You are currently viewing Buku : PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL EHA DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM Studi di Kepulauan Nanusa, Kabupaten Talaud
Buku : PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL EHA DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM Studi di Kepulauan Nanusa, Kabupaten Talaud. By. Steven Sumolang

Buku : PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL EHA DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM Studi di Kepulauan Nanusa, Kabupaten Talaud

Oleh : Steven Sumolang*

Pembangunan dalam paradigma baru di era reformasi telah dimulai sejak tahun 1998, dimana metode pembangunan tidak lagi secara top down akan tetapi dengan pola bottom up, dalam arti membangun  masyarakat dengan membuat perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan secara bersama oleh masyarakat itu sendiri. Dengan model ini kearifan lokal atau nilai budaya masyarakat dapat diperhatikan atau diakomodir dalam proses pembangunan tersebut. Atasnya substansi pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera dan membangunan manusia Indonesia yang seutuhnya bisa terwujud dan bertahan secara berkesinambungan.

Pola pembangunan ini adalah bersifat partisipatif dan pemberdayaan, dimana proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan secara bersama (gotong royong) dan memberdayakan segenap sumber daya masyarakat itu sendiri. Sumber daya sosial budaya masyarakat menjadi sangat penting dan strategis, makanya dalam pembangunan kawasan perbatasan di Talaud dalam hal ini masyarakat Nanusa khususnya di desa Kakorotan kec. Nanusa, menjadi model yang baik dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat desa di manapun, karena pembangunannya berbasis kearifan lokal dalam hal ini kearifan Eha, yang mana nilai budaya ini sangat kuat mendasari sendi-sendi kehidupan masyarakat setempat.

Nilai budaya Eha adalah suatu tradisi yang mengelolah dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam agar tidak eksploitatif dan tidak merusak sehingga bisa dimanfaatkan oleh anak cucu mereka dikemudian hari. Eha menjadi sebuah mekanisme konservasi karena melakukan pelarangan sementara waktu pada lokasi-lokasi penangkapan ikan dan perkebunan rakyat, dan ada saatnya untuk panen bersama.

Pemimpin adat mengendalikan proses eha, mulai dari musyawarah adat, pengumumana oleh tukang plakat, eha dikunci, pengawasan oleh petugas adat mangangeha, sangsi adat bagi yang melanggar, dan masa panen (mane’e).

Konsep nilai kebersamaan, dalam perinsip mereka bahwa eha adalah cara hidup untuk “senang bersama dan susah bersama” atau semboyan mereka “Uapasan alu tala punnene, Uaruwenten alu tala otongnge”. Konsep ini lahir sebagaimana cerita rakyat setempat, ketika tsunami melanda wilayah Nanusa, dan sesudah itu warga mendatangkan tanaman pangan dari daerah lain, sehingga semua bahan pakan baik dari darat dan laut harus di atur supaya bisa bertahan sampai kapanpun menjadi kesepakatan semua warga (Suwa’i, asal kata Eha dan Mane’e), ini merupakan pola ketahanan pangan dalam konsep tradisional mereka.

Relasi kesejahteraan rakya, pendidikan, dan hasil pengendalian sumber daya alam oleh tradisi Eha, bahwa wargamendapatkan keuntungan warga setiap masa panen yang melimpah. Mendapatkan hasil yang cukup besar saat menangkap ikan dan saat memanen kelapa.

Pembangunan yang berbasis kearifan lokal eha, telah diaplikasikan di desa Kakorotan yang masih kuat mempertahankan tradisi Eha. Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Talaud nomor 26 tahun 2009 tentang Daerah Perlindungan Laut berbasis maysrakat di Kabupaten Kepulauan Talaud, peraturan ini termasuk wilayah Kakorotan. Kemudian rangkaian rembuk warga telah membuat pemerintah desa bersama pemimpin adat mengeluarkan Peraturan Desa nomor 3 tahun 2012 tentang pengelolaan kawasna pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis adat Mane’e di Desa Kakorotan mengatur dan membagi kawasan pengelolaan dan pemanfaatan dengan Daerah Perlindungan Laut (DPL), Kawasan Wisatan Bahari (KWB), jalur transportasi laut, kawasan pemanfatan terbatas, kawasan perlindungan laut (KPL), dan Pengelolaan Pulau-pulau kecil terluar.

Pada tahun 2015, akhirnya Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama warga menyusun dan menetapkan pola sonasi dalam program Daerah Perlindungan Laut (DPL). Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2014-2034 dimana pulau intata/ kakorotan masuk kawasan parawisata daerah. Selanjutnya program-program pembangunan pertanian, perikanan lautn dan parawisata (alam dan budaya/ Mane,e) gencar dilaksanakan dan program-program ini memeprhatikan kearifan lokal Eha, sebagaimana regulasi-regulasi di atas.

Peneliti memberikan saran-saran atau rekomendasinya dimana yang menjadi persoalan ketika pembangunan menjadi eksploitatif karena sumber daya alam yang besar di kepulauan Kakorotan, mengakibatkan tradisi Eha mulai tergerus. Hal ini bisa membuat kerusakan lingkungan dan tidak terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam baik darat maupun di laut, atasnya akan terjadi penurunan kuantitas penghasilan pertanian dan perikanan laut masyarakat.

Persoalannya ketika tradisi ini menghilang dikarenakan modernisasi dan mobilitas sosial. Dengan masuknya nilai-nilai modernisasi akibat informasi dan peningakatan teknologi, kapitalisasi, intereaksi masyarakat setempat dengan warga luar yang intens. Semuanya merupakan hal yang positif, tapi bisa merupakan hal yang negatif kalau nilai-nilai budaya Eha akan menghilang, seperti desa-desa lain di kepulauan Talaud.

Karena itu ketahanan budaya sangatlah penting untuk diperkuat dan dikembangkan, walau tidak menafikan adanya perubahan-perubahan yang akan terjadi dan akomodasi akan kepentingan pemerintah, adat dan agama. Penguatan kapasitas masyarakat adat yakni Ratumbanua dan perangkatnya sangat dibutuhkan. Kebutuhan lembaga adat seperti perangkat kelembagaan, sarana-prasarana adat, kebutuhan pembiayaan dalam aktivitas adat, dsb.

Reguasi pemerintah dan program-program pembangunan baik oleh pemerintah nasional sampai ke desa, harus terus memperhatikan nilai budaya masyarakat. Bukan tidak mungkin kebijakan Desa Adat atau pemerintahan desa Adat seperti yang termuat dalam Undang-udang nomor 6 tahun 2014 tetang Desa dapat dilaksanakan.

*Penulis, Peneliti Antropologi Sosial Budaya di BPNB Sulut Kemdikbud.