LIMA TAHUN NOKEN SEBAGAI WARISAN BUDAYA DUNIA DAN IDENTITAS ORANG PAPUA

0
2783
Noken Yang Dikenakan Sebagai Atribut Adat dan Asesoris Saat Perayaan Hari Noken

Jayapura,Noken telah ditetapkan dan diakui sebagai warisan budaya dunia  oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) tepatnya 4 Desember 2012  di Paris Prancis lima tahun silam . Noken yang umum dikenal sebagai tas hasil rajutan khas dari Papua diakui sebagai warisan budaya dunia tak benda (intangible cultural heritage). Penetapan ini tentu dengan proses  panjang memenuhi kriteria-kriteria yang telah di tetapkan sebagai upaya perlindungan terhadap warisan budaya tak benda sesuai dengan konvensi perlindungan warisan budaya tak benda oleh UNESCO tahun 2003. Penetapan ini berdasarkan  hasil usulan dari Pemerintah Republik Indonesia Kementerian pendidikan dan Kebudayaan.

Sertifikat Dari UNESCO Penetapan Noken Sebagai Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage) Dunia. (Koleksi BPNB Papua)

Defenisi atau pengertian warisan budaya tak benda oleh UNESCO adalah “warisan budaya takbenda” meliputi: segala praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan: serta alat-alat, benda (alamiah), artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya: yang diakui oleh berbagai komuniti, kelompok, dan dalam hal tertentu perseorangan sebagai bagian warisan budaya mereka. Warisan budaya takbenda ini, yang diwariskan dari generasi ke generasi, senantiasa diciptakan kembali oleh berbagai komuniti dan kelompok sebagai tanggapan mereka terhadap lingkungannya, interaksinya dengan alam, serta sejarahnya, dan memberikan mereka rasa jati diri dan keberlanjutan, untuk memajukan penghormatan keanekaragaman budaya dan daya cipta insani. Defenisi di atas diwujudkan dalam beberapa bidang yaitu – tradisi dan ekspresi lisan ; – seni pertunjukan; – adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan; –  pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta;- kemahiran kerajinan tradisional.                                        Noken atau tas hasil rajutan atau anyaman  dari serat kulit pohon atau daun yang kadang diwarnai dan diberi berbagai asesoris seperti manik-manik, bulu-bulu burung dan lainnya sebagai perhiasan. Noken dikenal di semua suku bangsa di tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat). Fungsi sehari-hari noken pun beragam sesuai dengan ukuran dan juga jenis bahan yang dipakai seperti noken besar adalah untuk membawa hasil kebun, hasil laut, kayu, bayi, hewan kecil, belanjaan dll, dan juga sebagai tempat menyimpan barang yang  digantung di dalam rumah. Sedangkan  Noken dengan ukuran   kecil untuk membawa barang pribadi antara lain uang, sirih, makanan, buku dll. Penggunaan saat memakai Noken ini pun berfariasi seperti ada yang digantung di depan dada, diselempang disamping kiri dan kanan, dan dikepala. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa semua suku bangsa dalam wilayah budaya di tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) mempunyai Noken, misalnya, suku Sentani, Dani, Yali, Mee, Biak, Arfak, Maybrat, Ayvat, Moni,  Asmat, Irarutu, Tehit, Moi, Moli, dan lain-lain (tanpa mengurangi rasa hormat kepada suku-suku lain yang  tidak dapat disebut satu demi satu). Ada sekurang 250 suku bangsa tersebar di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dengan beragam sebutan untuk Noken seperti dalam bahasa daerah suku bangsa. Contoh: Su  (Hugula) Jum (Dani); Sum (Yali) Inokenson, Inoken (Biak); Agiya (Mee) Ese (Asmat) Dump (Irarutu); Rotang/ Aderi,Kaketa (Serui)  Kangke/Koroboi (Tabi/Sentani) Eyu, Yuta (Ayamaru/Maybrat, Ayvat) Qya Qsi/Qya Queri/IQuiyabos (Tehit); Kwok (Moi); Naya (Moli) ; dll.

Sertifikat Penetapan Noken Sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Indonesia. (Koleksi BPNB Papua)

Cara atau teknis pembuatan nokenpun bervariasi, tetapi secara garis besar proses pembuatannya hampir sama mulai dari pemilihan bahan baku sampai pembuatan dengan teknis  proses rajut dan anyam. Berikut misalnya suku Dani/Hugula di Wamena) yang mengkuliti batang kayu kecil, lalu batang kayu tersebut dipukuli hingga tinggal seratnya. Serat kayu yang didapat kemudian dikeringkan menjadi bahan serat yang dipintal atau dipilin dengan telapak tangan di atas paha perajin hingga menjadi benang yang selanjutnya dirajut. Serat tersebut kadang-kadang diwarnai dengan warna alami. Di daerah Paniai ditemukan noken khusus yang diberi hiasan khusus terbuat dari serat tangkai anggrek berwarna kuning, hitam dan coklat.                                                                            Perkembangannya , banyak perajin  mulai kesulitan dalam mencari bahan baku alami dan juga memasarkan noken hasil kerajinannya. Seandainya minat orang untuk membuat, membeli, memiliki dan memakai noken berkurang sampai akhirnya tidak ada peminat lagi, maka cepat atau lambat, tidak akan ada perajin yang membuat noken lagi, dan ini bisa berakibat fatal terhadap warisan budaya noken sebagai budaya yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat Papua.  Pewarisan pengetahuan pembuatan noken dari orang tua kepada anaknya terhambat dengan kesibukan anak-anak yang lebih menghabiskan waktu  belajar di sekolah sehingga tidak ada waktu untuk belajar membuat noken dari orang tuanya. Selain itu, laju pembangunan dan modernisasi di Provinsi Papua dan Papua Barat dengan semakin terbukanya pemasaran tas-tas gaya modern di hampir semua pasar di Papua dan Papua Barat juga mengakibatkan warisan budaya lama, termasuk noken, mulai kurang diminati oleh sebagian masyarakat Papua, terutama oleh generasi muda.                                                                              Menilik keanekaragaman fungsi Noken untuk keperluan adat tampak bahwa Noken telah dikenal oleh masyarakat adat sejak kurun waktu yang lama. Berbagai informasi menyebutkan bahwa sejak dahulu Noken juga digunakan untuk berbagai keperluan sehari-hari. Sejarah yang panjang atas Noken mendorong tumbuhnya hubungan antara noken dan pandangan hidup orang Papua seperti sikap kemandirian orang Papua, kebiasaan saling tolong menolong (Pekei, Wawancara dengan tim BPNB Papua). Noken dimaknai juga sebagai ”rumah berjalan” berisi segala kebutuhan (Tekege, Mikael,Pastor, Wawancara, Epouto, 11/2/2011). Disamping itu, Noken dianggap sebagai simbol kesuburan perempuan, kehidupan yang baik, dan perdamaian. Di berbagai suku di Papua Noken menunjukkan status sosial pemakainya. Orang terkemuka dalam masyayarakat, misalnya kepala suku ,kadang-kadang memakai noken dengan pola dan hiasan khusus.    Lima tahun memperingati Noken sebagai warisan budaya dunia terus menuntut kita sebagai pemilik Noken lebih andil dalam upaya pelestarian Noken dengan harapan mulai dikenalkan di dunia pendidikan, komunitas budaya di masyarakat sampai pada pembuat kebijakan dengan berbagai terobosan  mendesak demi Noken sebagai identitas orang Papua. ”Selamat Hari Noken ke-V tahun 2017”.