Dengan pembiayaan yang ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah Hindia Belanda, Raden Saleh memulai perjalanan menjelajah Pulau Jawa. Perjalanan itu ditempuh dengan menunggang kuda, dengan tujuan mencari benda-benda purbakala dan manuskrip yang masih dimiliki oleh keluarga-keluarga pribumi. Saat itu, Pemerintah Hindia Belanda merasa perlu mengumpulkan naskah-naskah tua, sebagai upaya mempelajari kebudayaan pribumi.
Penggalian pertamanya dilakukan bulan Desember 1865, di kawasan bukit kapur Banyunganti, Sentolo. Di sini, ekskavasi sempat diistirahatkan selama 16 hari karena Raden Saleh jatuh sakit. Menolak putus semangat, ia memulai lagi penggalian segera setelah sembuh dan menemukan semakin banyak fosil. Tetapi tidak semua penggalian menghasilkan temuan yang menggembirakan. Beberapa tidak bisa diidentifikasi karena sangat rapuh dan hancur menjadi debu saat tersentuh tangan manusia. Padahal, pekerjaan ini tidak mudah, karena penggalian bermandi keringat mesti dilakukan berhari-hari di bawah terik sengatan matahari.
Selama perjalanan tersebut, sejumlah fosil berhasil diangkat dari kotak-kotak penggalian. Hasil temuan dan laporan lengkap beserta sketsa gambar posisi fosil saat ditemukan, dinaikkan ke punggung kuda-kuda pos, yang merupakan fasilitas gratis dari Pemerintah Hindia Belanda. Buah ekspedisi paleontologi Raden Saleh tersebut diantarkan kepada Natuurkundig Vereeniging in Nederlandsch Indie (Asosiasi Ilmu Alam di Hindia Belanda) di Batavia, kemudian dikirimkan ke Belanda. Kelak, temuan tersebut dipelajari oleh Karl Martin, profesor geologi di Universitas Leiden. Kajian Karl Martin perihal temuan paleontologi Raden Saleh itu diterbitkan dalam Die Fossilien von Java auf Grund einer Sammlung von Dr. R.D.M. Verbeek und von Anderen.-ISB-
(Display 1, Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Ngebung)