Fasilitasi Tata Kelola Bidang Kebudayaan

0
921

Pembukaan Workshop Fasilitasi Tata Kelola Bidang Kebudayaan yang ditandai dengan pemukulan gong oleh Prof. Kacung Maridjan Pembukaan Workshop Fasilitasi Tata Kelola Bidang KebudayaanKementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan mengadakan kegiatan Fasilitasi Tata Kelola Bidang Kebudayaan pada 21-23 Oktober 2015. Acara ini dihadiri oleh seluruh Kepala Dinas Kebudayaan di 34 propinsi dan 11 UPT Balai Pelestarian Nilai Budaya. Terkecuali Propinsi Jambi yang saat ini tidak dapat hadir karena kondisi kabut asap yang masih menyelimuti wilayah Sumatera. Kegiatan ini dibuka secara langsung oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Bapak Prof. Kacung Maridjan, yang berkesempatan hadir di sela-sela kesibukannya.

Adapun tujuan dari pelaksanaan Workshop Fasilitasi ini adalah:

a. Mengidentifikasi potensi obyek kebudayaan yang ada;

b. Memberikan pemahaman yang sama dalam hal pemanfaatan data kebudayaan untuk menunjang kebijakan;

c. Menyajikan keseragaman data kebudayaan di tingkat nasional.

Dalam sambutannya, Prof. Kacung Maridjan, mengungkapkan beberapa hal yang dianggap penting menyangkut pengembangan pembangunan kebudayaan Indonesia. Dijelaskannya bahwa hasil survey kepuasan publik kepada pemerintah, khususnya bidang Kebudayaan saat ini menempati posisi ketiga, setelah Pendidikan, dan Ristek (riset dan teknologi). Dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, Ph.D., sebagai menteri terpopuler kedua setelah Ibu Susi Pudjiastuti. Pada kegiatan Frankfurt Book Fair sendiri, yang diselenggarakan pada 14-18 Oktober 2015 kemarin, Indonesia menjadi tamu kehormatan terbaik setelah 10-20 tahun terakhir diselenggarakannya acara ini.

Selain itu, beliau juga menyampaikan pentingnya kegiatan ini sebagai ajang untuk membangun sinergi antara pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten. Sinergi yang dibangun tersebut diharapkan menjadi lebih kuat dengan adanya RUU, yang draftnya saat ini masih di DPR dan akan dibicarakan dengan eksekutif (pemerintah). Pemerintah wajib memiliki rancangan semacam buku induk tentang pembangunan kebudayaan. Rancangan ini akan disusun hingga tahun 2050, untuk memproyeksikan wajah kebudayaan Indonesia nantinya. Kerjasama dengan pihak luar dalam rangka pengembangan kebudayaan juga terus dijalin, diantaranya dengan pihak Google dan BPS dalam menghitung Indeks Pembangunan di Bidang Kebudayaan.