Profil Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran

0
4155

Sejarah Situs Sangiran tidak dapat dilepaskan dari kuatnya keinginan para ilmuwan untuk mengetahui asal-usul manusia. Untuk pertama kalinya Indonesia didatangi seorang dokter militer dari Belanda yang mempunyai ketertarikan tinggi terhadap asal-usul manusia, yaitu Eugene Dubois pada tahun 1887 di Sumatra dan kemudian dilanjutkan ke Jawa. Temuan Pithecanthropus erectus dari Trinil adalah temuan Eugene Dubois yang mendunia. Kemudian geolog bernama Louis Jean Chreties van Es pada tahun 1931 menyelesaikan disertasinya yang berjudul The Age of Pithecanthropus yang membahas tentang usia kepurbaan temuan E. Dubois dari Trinil tersebut. Ada beberapa lampiran peta geologi di beberapa daerah yang dihasilkan dari penelitian van Es tersebut, diantaranya adalah peta geologi Sangiran. Peta geologi Sangiran tersebut kemudian digunakan oleh G.H.R. von Koenigswald pada tahun 1934 untuk melakukan survei dan penelitian eksploratif dengan temuan beberapa artefak prasejarah. Inilah aktivitas ilmiah pertama di Sangiran.

Penelitan lanjutan von Koenigswald  menghasilkan banyak sekali temuan berupa fosil-fosil hominid, artefak, dan fosil fauna yang terpendam dalam lapisan tanah Situs Sangiran. Potensi ini terus berkembang pesat ketika peneliti dalam negeri meneliti Situs Sangiran lebih lanjut. Menyadari pentingnya nilai Situs Sangiran bagi perkembangan dunia ilmu pengetahuan, khususnya tentang pemahaman evolusi manusia dan lingkungan alam masa lalu, pada tahun 1996, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO dengan nama the Sangiran Early Man Site setelah pemerintah Indonesia mengajukan Situs Sangiran Situs Warisan Dunia.

Sebagai amanat dari penetapan UNESCO ini, pemerintah Indonesia melakukan tindakan-tindakan pelestarian yang nyata untuk Situs Sangiran. Pada tahun 2004-2007 pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menyusun Master Plan Rencana Induk Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Sangiran dan Detail Enginering Design. Dengan mengacu pada Master Plan dan DED tersebut, pada tahun 2007 disahkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM.17/HK.001/MPK/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran. Melalui keputusan ini, Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran secara resmi berdiri. Dinamika kelembagaan pada pemerintahan mengalami perubahan susunan kementerian. Pada tahun 2012 UPT Balai Pelestarian kembali tergabung ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang bertanggung jawab dan berkedudukan di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Unit Pelaksana Teknis BPSMP Sangiran mempunyai tugas melaksanakan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan situs manusia purba.