MA Miftahul Huda Raguklampitan Jepara Belajar di Sangiran

0
768

Kamis, 22 Februari 2018 merupakan hari yang penuh pengetahuan bagi rombongan MA Miftahul Huda Raguklampitan Jepara. Rombongan memperoleh pengetahuan tentang kisah hidup manusia purba yang pernah hadir di Sangiran melalui film, buku, dan koleksi yang dipamerkan di Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan.
Rombongan memperoleh pengetahuan melalui film yang berjudul “Golek Balung Buto” yang merupakan salah satu film terbaru yang diproduksi BPSMP Sangiran di akhir tahun 2017 lalu. Film ini mengisahkan 3 orang sahabat yang masih sekolah tingkat SD bernama Lintang, Bagas, dan Pratiwi menemukan dompet yang membawa mereka ke Sangiran. Ketiga anak itu “terdampar” di Sangiran, jauh dari rumah mereka di Boyolali dan kemudian ditolong seorang karyawan museum yang mengajak mereka memahami Situs Sangiran melalui Museum Sangiran.

Karyawan ini membawa temuan-temuan fosil manusia purba yang baru saja ditemukan dari lapangan. Dalam perjalanan menuju museum bersama ketiga anak tersebut, mereka mendengar melalui berita di radio yang meminta masyarakat waspada akan penculikan anak. Hal tersebut membuat ketiga anak ini merasa tidak percaya pada karyawan museum yang berniat menolong mereka sehingga ketiga anak itu lari dan tanpa sadar berkeliling ruang pamer Museum Sangiran. Di ruang pamer ini mereka melihat banyak patung yang mereka anggap sebagai manusia yang diawetkan.

Di akhir film, ketiga anak itu diberi pemahaman tentang koleksi yang mereka saksikan itu hanya patung dan fosil-fosil itu merupakan fosil prasejarah. Di masa lalu, semua itu dikenal dengan mitos Balung Buto yang merupakan sebuah kisah yang dikenal pada masyarakat Sangiran.

Setelah mengetahui semua itu, ketiga anak itu sadar akan kebesaran peninggalan masa lalu yang ada di Sangiran. Semua itu tak lepas dari mitos Balung Buto, sebuah kisah yang dikenal masyarakat kala itu dan sekarang tergerus waktu dan kemudian dipadukan dalam sebuah film berjudul “Golek Balung Buto”.


Setelah pemutaran film, rombongan diberikan buku untuk melengkapi koleksi perpustakaan sekolah kemudian berkeliling museum guna menambah pengetahuan melalui koleksi yang dipamerkan. Sebuah perjalanan yang menjadi sarana menambah pengetahuan sekaligus menanamkan kecintaan terhadap peninggalan prasejarah yang merupakan kebanggaan bangsa. (Wiwit Hermanto)