KERJA BUDAYA, BUDAYA KERJA, DAN PRAKTEK MANAJEMEN SDM

0
1295

Ferawati

Pamong Budaya Ahli Muda

Modal dasar pembangunan organisasi publik atau negara khususnya bidang kebudayaan bergantung pada sumber daya manusia (SDM) dan manajemennya (MSDM).Setiap insane yang bekerja di organisasi publik sebagaimana umumnya ASN di lembaga pemerintah otomatis menjadi ‘aset’,modal, human resources bagi negara. Mereka wajib mendorong jalannya pembangunan dan pemajuan kebudayaan. Negara, sebaliknya,wajib melindungi mereka.Terkait dengan kondisi global yang sedang terancam sejak pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) merebak di awal tahun 2020, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah agar hubungan negara dan aparaturnya tetap berjalan relatif seimbang. Pemerintah telah menerapkan analisa MSDM untuk melindungi aparaturnya melalui pemberlakuan sistem bekerja dari rumah (work from home, WFH) maupun campuran atau hybriddengan kantor (work from office, WFO). Pemerintah, sebaliknya, kemudian juga menuntut ASN melalui Surat Edaran (SE) Menpan-RB Nomor 27/2021 terkait Peran Serta Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya rekrutmen baru, sebagai Komponen Cadangan Mendukung Upaya Pertahanan Negara.SE ini agaknya untuk mewaspadai kondisi terburuk pandemi yang mengancam setiap nyawa manusia, tidak terkecuali garda terdepan aparat pertahanan negara.Terkait dengan upaya perlindungan terhadap karyawan organisasi publik dan manajemen peningkatan kinerja organisasi, sistim manakah yang paling relevan dengan kerja budaya dan efeknya bagi budaya kerja masyarakat kita?

Menyadari potensi permasalahan itu, agaknya pemerintah telah mengantisipasi melalui sejumlah kajian lembaga strategis yang menghasilkan kebijakan-kebijakan dan pembaharuan. Lembaga-lembaga strategis negara misalnya Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas/Lembaga Ketahanan Nasional [Lemhannas]) dan manajemen sumber daya manusia (MSDM), yang dieksekusi oleh Kemenpan-RB dan kementerian terkait.Sebelum pandemi, WFH dan beberapa kebijakan serupanyatanya sudah pernah dilontarkan pemerintah melalui Menpan-RB sebelum pandemi.Sistim itu dicontohkan Rukmini dan Ardiana (2021)mirip sistim bekerja dari mana saja atau work from everywhere (WFE),flexy-working hours (waktu bekerja fleksibel), telework(bekerja di luar kantor dengan tetap berkomunikasi ke kantor), remote-workdan e-work (bekerja secara virtual).Sistim kerja yang tidak konvensional ini lebih mengandalkan teknologi modern, terutama internet dan gadget yang memadai, selain kemampuan individu.

Mempedomani analisa MSDM, praktek kerja WFO, WFH, atau hybrid WFH-WFO, maupun WFE, akan tampak benang merahnya dari fungsi MSDM. Secara sistem, fungsi utamaMSDM adalah pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan.Fungsi pengorganisasian MSDMsebagaimana dirumuskan Mutiara Sibarani Panggabean (2020), utama dan pertama untuk merancang pengadaan SDM melalui tahapan analisis pekerjaan, perencanaan SDM, rekrutmen, dan seleksi,selain berfungsi sebagai memenejwaktu dan ruang kerja lembaga publik yang bersangkutan.Prosedur awal ini sangat penting untuk menjaring karyawan yang kompeten, sesuai kebutuhan organisasi, dan memiliki budaya kerja yang masih murni atau belum terinisiasi/terkontaminasi dengan budaya-budaya kerja dan kepribadian yang melemahkan organisasi.

Tahap pengorganisasian tidak terlepas pula dari orientasi atau sosialisasi,maupun dengan pelatihandan pengembangan diri,yang diadakan setelah penetapan kelulusan karyawan hasil seleksi. Namun dalam kasus perubahan dari sistim konvensional bekerja di kantorke modern melalui skema WFH, hybrid, atau WFE juga perlu dilakukan orientasi dan sosialisasi, yang diperlukan dalam praktek mengorganisir pekerjaan dari jarak jauh, antara kantor dan rumah/tempat karyawan bekerja.Sistim bekerja secara modern ini dibutuhkan energy orientasi dan sosialisasi yang lebih terkait penggunaan sistem aplikasi di jejaring internet, karena hampir seluruh pekerjaan melalui sistim aplikasi terpadudengan keahlian di luar bidang dan kemampuan mayoritas SDM.

Meskipun karyawan bekerja dengan rentang jaraktertentu (WFH/WFE), namun perencanaan dan pengembangan karir juga tetap menjadi perhatian organisasi kerja.Setiap individu berhak mendapat pengembangan karir.Hasilnya diharapkan menunjukkan manajemen kinerja yang mumpuni.Buktinya terlihat dari penilaian kinerja, baik melalui promosi/kenaikan pangkat, dipindahkan/ditransfer, atau separasi/PHKyang menjadi domain organisasi swasta.Selebihnya terkait fungsi kompensasi/substitusi/penggantian untuk beberapa kasus guna membantu dan memudahkan karyawan.Aspek lain yang tidak kalah penting adalah keselamatan dan kesehatan kerjakaryawan, baik ketika bekerja di kantor (WFO) maupun WFH, hybrid, atau WFE pada jam kerja.Berhubung pilihan sistim kerja demikian, bagian yang paling sering disorot adalah terkait skema hubungan kerja dan hubungan antarkaryawan yang otomatis berubah.Budaya kerja dan budaya komunikasi juga berubah.Namun demi tercapainya tujuan-tujuan organisasi, semuanya diupayakan tetap berjalan seimbang dan seiring-sejalan.

Perubahan-perubahan sistim kerja dari WFO ke WFH atau hybridhampir terjadi merata di sebagian besar negara-negara maju dan tinggal landas/berkembang di masa pandemi Covid-19. WFE termasuk sismtim yang paling baru dalam hal ini, namun bukan tidak mungkin menjadi gaya hidup dan bekerja di masa mendatang.Hanya saja sebagian negara maju telah lebih dulu memulai sistim WFH/hybrid, sekitar 10-12 tahun lalu.Ketika itu akses internet di negara berkembang masih sangat eksklusif dan mewah di kawasan timur. Paling tidak, sistimnya sudah diterapkan di organisasi swasta/bisnis dengan perspektif kemudahan bagi konsumen dan keuntungan bagi organisasi. Konsumenlah yang melayani diri sendiri dalam bertransaksi, sedangkan organisasi publik dapat meminimalisir pembiayaan SDM.Mereka mesti punya sarana pendukung dan harus paham mengoperasikan aplikasi layaknya karyawan bersangkutan.Beberapa contoh adalah layanan jasa perbankan, tiket transportasi, pembelian bahan bakar, pembayaran tagihan listrik, air, gas, dan internet yang dapat diakses di mana saja tanpa harus antri.E-commers dan jasa transportasi online juga sudah lebih dulu muncul pada kurun itu, seperti di USA yang menawarkan jasa “cancel” (pembatalan) barang tertentu walau sudah pernah dicoba asalkan tidak mengubah kualitas.Sistim ini jelas mengubah budaya kerja dan budaya komunikasi mereka bertransaksi.Hukum Geetz tentang pasar tradisional sebagai arena bertransaksi, berkomunikasi, dan beratraksi budaya, tidak berlaku di sistim ini.

Perubahan budaya kerja masyarakat kita sejak pemerataan penggunaan sistim WFH atau hybrid di organisasi publik juga cukup terasa, dan demikian pula di instansi pemerintah, dalam kesempatan inidi bidang budaya.Akan tetapi, jika dibandingkan antara WFH dengan sistim hybrid atau bahkan sistim WFE, pada dasarnya memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagaimana masing-masing ada masyarakat pendukungnya.WFH tidak ubahnya dengan WFO, pada masa tertentu telah memunculkan kejengahan dan kebosanan bagi sebagian besar masyarakat kita.Sistim hybrid pada sejumlah quisioner seperti yang dilakukan majalah Tempo (2021) menunjukkan sistim yang disukai banyak responden di masa pandemi ini.Kaum perempuan diperkirakan lebih menyukai sistim hybrid atau campuran antara WFH dan WFO.Tiga (3) hari WFH dan dua (2) hari WFO dianggap durasi yang ideal bagi kaum perempuan, dengan catatan mereka memiliki peran ganda yang lebih berat ketimbang kaum perempuan lajang atau laki-laki.

Khusus bagi kaum perempuan yang bekerja di sektor publik, bagaimanapun juga, memiliki tugas “peran ganda” yang sangat besar, berat, dan memakan waktu lebih banyak untuk menyelesaikan semua pekerjaan di sektor publik dan domestik dalam masa bersamaan. Bebannya bahkan bisa melebihi kebutuhan untuk dirinya sendiri.Kondisi masing-masing perempuan, dalam konteks ini, berbeda pula.Ada yang murni bekerja sendiri di lingkungan rumah tangga, tanpa ada yang membantu.Ada yang dibantu sedikit atau sebentar oleh anggota keluarga.Ada pula yang dibantu sepenuhnya urusan keluarga mereka.Entah oleh suami, orang tua-mertua, kakak-adik, atau pembantu.Semuanya ada perbedaan beban kerja.Ada pula perbedaan perspsi dan pemahaman tentang kesetaraan jender.Keluarga etnis Minangkabau, misalnya, cenderung dididik dan diasuh oleh kaum perempuan. Kaum laki-laki merasa atau dipandang tabu ikut campur dalam urusan domestik. Pandangan budaya ini patut juga menjadi perhatian publik, karena tidak mudah mengubahnya dalam semenit, walau sangat gampang memberi penilaian terhadap sistem budaya ini.Dalam hal ini, setiap pihak yang berwenang memberikan penilaian kinerja terhadap perempuan seperti inijuga harus disertai dengan pertimbangan yang adil, proporsional, dan informasi yang akurat agar lembaga publik yang dipimpinnya tidak menimbulkan kesan bias jender.Perempuan dari kalangan seperti ini umumnya memilih sistim hybrid untuk menemukan keseimbangan antara tugas publik dan domestik.

Sistim WFE termasuk sistim yang prospektif di masa mendatang dengan dukungan sarana dan prasarana kerja yang memadai di mana saja berada.Sistim ini menjadikan pendukungnya lebih produktif. Sistim ini cocok untuk karyawan yang sanggup “berperan ganda” dengan sektor lain, selain urusan keluarga.Urusan keluarga atau domestik jauh lebih kompleks karena menyangkut urusan manusia di strata sosial terkecil, keluarga.Kalangan ini memiliki banyak waktu luang, sepanjang tidak mengganggu tugas utamanya sebagai SDM publik. WFE ini akan diminati oleh karyawan atau ASN yang sekaligus berjiwa pebisnis. Beberapa bulan setelah pandemi merebak, Presiden RI sempat menghimbau agar ASN juga dapat berperan serta meramaikan dan menggerakkan roda perekonomian nasional melalui usaha bisnis seperti di e-commers di sisa waktu bekerja.Karyawan laki-laki pada umumnya meminati sistim seperti ini, karena mereka tidak memiliki beban peran ganda layaknya mayoritas kaum perempuan.

Terkait hubungan MSDM, sistim waktu serta tempat kerja (WFO/WFH/hybrid/WFE)dengan kerja budaya, lembaga-lembaga publik/negara yang bergerak untuk pemajuan kebudayaan pada dasarnya sudah tidak asing lagi dengan semua sistim itu.Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sesungguhnya sudah familiar dengan semua sistim itu, baik sebelum maupun setelah masuknya pandemi Covid-19.Sebagian besar UPT di bawah kementerian ini, seperti Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB)dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) sudah melakukan pekerjaan beragam variasi, sesuai dengan program perjanjian kerja (PK) pimpinan masing-masing. Sebagian waktu mereka habis di lapangan untuk penggalian data dan sosialisasi pemajuan kebudayaan.Sebagian waktu habis di kantor, dan sebagian lagi bahkan tidak jarang juga harus menambah waktu kerja di rumah atau di luar kantor untuk menyelesaikan tugas-tugas yang tidak sedikit. Hal itu terkait dengan out putdan rewardmasing-masing karyawan.Out put mereka umumnya dalam bentuk laporan tertulis. Mulai dari laporan perjalanan dinas, inventarisasi, laporan analisis atau kajian, hingga laporan untuk laporan itu sendiri, yang disebut Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Berhubung kurva kasus pandemi Covid-19 belum stabil melandai, kerja-kerja budaya juga dirasa sangat terganggu, karena subjek mereka adalah masyarakat itu sendiri. Berbeda dengan pekerjaan peneliti di ranah ilmu eksakta atau ekonomi, dapat dilakukan di labor dan di depan komputer saja.

Menyikapi sejumlah realitas itu, analisa MSDM jelas sangat dibutuhkan untuk menentukan suatu kebijakan strategis di suatu lembaga publik seperti instansi pemerintah di bidang pemajuan kebudayaan.Pemajuan kebudayaan menuntut kerja-kerja budaya, karena sudah diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.Kerja budaya itu harus memenuhi standar kerja dalam UU itu, yaitu pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.Sistim kerja yang menarik dikembangkan untuk lembaga ini dari perspektif perempuan adalah sistim hybrid.Selain dapat menekan kasus penularan virus mematikan, juga dapat meningkatkan produktivitas karyawan, baik laki-laki dan perempuan.Sistim ini tampak lebih ramah gender.Keseimbangan antara sektor publik dan sektor domestik akan tercapai dengan baik. Tinggal menentukan polanya, apakah 2 (WFH) banding 3 (WFO), atau sebaliknya.Sekarang tinggal berharap, semoga pandemi cepat berlalu walau telah banyak pelajaran yang diperoleh selama itu.