Peluang dan Tantangan Budaya Papua Dalam Film Nasional

0
2622
DSC_0155
Pembukaan Sosialisasi Kebijakan LSF, 12 Juni 2014 di Hotel Horison Jayapura

JAYAPURA. Sosialisasi Kebijakan Lembaga Sensor Film Dari Pluralisme Ke Multikulturalisme dengan tema “Peluang dan Tantangan Budaya Papua Dalam Film Nasional”. Merupakan Kerjasama Lembaga Sensor Film dengan Pemerintah Daerah Papua dan Balai Pelestarian Nilai Budaya Jayapura yang dilaksanakan pada 12 Juni 2014 di Hotel Horison Jayapura.

Tujuan dari kegiatan yaitu (1) Menyerap aspirasi pemerintah dan masyarakat Papua sebagai bahan masukan kebijakan LSF dalam pembentukan perwakilannya di ibu kota provinsi; (2) Memantau aspirasi masyarakat terhadap kinerja LSF terhadap perkembangan dan permasalahan perfilman dan penyiaran televisi di Provinsi Papua; (3) Menjalin kerjasama antara Lembaga Sensor Film dengan Pemerintah Provinsi Papua tentang pembentukan perwakilan LSF di ibu kota provinsi.

Dalam sambutan pengantarnya, Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Dr. Mukhlis PaEni  mengingatkan, betapa penting dan strategisnya Papua sebagai wilayah sentuhan budaya dalam sejarah Nusantara. Papua sebagai tambang budaya yang sangat kaya, seyogianya dimanfaatkan  untuk kesejahteraan manusia, setidaknya bagi masyarakat Papua sendiri.

Papua memiliki sumber penceritaan yang luar biasa besarnya ini harus di gali untuk menjadi tema-tema penceritaan untuk dinikmati orang banyak. Potensi ini sangat memungkinkan menjadi bahan film-film pendek maupun dokumentasi dan tidak menutup kemungkinan untuk dapat meproduksi film layar lebar yang lebih banyak. Lembaga Sensor Film hadir untuk memberikan kesetaraan budaya untuk memperkaya khasana budaya bangsa.

Selain itu, Ketua LSF juga menyampaikan keprihatinannya pada tema-tema film Indonesia yang kurang memperhatikan nilai-nilai pendidikan dan budaya. LSF, bertanggung jawab untuk meningkatkan para produser film agar mengangkat kearifan local sebagai tema film. Karena itu, menurut Ketua LSF, perlu ada kesadaran atau gerakan yang mencoba melihat kembali budaya local sehingga dapat memberikan nilai tambah, dengan demikian tontonan yang disuguhkan tidak hanya hiburan semata, tetapi juga mengandung nilai-nilai pendidikan dan kearifan local. Seperti beberapa film yang dihasilkan dari Tanah Papua yang mengandung nilai pendidikan dan kearifan lokal antara lain; Di Timur Matari, Melodi Kota Rusa, Senandung Di Atas Awan (Denias), Negeri Di Bawa Awan, Lost in Papua merupakan hasil karya yang sangat baik dan bisa menjadi rujukan untuk karya film lainnya.

Kegiatan Sosialisasi ini melibatkan 100 orang peserta dari berbagai unsur masyarakat Provinsi Papua khususnya di Jayapura. Mulai dari berbagai instansi pemerintah terkait dengan perfilman dan penyiaran seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, KPID, Lembaga Masyarakat Adat, Kepolisian Daerah, Komisi Penyiaran Daerah, Balai Arkeologi, Balai Bahasa, Dewan Kesenian di Tanah Papua, Museum dan Taman Budaya, tokoh agama, adat, budaya, komunitas film lokal baik di independen maupun lingkungan akademis, media massa lokal baik cetak maupun elektronik.

Kegiatan yang dibuka oleh Elia Loupatty selaku Asisten II Sekda Papua, dalam sambutannya mengatakan “Perkembangan film dewasai ini semakin pesat, ditandai dengan bertambahnya rumah-rumah produksi, dalam hal ini di daerah, serta semakin banyak televise-televisi lokal yang telah beroprasi. Komunitas perfilmanan pun semakin berkembang dengan didukung dengan semakin banyaknya ajang kompetisi perfilman sebagai wahana dalam perkembangan daya kreatifitas dibidang perfilman.

Budaya papua yang mempunyai ciri khas tersendiri merupakan aset daerah yang berpeluang menghiasi wajah perfilman nasional. Salah satu ciri khas budaya daerah, lingkup geografis yang relatif terbatas. Keterbatasan itu budaya daerah menjadi sangat intim dengan manusia yang menjadi pelaku dan pendukungnya. Dalam budaya daerah hampir semua tokoh/manusia menjadi pelaku dari dinamika masyarakat yang dikisahkan apa adanya. Budaya daerah menjadi identitas masyrakat, identitas lokal yang secara emosional mangikat warganya menjadi sebuah kesatuan. Pengelolaan budaya lokal secara aktif dan dinamis meningkatkan harkat, citra dan harga diri yang mendatangkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.

Lembaga Sensor Film merupakan lembaga yang melindungi masyarakat dari pengaruh negatif dan positif sebuah film, sekaligus menjaga kebudayaan daerah. Dengan kemajuan teknologi, bisa dipahami bahwa semakin mudahnya insan-insan film memproduksi film, sehingga perkembangan teknologi ini tidak hanya membuat teknis dan kualitas pembuatan film yang semakin baik, dan ongkos produksi dalam pembuatan film menjadi lebih ekonomis.

Harapan saya kiranya kegiatan ini dapat diikuti dengan sebaik-baiknya hingga selesai, serta dimaksimalkan forum berbagi ide dan informasi sekaligus sarana untuk meningkatkan sinergitas, menyamakan visi dan persepsi, khususnya dalam kebijakan lembaga sensor film di papua ini.

DSC_0143
Peserta Sosialisasi Kebijakan LSF

Kegiatan Sosialisasi Kebijakan Lembaga Sensor Film di isi dengan materi antara lain; Peran LSF Dalam Menumbuhkan Budaya SWA Sensor Ditengah Perkembangan Teknologi Perfilman yang dibawakan oleh Febry Calvin Tetelepta (Sekertaris Komisi A, LSF) dan Materi Lokal dengan Judul “Kearifan Budaya Lokal Dalam Multikulturalisme Wajah Perfilman Nasional oleh Enos H. Rumansara (Dosen Antropologi Universitas Cenderawasih

Melalui dialog antara narasumber dengan audiens, tim perumus menyimpulkan bahwa (1) Film sebagai industri wajar mencari untung namun harus diseimbangkan dengan etika untuk kebanggaan bangsa;  (2) Pemerintah dan Masyarakat Papua akan menggali deposit kebudayaan yang ada di Tanah Papua; (3) Perfilman Indonesia telah mamasuki era digital cinema dengan segala persoalannya, maka tugas LSF semakin ketat sebagaimana di amanatkan dalam UU No. 33 tahun 2009 yang memanatkan LSF untuk melindungi masyarakat dari pengaruh budaya Film;(4)  Perlunya Usaha swasensor harus dilakukan di kalangan Production House sebelum memproduksi film dan masyarakat terutama orang tua; (5) Pembentukan LSF daerah sangat diperlukan.

DSC_0139
Sambutan Ketua LSF, Dr. Mukhlis PaEni
DSC_0185
Pembacaan Hasil Rumusan oleh Drs. Kombes Pol Bambang Purnomosidi, MM
DSC_0158
Drs. Nyoman Widi Wisnama selaku Moderator dalam acara Sosialisasi Kebijakan Lembaga Sensor Film
DSC_0165
Febry Calvin Tetelepta (Sekertaris Komisi A, LSF) narasumber pusat dalam Kegiatan Sosialisasi Kebijakan LSF
DSC_0147
Sambutan Elia Loupatty selaku Asisten II Sekda Papua, dalam kegiatan Sosialisasi Kebijakan LSF
DSC_0145
Peserta Kegiatan Sosialisasi Kebijakan LSF, Hotel Horison Jayapura
DSC_0156
Penyerahan Cindera Mata Kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua
DSC_0189
Penyerahan Cindera Mata Kepada Dr. Enos Rumansara dalam Kegiatan Sosialisasi Kebijakan LSF
DSC_0191
Penyerahan Cindera Mata perwakilan pelajar dalam Kegiatan Sosialisasi Kebijakan LSF
DSC_0154
Acara Pembukaan Kegiatan Sosialisasi Kebijakan LSF di Hotel Horisan Jayapura, 12 Juni 2014
DSC_0167
Dr. Enos Rumansara, M.Si, narasumber daerah dalam Kegiatan Sosialisasi Kebijakan LSF
DSC_0171
Proses Dialog, tanggapan dari KPID dalam Kegiatan Sosialisasi Kebijakan LSF
DSC_0174
Proses Dialog, tanggapan dari Akademisi dalam Kegiatan Sosialisasi Kebijakan LSF
DSC_0178
Ketua LSF, Dr. Mukhlis PaEni