Dunia Bisnis dan Antropologi


Oleh : Steven Sumolang (Peneliti BPNB Manado)

 

Beberapa hal keterkaitan antropologi dengan dunia bisnis yang lagi trend dalam pembahasan bisnis sekarang ini yakni soal budaya perusahaan, menjadi pemimpin usaha global, dan pemasaran global atau lintas budaya.

Budaya Perusahaan

Antropologi memandang dunia bisnis sebagai sebuah perubahan budaya secara terencana untuk kepentingan bisnis atau perusahaan. Faktor penting keberhasilan sebuah bisnis atau perusahaan adalah keberhasilannya dalam mengelola budaya perusahaan baik budaya pemimpin, staf, karyawan, kelengakapan perusahaan, konsumen dan semua yang terkait dengan perusahaan. Makna budaya disini tidak sekadar dipahami sebagai tradisi atau kebiasaan perusahaan tetapi menyangkut keseluruhan kelengkapan dan sistem organisasi sifatnya holistik/komprehensif. Ia bukanlah satu dari aspek perusahaan, tetapi budaya justru cerminan dari perusahaan itu sendiri sebab perusahan dipandang antropologi sebagai suatu komunitas budaya yang memiliki perilaku dalam wujud-wujud kebudayaan, merubah budayanya berarti merubah perusahan secara keseluruhan. Perbincangan soal budaya perusahan telah menjadi perbincangan yang sangat menarik dan paling penting dalam era sekarang ini. Bukan sekadar mendalaminya tetapi dalam rangka mengadakan perubahan berkesinambungan, menjadikan keunggulan bersaing dan kemampuan bertahan dalam lingkungan yang senantiasa berubah-ubah. Jikalau perusahan tidak ditangani budayanya maka perusahaan tersebut dipastikan dapat mengalami goncangan yang akhirnya bisa mematikan perusahaan tersebut. Budaya perusahaan menjadi elemen kunci dari perubahan yang akan memberi pengaruh kuat bagi sistem kerja organisasi. Budaya sebuah organisasi terbentuk akibat adaptasi dan survival terhadap lingkungan baik internal dan eksternal. Budaya adalah jalan keluar bagi kelompok menghadapi segala persoalan eksternal dan internalnya.

Ada 3 wujud atau dimensi budaya dalam organisasi, (1). Artefak, sesuatu yang kelihatan yang dihasilkan oleh orang-orang perusahaan (2). sistem perilaku, hubungan antar personal dan lingkungan sekitar (3). Sistem nilai, ini menyangkut norma, kepercayaan-kerpercayaan, nilai sejarah perusahaan, etos kerja, misi, tujuan, strategi, “roh” atau spirit perusahaan, sistem inilah yang disebut dengan inti budaya. Kesemua wujud atau dimensi ini membentuk secara holistik sebuah perusahaan, yang menjadi cermin perusahaan.

Dimensi ketiga yakni sistem nilai merupakan hal yang tidak nampak namun mengendalikan periaku manusia, karena tidak namapk sehingga sulit sekali untuk dirubah. Jhon P. Kotter penulis buku Leading Change yang sagat digemari para perusahaan global mengatakan, sistem nilai atau sistem budaya adalah nilai-nilai yang diyakini bersama berakar dalam di dalam sistem kebudayaan keseluruhan, perubahan kulutr merupakan bagian yang tersulit tidak semudah yang dibayangkan namun transformasi perusahaan menujua perubahan budaya harus dilakukan untuk berubah menjadi perusahaan yang kuat yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah cepat. Karena sulitnya merubah budaya, perubahan budaya menjadi tujuan akhir, yang sebelumnya kita harus melewati tahap-tahap transformasi besar dalam proses belajar sebagai perinsip budaya yang digerakan para pemimpin sebagai motor perubahan. Perubahan sikap maupun perilaku dimulai sejak awal transformasi, lalu menciptakan perubahan-perubahan metode kerja yang membantu perusahaan menghasilkan produk/jasa yang lebih baik dengan biaya lebih rendah. Secara antropologis, wujud budaya artefak dan wujud sistem perilaku ditangani terlebih dahulu, baru pada akhir siklus, sebagian besar dari semua usaha itu menjadi tertanam didalam budaya (inti budaya/ system nilai) sampai perusahaan dapat beradaptasi dengan lingkungan yang cepat berubah.

Disayangkan, banyak perusahaan gagal mentrasfromasikan perusahaannya akibat merubah kultur tidak melewati proses demi proses dengan kata lain menempatkan perubahan kultur pada langkah pertama bukan sebagai tujuan akhir, bahkan banyak pula yang mengesampingkan budaya dalam melakukan perubahan. Padahal, kita ketahui bahwa budaya yang adalah norma-norma kelompok dan nilai-nilai yang diyakini bersama merupakan hambatan terbesar untuk melakukan perubahan yang seharusnya semua itu tidak perlu menghambat. Kultur bisa mempermudah adaptasi seandainya perusahaan memiliki kultur yang tepat hasil proses perubahan budaya. Budaya perusahaan yang kuat tidak akan mudah mengalami goncangan, ia mampu beradaptasi dan selalu menang dalam menangkap peluang, dan menang dalam kancah pertarungan global.

Demikianlah membangun budaya organisasi atau pelakukan perubahan budaya organisasi adalah pilihan wajib bagi perusahaan untuk dapat berhasil menggapai segala tujuannya. Tekanan globalisasi, deregulasi berbagai bidang, perubahan teknologi yang pesat, persaingan pasar yang ketat telah memaksa semua pemimpin perusahaan dimanapun untuk memimpin organisasinya dalam perubahan budaya. Hampir semua perusahaan global yang popular dewasa ini memiliki budaya perusahaan yang sangat kuat.

Menjadi perusahaan dan pemimpin global

Saat ini terjadi pergeseran dari dunia mekanistik ke dunia holistik, mereka yang mempertahankan pola mekanistik telah berguguran. Perusahaan-perusahaan banyak yang gulung tikar akibat mengembangkan pola mekanistik karena tidak memiliki kemampuan menghadapi perubahan demi perubahan dari lingkungan internal dan eksternalnya. Mereka tidak berpikir bahwa ada banyak fariabel yang menentukan keberhasilan berbisnis dan dalam mengelola negara, padahal lingkungan global sekarang ini semua hal bisa mempengaruhi kinerja perusahaan. Kita baru sadar bahwa sebenarnya kita hidup dalam realitas lingkungan yang senantiasa berubah bukannya suatu lingkungan yang terprogram.

Ekonom dunia Paul Ormerod dalam bukunya The Death of Economics (1994) yang saat terbit sempat menghebohkan dunia keilmuan, bahwa saat menulisnya kondisi ekonomi dunia berada dalam krisis. Berbagai pendekatan telah gagal untuk mengatasinya, Ilmu Ekonomi yang diharapkan tidak mampu berbuat banyak. Menurut Paul, Ilmu Ekonomi terjebak dalam ekonomi ortodoks yang telah lama dipertahankan, terjebak dalam pandangan dunia yang teridealisasi dan mekanistik, menolak realitas dan menolak manusia sebagai subjek mahluk rasional. Sebenarnya inilah dunia realitas dan holistic, manusia sebagai sentral dari holistik-realistik tersebut. Tahun 1990-an menandai bangkitnya manusia sebagai faktor terpenting dalam daya saing sebagai faktor utama dunia bisnis.

Dunia holistik atau dunia realitas akan dimengerti dengan memahami realitas sistem manusia yang bergerak bebas dan berubah-ubah. Lensa budaya yang mampu melihat dunia holistik-realistik sampai kedalamannya. Budaya mengungkapan semua realita hidup manusia yang holistik atau komprehensif, dalamnya terdapat sistem yang luas, tingkat kedalamannya sampai ke inti budaya yakni sistem nilai yang menggerakan segala perubahan. Jelaslah bahwa wajah perekonomian dan proses pembangunan masa kini akan sangat dimengerti melalui kaca mata budaya atau kaca mata realitas, sebagaimana kata Paul Schafer direktur World Culture Project yang berpusat di Canada. Council on Foreign Relatiopns AS dalam dua artikel edisi September / oktober 1995 menekankan dominasi budaya dalam pembangunan dan terlihat jelas dari wajah budaya unik perekonomian dapat dimengerti paling baik melalui antropologi, psikologi social, sejarawan dll. Sebab dengan mengerti kode-kode DNA budaya (inti budaya) kita dapat memahami mengapa dan bagaimana perekonomian, politik di dunia ini.

Stephen H Rhinesmith dalam bukunya Panduan Bagi Manajer Menuju Globalisasi menjelaskan, untuk menjadi global, sebuah perusahaan tidak hanya harus menjalankan bisnis secara internasional tetapi juga harus mempunyai budaya perusahaan dan sistem nilai yang memungkinkannya menggerakan sumber dayanya kemanapun di dunia untuk memperoleh keunggulan bersaing terbesar. Untuk menjadi global diperlukan pola pikir yang luas jauh melampaui jangkauan kebanyakan perusahaan sekarang ini lalu mengembangkan budaya perusahaan global yang tangguh. Semua perusahaan tidak terkecuali harus menggunakannya baik perusahan domestik, perusahaan lokal/daerah, eksportir, perusahaan internasional, perusahaan multinasional, perusahaan global, perusahaan transnasional.

ARCO Internasional dan AT&T melakukan kursus kepada para manajernya mengnai pola piker global dengan panduan Buku A Manager’s Guide To Globalization ditulis Stephen H. Rhinesmith berisi 6 keterampilan sukses di dunia yang sedang berubah, yang banyak mengangkat pentingnya lensa budaya dan pola pikir budaya perusahaan global. Pelatihan yang sama dilakukan WR Grace terhadap 500 manajer puncaknyaguna mempermudah usaha globalisasinya. Kursus ini dikembangkan Warner Burke dari Clombia University dan Stephen H. Rhinesmith.

Divisi internasional Moran, Stahl & Boyer’s mengembangkan instrument penilaian SDM manajer yakni Overseas Assignment Inventory dimana kepekaan lintas budaya menjadi instrumen utama penilaian merekrut SDM atau manajer global. Arthur Andersen Consulting merupakan salah satu perusahaan konsultan terbesar di dunia telah menerapkan perubahan dalam strategi, taktik, nilai, dan budaya perusahaan kepada semua orangnya diseluruh dunia dan perusahaan kliennya, ini sebagai program unggulannya. Perusahaan global Ford melakukan pelatihan bagi 3000 manajer puncaknya dalam hal manajemen lintas budaya. Ford menunjukan cara bagi perusahaan lain untuk mulai memahami pentingnya dan tantangan dimensi multibudaya terhadap globalisasi, mempelajari bahasa lokal dan mempelajari kebudayaan. AMP mengembangkan konsep “orang yang mampu di dunia”. William Hudson, president dan CEOnya menjelaskan, orang yang mampu didunia adalah seseorang yang mempunyai minimum 5 tahun hidup di negara dan budaya lain dan cukup tenggelam dalam budaya tersebut.

Pengembangan Produk dan Pemasaran berwawasan budaya

Pengembangan produk dan pemasaran adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan. Produk yang dihasilkan harus sesuai selera pasar ataupun produk yang dihasilkan akan menemukan pasarnya sendiri. Istilah yang sering dipakai adalah bauran pemasaran atau bauran produk. Pada perkembangannya dunia pasar menjadi hal yang perlu diselami untuk diketahui keberadaanya guna pengembangan produk yang tepat dan bagaimana produk dapat diminati atau digunakan oleh pasar atau konsumen. Dunia pasar atau konsumen ini menjadi pusat perhatian utama dunia bisnis dan para ilmuannya karena keberhasilan bisnis dalam era pasar yang kompetitif sekarang di dunia global adalah tergantung keberhasilan bauran pemasarannya.

Kondisi pasar sekarang telah berlangsung suatu bentuk pemasaran global yang semua pemasar tidak lagi didominasi oleh pihak-pihak tertentu. Dunia tanpa batas ini menciptakan akses pasar bagi semua orang tak terkeculi pemasarnya miskin. Perusahaan-perusahaan berlomba-lomba memasarkan produknya lintas komunitas, lintas Negara, lintas suku, lintas golongan, lintas geografis, mereka menginternasionalkan produk-produknya. Masyarakat manusia kini telah membangun pusat perbelanjaan sejagad/global, oleh Ernest Dichter dalam jurnal Harvard Bussines Review menamakan para langganan sedunia. “Perusahaan mempunyai rencana memanfaatkan kesempatan internasional dan baginya pelajaran antropologi budaya akan merupakan alat penting bagi pemasaran kompetitif”, kata Dichter.

Perusahaan periklanan McCann-Erickson mempunyai kantor hampir di seluruh negara menggali informasi kepada para profesor amerika latin yang berguna bagi para langganannya seperti informasi kebiasaan makan para petani dan pola konsumsi keluarga kelas menengah kota yang baru. Perusahaan Indo Mie di Indonesia barangkali telah berhasil melakukan strategi kulturalnya dengan membuat produk-produk yang beragam sesuai selera masrakat sasaran misalnya dibuat Mie Cakalang untuk selera orang Manado yang suka ikan cakalang dan makanan yang pedas. Memahami kebudayaan setempat agar dapat mengambil keuntungan darinya dan dalam rangka pula membentuk selera dan kebiasaan setempat. Contoh lain, orang Perancis jarang menggosok gigi hanya satu dari tiga orang, mengingatkan bahaya tidak menggosok gigi bukanlah pendekatan yang mengesankan. Suatu pendekatan yang lebih menyenangkan dengan menekankan bahwa menggosok gigi adalah indah dan modern. Ini berhasil setelah para ahli antropologi perusahaan tersebut berkesimpulan bahwa orang Perancis merasa diri bersalah kalau terlalu sering mandi dan memakai alat-alat kecantikan. Seperti dilakukan contoh ini, maka perusahaan global sekarang telah berperan sebagai agen perubahan social, ekonomi, dan budaya.

Hal lainnya menjadi tantangan bagi perusahaan global oleh para manajer dunianya adalah bagaiman menjual kebutuhan lama kepada langganan baru sekaligus menciptakan kebutuhan baru untuk langganan lama. Dunia pasar atau konsumen telah membentuk komunitas pasar atau konsumen. Komunitas ini memiliki semua perangkat atau wujud budaya yang bisa di selami untuk dapat mengetahui realitas jelasnya. Dari sini memungkinkan perusahaan dapat memanfaatkan memanfaatkannya untuk memenangi pasar kompetitif sehingga produk yang dihasilkan akan berhasil diserap pasar.

 

(Buletin KURE 2010, Terbitan BPSNT Manado Wil. Sulutenggo)