Z BPNB Kepri jadi Koordinator Klaster 5
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat jenderal Kebudayaan menggelar Lokakarya penyusunan dokumen pokok pikiran kebudayaan daerah (PPKD) klaster 5 berlangsung di Hotel CK Tanjungpinang, 5-7 April 2018. Peserta lokakarya dari tiga provinsi, yakni Kepri, Riau dan Bangka. Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri bertindak sebagai kooprdinator untuk klaster 5.
Adapun tujuan lokakarya ini sebagai penyusunan pokok pikiran kebudayaan daerah Kabupaten/Kota sebagai Implementasi undang-undang No 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan. Penyusunan ini bermaksud menjadi bahan dasar pokok pikiran kebudayaan daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota dan menjadi dasar penyusunan induk pemajuan kebudayaan, pembangunan jangka panjang, jangka menengah serta perancangan kerja pembangunan.
Peserta lokakarya adalah kepala daerah dari tiga provinsi, kepala Bappeda dan instansi yang menaungi kebudayaan, serta budayawan dan unsur perguruan tinggi dari tiga provinsi. Ada sekitar 115 tamu undangan dalam lokakarya ini. Sebagai narasumber kunci adalah Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid. Ada juga narasumber dari Kementrian Dalam Negeri.
Kepala BPNB Kepri, Toto Sucipto menyebutkan, pihaknya telah beberapa kali menggelar rapat persiapan kegiatan ini. “Lokakarya PPKD ini digelar diseluruh Indonesia. Ada 20 klaster. BPNB Kepri bertindak sebagai coordinator untuk klaster 5. Peserta lokakaryanya dari Kepri, Riau dan Babel,”kata Toto.
PPKD dan Pemajuan Kebudayaan Daerah
Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan pada Pasal 8 bahwa pemajuan kebudayaan berpedoman pada Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) kabupaten/kota, Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah provinsi, strategi kebudayaan dan rencana induk pemajuan kebudayaan.
Pemerintah daerah propinsi, kabupaten/kota harus merespons cepat untuk terbentuknya perihal tersebut. Secara prinsip PPKD adalah dokumen yang memuat kondisi faktual dan permasalahan yang dihadapi daerah dalam upaya pemajuan kebudayaan beserta usulan penyelesaiannya. Dokumen tersebut amatlah penting bila kita ingin memajukan kebudayaan itu sendiri, sebagai bahan acuan atau pedoman. Membuat dokumen ini pun tidak semudah yang kita pikirkan, perlu kejelihan dan pemikiran yang jernih. Masukan seluruh lini harus menjadi acuan utama untuk tersusunnya dokumen tersebut.
Ini penting mengingat kebudayaan itu ibarat gerbong kereta api, dan rel kereta api diibaratkan PPKD. Keduanya saling menyokong, berkelindan satu sama lainnya. Gerbong kereta api bisa berjalan dengan baik bila ada rel kereta api yang mumpuni. Kalau tidak, gerbong akan tajilapak. Begitu juga dengan kebudayaan bisa dikelola dengan baik maka penting adanya dokumen, dokumen itu tak lain adalah PPKD itu sendiri.
Perihal inilah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, seperti yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut. Pada Pasal 11 ayat (1) menjelaskan bahwa penyusunan pokok pikiran kebudayaan daerah kabupaten/kota dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat melalui para ahli yang memiliki kompetensi dan kredibilitas dalam objek pemajuan kebudayaan di kabupaten/kota. Begitu juga dengan pemerintah propinsi, sesuai dengan Pasal 12 ayat (1). Penyusunan PPKD propinsi dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat melalui wakil para ahli yang terlibat dalam penyusunan PPKD kabupaten/kota dalam propinsi tersebut dan/atau pemangku kepentingan.
Berkenaan dengan isi PPKD kabupaten/kota memuat yakni Pasal 11 ayat (2) menjelaskan bahwa PPKD kabupaten/kota berisi: (a) identifikasi keadaan terkini dari perkembangan objek pemajuan kebudayaan di kabupaten/kota, (2) Identifikasi Sumber Daya Manusia Kebudayaan, dan pranata kebudayaan di kabupaten/kota, (c) identifikasi sarana dan prasarana kebudayaan di kabupaten/kota, (d) identifikasi potensi masalah Pemajuan Kebudayaan, (e) analisis dan rekomendasi untuk implementasi Pemajuan Kebudayaan di kabupaten/kota.
Sedangkan PPKD propinsi memuat yakni Pasal 12 ayat (2) PPKD propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi: (a) PPKD kabupaten/kota di dalam wilayah propinsi tersebut, (b) identifikasi keadaan terkini dari perkembangan kebudayaan provinsi, (c) identifikasi Sumber Daya Manusia Kebudayaan, lembaga kebudayaan, dan pranata kebudayaan di propinsi, (d) identifikasi sarana dan prasarana kebudayaan di propinsi, (e) identifikasi potensi masalah pemajuan kebudayaan, dan (f) analisis dan rekomendasi untuk implementasi pemajuan kebudayaan di propinsi.
Bagaimana dengan anggaran untuk penyusunannya, Berdasarkan amanah undang-undang tersebut adalah dibiayai oleh pemerintah daerah, hal ini tercantum dalam Pasal 11 ayat (3), anggaran penyusunan PPKD kabupaten/kota dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah. Begitu juga dengan pemerintah propinsi, yakni Pasal 12 ayat (3) anggaran penyusunan PPKD propinsi dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Mempersiapkan dokumen ini dengan baik secepatnya merupakan langkah terbaik. Sebab kita menyadari sepenuhnya bahwa pengembangan dalam bidang kebudayaan umumnya sampai saat ini masih menghadapi beberapa permasalahan sebagai akibat dari berbagai perubahan tatanan kehidupan, termasuk tatanan sosial budaya yang berdampak pada terjadinya pergeseran nilai-nilai di dalam kehidupan masyarakat kita.
Meskipun kita menyadari bahwa pengembangan dalam bidang kebudayaan yang dilakukan melalui revitalisasi dan reaktualisasi nilai budaya dan pranata sosial kemasyarakatan telah menunjukkan hasil yang cukup mengembirakan yang ditandai dengan berkembangnya pemahaman terhadap pentingnya kesadaran multikultural dan menurunnya eskalasi konflik horizontal yang marak pasca reformasi.
Namun kita mengalami “penganaktirian” khususnya dalam hal kebijakan anggaran kebudayaan bila dibandingkan dengan anggaran bidang lainnya. Sehingga dengan kondisi tersebut membuat objek kebudayaan yang diamanahkan dalam undang-undang tersebut tidak berjalan dengan baik. Objek pemajuan kebudayaan itu sendiri yakni (1) tradisi lisan, (2) manuskrip, (3) adat istiadat, (4) ritus, (5) pengetahuan tradisional, (6) teknologi tradisional, (7) seni, (8) bahasa, (9) permainan rakyat, dan (10) olahraga tradisional.
Akhirnya, harapan kita sekarang ini dokumen PPKD baik di kabupaten/kota maupun propinsi di Kepri, Riau dan Bangka Belitung dapat terbentuk dan dapat dijadikan acuan dalam pemajuan kebudayaan kabupaten/kota dan propinsi di tiga wilayah.