Ratib Saman Bardah, Warisan Budaya dari Tanjabtim

0
1042

Kabupaten Tanjungjabung Timur memiliki warisan budaya. Ratib Saman Bardah adalah salahsatu karya budaya yangsangat menonjol dan terancam punah.

Pelaku (maestro) Ratib Zaman Bardah dari Tanjungjabung Timur, Jambi

Saat ini, tradisi peninggalan leluhur yang sarat nuansa Islami ini hampir punah. Tetua orang Melayu di Tanjabtim,Rajo Muhammad menyebutkan, banyak warga Tabjantim yang tidak tahu apa itu Ratib Saman Bardah. “Kalau ditanyakan dengan orang yang berumur dibawah 50 tahun di Nipah Panjang, sebagian besar pasti menyatakan tidak tahu,” kata Rajo Muhammad.

Kenyataan itu mencerminkan betapa tradisi ini sangat langka. Padahal, tradisi Ratib Saman Bardah ini adalah sebuah khazanah budaya yang patut dilestarikan. Ratib Saman Bardah, kata Rajo, sebetulnya sudah sejak lama dikenal dan dilaksanakan oleh warga Nipah Panjang. Acara Ratib Saman Bardah sebenarnya sudah ada dan dilaksanakan sejak dari zaman Belanda. Ia menceritakan, dulunya digunakan bila di suatu negeri ada suatu penyakit yang tidak mampu, atau tidak sanggup diobati oleh medis, maka ada Ratib Saman Bardah.
“Sudah beberapa kali terjadi yaitu pada sekitar tahun 1952 dan terakhir tahun 1962 di Nipah Panjang. Pada waktu itu di masyarakat terjadi wabah muntaber. Satu hari bisa terjadi antara 6 sampai 7 orang yang meninggal dunia. Baru diantar ke pemakaman lalu ada yang meninggal lagi. Baru saja selesai gali kubur sudah ada lagi yang meninggal,”cerita Rajo Muhammad.

Kejadian tersebut menjadi musibah luar biasa karena dalam waktu satu minggu saja bisa mengakibatkan lebih kurang 50 orang meninggal dunia. Dari kejadian tersebut, akhirnya Rajo Muhammad dan beberapa tetua Agama dan Adat kemudian melakukan musyawarah, solusi terbaik apa untuk mengatasi wabah itu.
“Lalu dicapai kesepakatan dan kita berusaha meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT. Dari itulah muncul ide untuk melaksanakan Ratib Saman Bardah ini,”ujarnya.

Kata Rajo Muhammad, pada saat pelaksanaan perjalanan keliling kampung tersebut, seluruh lampu baik yang ada di luar maupun dalam rumah harus dimatikan. “Mematikan lampu bertujuan agar seluruh peserta khusuk. Jalan yang kami lalui masih berupa batang kayu yang disusun, bukan jalan tanah. Jumlah orang islam waktu itu masih sekitar 100 orang,” katanya.

Rangkaian tertib acaranya sebagai pembukaan yaitu Tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, Syekh Abdul Qadir Jailani, Syekh Muhammad Saman dan dilanjutkan dengan adzan. Selama perjalanan, yang dimaksud Bardah adalah mengucapkan kalimat Takbir Lailaahaillallah, yang diucapkan seluruh peserta yang ikut berjalan kaki.
“Seluruh peserta pejalan kaki adalah kaum lelaki. Sedangkan kaum perempuan tinggal di dalam rumah masing-masing sambil memukul-mukulkan sapu lidi ke setiap pintu dan jendela dengan maksud untuk mengusir iblis dan setan, jangan ada yang berlindung di dalam rumah. Pembacaan Doa Ratib Saman Bardah yang dilakukan secara berkelanjutan dan berturut-turut, akhirnya pada hari ketiga berkat pertolongan Allah SWT maka hilanglah segala penyakit yang menimpa masyarakat,” jelasnya.

Menurut Rajo Muhammad, Ratib Saman Bardah ini bukan hanya untuk mengusir roh jahat yang mengganggu, baik orang yang sakit atau orang yang mau meninggal pun kalau dia sulit untuk sehat atau sulit meninggal juga bisa dibacakan Bardah ini.
“Namun semuanya kita pasrahkan kembali kepada Allah SWT. Kita hanya bisa berusaha, hasilnya Yang Maha Kuasalah yang menentukan,”tukasnya.**