Mandi Gading, Tradisi Meminta Hujan di Kerinci

0
980
Warga berebut gading gajah dalam sungai. (foto:incungalamkerinci.blogspot.com).

Kabupaten Kerinci dengan ikon Gunung Kerinci yang menjulang dikenal salahsatu daerah yang memiliki tradisi leluhur yang unik.
Salahsatunya, mandi gading yang secara sederhana diartikan upacara ritual untuk meminta hujan yang dilakukan oleh masyarakat adat nenek Limo Hiang Tinggi. Wilayah adat nenek limo hiang tinggi ini terdiri dari tiga desa, yaitu desa Hiang Tinggi, Hiang Karya dan Hiang Sakti di Kecamatan Sitinjau Laut, Kabupaten Kerinci.

Upacara dilakukan saat kemarau berkepanjangan. Sebelum pelaksanaan sholat istisqo’ dan kegiatan mandi gading dilaksanakan, terlebih dahulu masyarakat adat di daerah ini melakukan puasa selama tiga hari, biasanya dimulai dari hari Kamis sampai hari Sabtu. Barulah dilakukan Salat Istisqo atau salat minta hujan di lapangan desa. Barulah kemudian dilaksanakan upacara mandi gading. Tradisi mandi gading dirangkaikan dengan pencucian benda benda pusaka yang masih dipertahankan masyarakat adat nenek Limo Hiang Tinggi. Pusaka adat nenek Limo Hiang Tinggi berupa gading gajah terletak di rumah salah seorang warga, yakni anak betino (rumah Gedang).

Pencucian gading gajah

Upacara merendam gading digelar di Sungai Batang Sangkir yang airnya mengalir ke arah hulu Hiang Tinggi dan membelah wilayah Kecamatan Sitinjau Laut dan mengalir memasuki wilayah Kecamatan Tanah Kampung, Kota Sungai Penuh dan bermuara di Danau Kerinci. Pada pelaksanaan salat istisqo berjamaah, dilaksanakan pembacaan kotbah dan kegiatan mengalihkan selendang yang menurut kepercayaan adat di wilayah ini berguna sebagai membalikkan hari. Usai salat, seluruh masyarakat pulang terlebih dahulu ke rumahnya masing-masing untuk bersiap-siap ke tempat penyimpanan pusaka.

Upacara pembersihan diawali dengan pidato adat yang disampaikan pemangku adat dam kemudian beberapa orang dipimpin salah seorang pemangku adat dengan menggunakan tangga menuju loteng rumah, tempat benda benda pusaka di simpan di dalam sebuah peti. Benda pusaka berupa tanduk kerbau, tanduk kambing, gading gajah, tikar salat. Benda pasuka itu dimandikan aneka jenis air jeruk atau limau. Usai membersihkan benda pusaka dengan air limau, maka benda pusaka tersebut di tempatkan kembali di dalam peti semula, sedangkan gading gajah diturunkan untuk diperlihatkan kepada segenap para pemangku adat ,alim ulama dan segenap warga.

Gading Gajah sebarat lebih 10 kg dibungkus dengan kain sorban bermotif batik dan dibawa menuju salah satu Lubuk di Sungai Batang Sangkir. Sekitar 1.500 orang masyarakat adat nenek Limo Hiang Tinggi mengiringi gading gajah yang dipikul salah seorang warga menuju lubuk di kawasan Sungai Batang Sangkir yang mengalir deras dan penuh dengan bebatuan. Menjelang gading gajah dimasukkan ke air, ulama memimpin pembacaan doa. Usai pembacaan doa, perlahan lahan Gading Gajah berwarna kuning ke emasan itu di masukan ke dalam lubuk dan secara spontan puluhan masyarakat berhamburan memperebutkan gading gajah yang jatuh lubuk, perebutan gading gajah di dalam lubuk semakin ramai dan meriah dengan turunnya ratusan masyarakat.

Kalau salah seorang berhasil mendapatkan gading gajah ,maka puluhan masyarakat yang lain berebutan untuk mendapatkan. Akibatnya gading gajah tersebut berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Gading gajah yang sudah dibersihkan kembali dibungkus dengan sorban dan dipikul kembali menuju rumah gedang. Pemangku adat kembali membaqa gading gajah ke tempatnya semula.**