Solok – Lapiak pandan adalah tikar yang berbahan dasar daun pandan. Pada senin hingga sabtu 22-26 Mei 2016 Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat melakukan perekaman lapiak pandan di Nagari Paninggahan Kabupaten Solok. Perekaman ini untuk mendokumentasikan proses pembuatan tikar pandan, mulai dari pengambilan bahan baku hingga menganyam jadi tikar.
Latar belakang pendokumentasian lapiak pandan sesungguhnya tidak lepas dari tugas dan fungsi BPNB Sumatera Barat sebagai pelestari budaya. Lapiak pandan merupakan salah satu produk budaya masyarakat dalam aktivitas memenuhi kebutuhan ekonomi. Pengerjaannya dilakukan secara manual dengan tangan dan alat-alat yang begitu sederhana. Bentuknya juga cukup sederhana persegi panjang kira-kira 1×3 meter. Bentuk yang sederhana ini sebagian ada yang polos, sebagian yang lain ada yang berwarna dengan gambar motif yang juga sangat sederhana.
Namun demikian keguanaannya sangat beraneka ragam. Setiap keluarga di Paninggahan pada masa lalu umumnya menggunakan lapiak pandan dalam berbagai pekerjaan terkhusus yang memerlukan alas. Ada alas duduk, tidur, menjemur hasil pertanian. bahkan untuk orang yang meninggal.
Berbagai ragam fungsi dan kegunaan tersebut membuatnya mempunyai posisi penting dalam masyarakat. Hal ini turut mempengaruhi permintaan yang meningkat. Secara perlahan tikar menjadi barang ekonomis yang diperjualbelikan. Kondisi tersebut mendorong kerajinan anyaman lapiak menjadi digemari karena dapat membantu ekonomi rumah tangga. Ada yang menjadikan pekerjaan menganyam sebagai pekerjaan sampingan, tapi tidak sedikit juga yang menjadikannya sebagai pekerjaan utama dan menjadi gantungan hidup. Umumnya masyarakat Paninggahan mengetahui cara menganyam pandan menjadi tikar.
Namun demikian dengan perkembangan teknologi yang semakin maju menawarkan berbagai jenis tikar yang lebih ringan, murah, tahan lama dan mudah disimpan. Selain itu tikar tersebut juga lebih mudah diperoleh dan sesuai dengan selera. Kondisi tersebut mengakibatkan minat akan lapiak semakin berkurang. Tidak saja karena kalah menarik, mahal, lama dan tidak tahan lama yang membuat masyarakat lebih cenderung memilih tikar dari luar. Bentuk dan motif lapiak pandan juga masih tidak pernah berubah sehingga kelihatan membosankan.
Lama kelamaan membuat lapiak pandan semakin ditingggalkan, penganyam semakin berkurang, bahan baku berkurang. Pada akhirnya masyarakat tidak lagi mengetahui cara membuat lapiak pandan karena tidak tertarik untuk belajar.
Jika tidak didokumentasikan sejak dini, maka kerajinan anyaman lapiak pada suatu saat akan hilang. BPNB Sumatera Barat sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan merasa perlu untuk mendokumentasikan cara-cara pembuatan. Sehingga generasi muda di masa yang akan datang mengetahui kekayaan pengetahuan tradisional masyarakatnya pada masa lalu. Mereka juga bisa belajar dengan adanya video yang menjelaskan tentang cara-cara pembuatan tikar pandan tersebut. Perekaman ini nantinya akan menghasilkan dokumentasi foto-foto dan video proses pembuatan dari awal hingga akhir.