Danau Limboto

Pada zaman dahulu sebelum adanya dataran Gorontalo Limboto, yang ada hanya 2 buah gunung Tilongkabila yang dikelilingi lautan. Boliyohuto dan gunung Tilongkabila yang dikelilingi lautan. Boliyohuto berasal dari kata Bolihutola artinya sisik ikan sedangkan Tilongkabila asal katanya Tilonggabu Buolo artinya dihempas ombak. Konon dipantai utara Boliyohuto terdapat suatu benda yang bentuknya bulat telur warnanya putih bersih. Benda itu bergerak-gerak dimainkan ombak yang memecah belah di pantai. Sesaat kemudian benda tersebut pecah dan keluarlah anak laki-laki. Karena tak kuasa bergerak mahluk itu tidak dapat pindah dari tempat ia pecah. Dekat tempat itu ada pohon yang rindang daunnya, bila ia merasa lapar ia cukup menendang-nendangkan kakinya sambil membuka mulutnya keatas, maka meneteslah embun dari daun pohon jatuh ke mulutnya. Begitulah seterusnya sampai anak itu makin lama makin besar dan kuat. Anak itu mulai berjalan disekitar tempatnya tapi bila waktu senja ia kembali lagi ke tempatnya semula. Pada suatu hari turunlah hujan lebat diikuti petir dan guntur saling menyambar, dia sangat bingung dan ketakutan itulah, tiba-tiba jatuh dihadapannya sekerat cabang kayu kering yang menyala-nyala. Seketika ia merasa segar kaki dan tangannya dipanaskannya. Taulah ia bahwa yang memanaskannya ialah api. Pada suatu hari ia berjalan lebih jauh dari tempatnya seolah-olah ada suara yang menyuruhnya berjalan terus mengelilingi wilayah kediamannya kearah timur. Terlihat suatu pemandangan yang sangat indah, semakin jauh ia berjalan semakin indah tempatnya, timbullah niatnya untuk tinggal menetap di tempat itu. Disekitar tempat itu banyak tumbuh pohon buah-buahan. Yang pertama kali didapatnya ialah buah yang bentuknya bulat kecil yang warnanya kuning dan manis. Itulah yang kita kenal sekarang dengan nama buah langsat (bohulio-bohulo). Makin lama makin dewasalah ia sehingga menjadi pemuda yang tampan ditempat itu. Pada suatu hari ia mendengar lagi suara yang menyuruhnya berjalan kearah selatan. Dalam perjalanan tiba-tiba ia melihat mata air (butu) airnya jernih dan mengeluarkan aroma yang dapat menyegarkan tubuhnya, bak wangi surga yang tiada taranya.  Timbul niatnya untuk menjaga mata air itu untuk mengetahui siapa dan manusia dari mana yang sering datang dan mandi di tempat itu. Bersembunyilah ia pada sebatang pohon kayu besar yang tidak jauh dari kolam kecil itu. Mujur baginya tak lama kemudian turunlah tujuh orang gadis yang sangat elok dan cantik. Tanpa pikir panjang mereka langsung melepas sayap dan mandilah mereka dengan senangnya. Sementara mandi tercium oleh mereka bau badan manusia maka dengan serta merta mereka naik ke darat dan memasang sayap lalu terbang pulang ke khayangan. Begitu mereka terbang keluarlah pemuda tadi dari tempat persembunyiaannya lalu memeriksa bekas diletakkannya sayap dari ketujuh gadis tadi. Jelaslah baginya bahwa manusia yang selalu datang dan mandi di tempat itu ialah bidadari dari khayangan. Mereka sama bentuk dengan dirinya pikirnya namun mereka perempuan. Timbulah niatnya untuk mencuri sayap dari bidadari tersebut. Lalu diambilnya duri rotan (wuwangge) dan diletakkannya pada bekas tempat sayap bidadari. Selesai memasang jeratnya, ia kembali pada tempat persembunyiannya. Tak lama kemudian ketujuh bidadari turun lagi, mereka sibuk melepaskan sayap masing-masing lalu mandi. Sementara mereka asyik mandi, pemuda tadi keluar dari persembunyiaannya dan dengan hati-hati ia menarik alat jeratnya lalu ia masuk lagi seperti biasanya setelah puas mandi ketujuh bidadari naik ke darat dan segera memasang sayap lalu terbang, akan tetapi sangat disayangkan salah seorang dari mereka kehilangan sayapnya. Dengan keadaaan terpaksa kekenam saudaranya meninggalkannya seorang diri diliputi perasaan sedih dan gelisah tak menentu. Saat ia sedih dan bingung,pemuda tadi perlahan keluar dari persembunyiannya perlahan mendekati sang gadis.ketika pemuda hendak memegangnya tiba-tiba sang putri berkata : “Jangan coba-coba mendekat apalagi menyentuh diriku, aku benci terhadap manusia yang hidup di muka bumi ini, selain berbau busuk juga mudah digoda setan”. Mendengar perkataan itu pemuda tadi mejawab : “Baiklah kalau itu yang kau inginkan, aku tidak akan mengganggumu tapi ingat engkau akan mendapatkan kesulitan di hutan ini, sebab akulah raja segala binatang di seluruh belukar ini”. Mendengar jawaban tadi sang putri terdiam apadaya, dia hanya seorang wanita sendirian di hutan belukar yang luas, maka dengan terpaksa ia menyerah tapi dengan beberapa permintaan antara lain : tidak boleh menghina dan mencaci maki dirinya, tidak boleh memukul, harus bertanggung jawab atas dirinya dunia akhirat. Dengan senang hati pemuda berkata : “Kalau demikian maukah engkau menjadi istriku?”. “Aku rela jadi istrimu tapi pegang teguhlah permintaanku dan ingat asalku yang jauh di angkasa sana” jawab sang putri. Mulai saat itu jadilah mereka pasangan suami istri dan hidup bahagia. Sang suami menamai istrinya Yilumoyo dan sang istri menamai suaminya Yilumoto. Selanjutnya mereka keluar dari tanah Topalu tempat kediamannya menuju ke arah selatan mencari tempat yang lebih baik, sampailah mereka pada suatu tempat yang disebut Huntu Lo Tiopo artinya tumpukan kapas. Sementara dalam perjalanan mereka bertemu dengan dua orang pemuda yang mengaku berasal dari timur yaitu pegunungan Tilongkabila masing-masing bernama Motolelenga dan Motolodudulo. Maksud kedatangan mereka yaitu mencari pasangan suami istri Yilumoyo dan Yilumoto. Lalu mereka mengganti nama Yilumoyo menjadi Buibungale (putri ketujuh dari khayangan) dan tentunya atas persetujuan Yilumoto suaminya. Mulailah mereka mencari nafkah bersama-sama, tak berapa lama  berjalan tibalah mereka pada sebuah mata air (butu) istirahatlah mereka di situ. Karena suasana alam yang nyaman dan segar maka mereka sepakat untuk menetap di tempat itu, mereka membuat rumah dekat mata air (kolam) tersebut. Pada suatu hari turun hujan dengan lebatnya diikuti petir dan Guntur sambung menyambung. Begitu hujan reda Buibungale turun ke kolam dekat rumahnya, kedapatan olehnya sebuah benda terapung-apung dalam kolam. Benda tersebut memancarkan cahaya sehingga tumbuhan yang ada disekitarnya tampak bermacam-macam warnanya. Benda itu dinamakan bumelula arinya kandungan anak. Lalu Buibungale memanggil kedua temannya untuk menjaga benda tersebut sambil berpesan :benda dalam kolam ini tolong di jaga baik-baik, jangan diperlihatkan kepada siapa saja karena mustika ini adalah milikku pemberian dari kayangan. Beberapa hari kemudian datanglah empat orang pemuda yang asalnya dari timur dengan tujuan melepas lelah di tempat itu untuk selanjutnya meneruskan pekerjaan mereka yaitu berburu. Melihat mata air (kolam) yang airnya bersih dan jernih itu maka mereka sangat tertarik dan mengatakan bahwa mata air itu miliknya karena mereka yang pertama kali menemukannya. Mendengar pengakuan itu kedua penjaga kolam tersebut mengaku kepada Buibungale. Dengan tenang Buibungale berkata kepada mereka berempat :”kalau benar mata air (kolam) ini milikmu coba tunjukkan mana tandanya? Salah seorang dari mereka menjawab: “sebagai tandanya ialahpohon besar itu. “ berkata pulalah Buibungale:” bagiku bukan hanya pohon besar tandanya bahwa ini milikmu, ada sesuatu yang tersembunyi didalam mata air itu. Selain itu ada kapuk” Mereka tetap tidak membenarkan apa yang dikatakan oleh Buibungale tadi. Sambil tersenyum Buibungale berkata :”andai tidak benar ucapanku, coba kalian jadikan mata air yang kecil ini menjadi sebuah danau. Seandainya kamu bias melakukannya maka benarlah bahwa mata air ini milikmu. “Mulailah mereka mencoba satu demi satu. Orang pertama:”hai air membesarlah engkau” dan tidak berhasil. Orang kedua :”hai mata air melebarlah” juga tidak berhasil. Orang ketiga :”hai mata air memancarlah” tetap tidak berhasil. Orang keempat : “hai mata air buktikan bahwa kau adalah milik kami, membesarlah engkau”, namun tidak juga berhasil. Melihat kenyataan itu mereka berkata : “Kami benar-benar tidak sanggup, tetapi kalau benar milikmu tentu engkau mampu membesarkan mata air ini menjadi sebuah danau”. Buibungale berkata : “Baiklah tapi sebelumnya akan kuperlihatkan mustika yang tersimpan dalam mata air ini”, lalu diambilnya mustika tersubut dan diletakkanya di telapak tangannya, tiba-tiba pecahlah mustika itu dan keluarlah seorang anak perempuan dan seketika itu menjadi gadis jelita yang kecantikannya tiada tara. Gadis itu diberi nama Si Tolangohula. Sekarang giliranku untuk membuktikan kepada kalian. Buibungale diam sejenak lalu dengan suaranya yang merdu ia berkata : “wahai mata air, membesarlah engkau, jadilah engkau sebuah danau yang berguna bagi orang-orang di belakangku”. Dengan sekejap mata memancarlah air tersebut makinlama makin lebar dan membesar. Melihat keadaan air yang makin lama makin membesar maka keempat orang tadi langsung memanjat pohon besar, sedangkan Buibungale, suami dan anaknya naik di atas air. Air makin bertambah besar sehingga melewati puncak pohon, maka menyerahlah mereka sambil berteriak : “Wahai Buibungale, ampunilah kami, jelaslah bagi kami bahwa mata air itu adalah milikmu, tolonglah… kami akan mati”. Mendengar suara yang mengharukan itu berkatalan Buibungale :  “Karena kamu sudah sadar dan mengaku bersalah maka akan ku hentikan mata air ini. Wahai mata air berhentilah engkau mengalir dan jadilah engkau sebuah danau yang kelak menjadi sumber hidup bagi manusia”. Mata air (butu) yang tadinya mengalir dengan derasnya berhenti dengan seketika dan jadilah sebuah danau (bulalo). Setelah ada danau sulit bagi mereka untuk mencarikan nama danau tersebut. “Apa nama danau itu?” Tanya suaminya. Sementara bingung memikirkan nama danau tersebut tampaklah oleh mereka beberapa butir buah terapung di atas air. Buah itu mereka ambil lalu oleh Buibungale buah tersebut dikupas sehingga tercium baunya. Bau tersebut mengingatkan Buibungale pada sebuah pohon yang terdapat di khayangan pohon tersebut namanya “limu” atau limau. Kalau demikian pikirnya, berarti buah ini benar-benar limu. Itulah asal mulanya BULALO LIMUTU (danau Limboto) yaitu nama buah “limututu” atau “limu otutu”.