaksara secara menyeluruh. Para ahli telah melakukan upaya untuk memahami zaman praaksara melalui penggunaan sumber data primer berupa artefak serta ekofak (fosil dan stratigrafi) melalui analisis arkeologis, geologis, biologis, dan radioaktif. Namun demikian, bagi para pelajar upaya pemahaman materi zaman praaksara dari fosil atau bukti primer lainnya masih memiliki beberapa kendala. Kendala tersebut adalah (1) barang-barang peninggalan dan sampel penelitian jumlahnya sedikit dan langka, dan (2) keterbatasan pengetahuan pelajar dan mahasiswa dalam menganalisis serta meneliti dengan seksama peninggalan, sumber, dan bukti tersebut (Ahmad, 2010: 106; Pamungkas, 2014: 93).

Upaya pemahaman terhadap zaman praaksara bagi pelajar dilakukan berdasarkan pada pemakaian buku teks. Namun, upaya pemahaman pelajar hanya dengan penggunaan buku teks mengalami kendala. Hal ini disebabkan dalam buku teks informasi yang diberikan hanya dalam bentuk verbal yang bersifat abstrak, sehingga untuk mewujudkan pemahaman, masih diperlukan sumber lain yang mampu memberikan informasi secara konkret, yaitu melalui media pembelajaran. Akan tetapi, media pembelajaran di sekolah yang menjelaskan tentang zaman praaksara masih tersedia dalam jumlah yang terbatas, sehingga pemahaman pelajar terhadap materi zaman praaksara mengalami hambatan. Oleh karena itu, perlu diberikan solusi bagaimana mengatasi permasalahan kelangkaan media pembelajaran di sekolah tersebut.

Pada pendidikan tingkat dasar dan menengah, peran media sangat diperlukan, apalagi dalam pengajaran sejarah. Hal ini selain mempermudah guru dalam penyampaian materi, media ber-fungsi untuk mengembangkan kemampuan indera anak didik. Pada tingkat perguruan tinggi media sangat penting bagi mahasiswa dalam pemahaman dan penerimaan informasi. Pelajar dapat mengalami kebingungan atau absurd bila membayangkan jenis manusia purba atau kapak batu apabila hanya dari informasi verbal. Namun pelajar dapat segera mengetahui jenis manusia purba atau kapak batu pada zaman praaksara dengan melihat langsung, atau melalui media gambar dan film. Oleh sebab itu, salah satu media yang dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi zaman praaksara periodisasi awal di Indonesia adalah Sangiran (Situs purbakala dan Museum Sangiran).

Sangiran merupakan situs manusia purba dari kala plestosen yang paling lengkap dan paling penting di Indonesia, dan bahkan di Asia. Situs ini memiliki luas 59,21 km2 dan secara administratif terletak di Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Jawa Tengah. Besarnya potensi kandungan Situs Sangiran yang sangat signifikan bagi pemahaman evolusi manusia, budaya, fauna, dan lingkungannya, maka pada tahun 1996 mendapatkan pengakuan dunia sebagai situs yang terdaftar dalam World Heritage List UNESCO dengan nomor 593 (Widianto dan Simanjutak, 2013: 57).

Kisah kemunculan Sangiran sebagai salah satu situs manusia purba paling penting bermula dari lawatan ilmuwan kelahiran Jerman bernama G.H.R von Koenigswald ke Sangiran pada tahun 1934. Di tempat ini, dia menemukan sejumlah alat serpih dari batu kalsedon dan jaspis yang terletak di permukaan tanah pada salah satu bukit (bukit Ngebung) yang diindikasikan pada bagian atas Formasi Kabuh (Simanjutak dan Budiman, 2011: 25; Widianto, 2016: 10). Temuan ini kemudian terkenal dengan sebutan Industri Serpih Sangiran (Sangiran flakes industry), yang akhirnya membawa nama Sangiran meraih popularitasnya dalam kancah internasional sebagai pusat budaya manusia purba dan lingkungannya. Selain serpih, Sangiran juga menjadi lokasi temuan fosil purba yang memiliki nilai teramat penting bagi khazanah pengetahuan, beberapa di antaranya adalah temuan fosil Homo erectus dan fosil fauna purba yang beragam jenisnya. 

Sangiran merupakan situs purbakala yang unik, menarik, dan kaya tinggalan-tinggalan masa lampau. Ada banyak pengetahuan yang bisa ditemukan dan dipelajari dari Sangiran. Sejarah evolusi manusia selama lebih dari 1 juta tahun, informasi tentang temuan fosil Homo erectus, dan dua dari tiga tipe Homo erectus  merupakan beberapa informasi yang ada di Sangiran. Pengetahuan ini merupakan salah satu kunci untuk memahami evolusi manusia.

Salah satu display di ruang pamer 1 Museum Sangiran Klaster Krikilan yang memuat informasi Gajah purba yang ada di Indonesia. (Sumber: Museum Sangiran Klaster Krikilan)

Pengetahuan lain yang terdeteksi dari Sangiran adalah tentang evolusi fauna. Di Sangiran, terdapat berbagai fosil fauna dari masa purba dengan habitat lingkungan laut, rawa, dan darat yang di antaranya saat ini telah punah maupun mengalami perubahan. Informasi ini menggambarkan lingkungan masa lalu (berdasarkan habitat fauna) dan perubahannya serta menorehkan kisah panjang tentang kehidupan fauna selama lebih dari 2 juta tahun.

Selain evolusi manusia dan fauna, Situs Sangiran juga memuat pengetahuan tentang budaya. Terdapat berbagai jenis benda peninggalan budaya manusia purba jenis Homo erectus dari kurun waktu sekitar 1,5 juta hingga 300.000 tahun yang lalu di Sangiran (Widianto dan Simanjutak, 2013: 65). Pengetahuan ini menggambarkan evolusi budaya, terutama jenis budaya atau teknologi manusia purba sebagai alat adaptasi selama lebih dari 1 juta tahun. Bentang alam Sangiran juga menampilkan singkapan lapisan tanah atau stratigrafi dari 2,4 juta tahun yang lalu sampai sekarang tanpa terputus. Pengetahuan tentang singkapan tanah ini menggambarkan sejarah geologi dan evolusi lingkungan lebih dari 2 juta tahun. Fosil, artefak maupun contoh singkapan tanah purba dari Sangiran saat ini tersimpan rapi di Museum Manusia Purba Sangiran. (M. Mujibur Rohman)