oleh:
Deki Saputra M Hum
(Dosen Universitas Batanghari, Jambi)
Kuluk merupakan penutup atau ikat kepala tradisonal yang dipakai oleh perempuan Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, Jambi. Kata “kuluk” berasal dari kata tengkuluk, tetapi berbeda dengan tengkuluk dalam budaya Jambi secara umum. Pemakaian kuluk di Sungai Penuh bersamaan dengan penggunaan pakaian adat wanita, karena setiap pemakaian baju adat tradisonal Kota Sungai Penuh selalu disertai dengan tutup kepada yang disebut kuluk atau kulauk untuk perempuan dan lita untuk laki-laki.
Kuluk tidak hanya digunakan oleh wanita ketika sebagai penganten saja dalam prosesi peresminan perkawinan secara adat, tetapi kuluk juga digunakan dalam acara adat lainnya, seperti kenduri sko, tari rangguk dan acara adat lainnya. Selain sebagai ikat atau penutup kepala kuluk juga diibaratkan sebagai mahkota puti atau putri atau pengantin wanita Kota Sungai Penuh. Disamping itu, secara umum makna dan fungsi kuluk ini adalah sebagai cerminan status social dan budaya dalam bentuk identitas diri dan simbol kehormatan. Kuluk sebagai icon dan ciri khas untuk perempuan-perenpuan Alam Kerinci termasuk Kota Sungai Penuh ketika pemakaian baju adatnya.
Salah satu lirik lagu lama Kerinci dengan judul “Sakti Alam Kerinci” menyebutkan kuluk sebagai ciri khas perempuan Kerinci termasuk Sungai Penuh yang berbunyi ngaleh alah jangki tando uhang kinci pakai alah kuluk dibucincin pulo. Kuluk tidak berdiri sendiri layaknya jilbab sebagai penutup kepala, tetapi terdapat unsur-unsur yang menyertainya sehingga menjadi satu kesatuan dan saling berhubungan satu sama lainnya. Adapun unsur dan bagian dari kuluk diantaranya 50 cicin yang terdapat pada sangkul/gambang baik cicin akik (mungguk) atau cicin anye (loyang atau tembaga), lidah kuluk yang disertai dengan kain maco empat warna, 7 (tujuh) sirih layang/tirai bagian pangkal dan ujung lidah kuluk dan 7 (tujuh) kunci dibagian kanan kuluk.
Keberadaan unsur-unsur ini tidak hanya memberi nilai estetika dan keindahan saja, melainkan memiliki simbol, makna dan nilai. Untuk mengetahui makna dan nilai yang terdapat pada kuluk dan unsur yang menyertainya, perlu dianalisis dengan pendekatan simbol. Sujono Sukamto (2001), mengemukakan bahwa Simbol atau lambang sebagai sarana atau mediasi untuk membuat dan menyampaikan suatu pesan, menyusun sistem epistimologi dan keyakinan yang dianut. Begitu juga halnya dengan simbol yang tertanam pada kuluk dan unsur yang menyertainya dan tumbuh bersamaan dengan unsur budaya, adat dan norma yang berlaku. Dua tingkat sangkul pada kuluk melambangkan sepasang suami istri yang dihiasi oleh 50 cincin batu atau logam, 20 melambangkan sifat tuhan dan undang-undang yang dua puluh, 4 sifat Nabi Muhammad dan 4 sifat mustahil bagi Nabi Muhammad serta 2 cincin melambangkan siang dan malam.
Makna dari simbol tersebut adalah ikatan suci laki-laki dan perempuan dalam perkawinan, saling memperolah atau menjalankan hak dan kewajibannya siang malam satu sama lainnya, mentaati perintah tuhan dan rasulnya serta patuh terhadap hukum adat yang berlaku. Kain maco empat warna pada lidah kuluk yaitu hitam melambangkan kaumadat (depati dan ninik mamak), kuning melambangkan kaum cerdik pandai, putih berarti alim ulama dan merah wana yang sangat kental dengan hulubalang negeri. Simbol ini menggambarkan bahwa 4 (empat) pilar pemerintahan non formal dalam sistem masyarakat Kota Sungai Penuh yang bertugas mengayomi, menyelesaikan perkara, menguatkan hokum syarak serta keamanan dan ketentraman negeri. Sirih layang/tirai pada pangkal dan ujung lidah kuluk yang berjumlah 7 (tujuh) buah memiliki simbol 7 (tujuh) petala bumi dan petala langit.
Simbol ini memiliki makna sebuah keluarga, minimalnya terdiri dari sepasang suami istri memiliki tujuan yang sama dalam hidup dan kehidupan ini yaitu bahagia dunia dan akhirat. Filosofi kunci yang berjumlah 7 (tujuh) buah pada kuluk terdiri dari kunci pagar, kunci rumah, kunci dapur, kunci kamar, kunci bilik, kunci lemari dan kunci hati. Makna dari filosofi ini adalah seorang wanita harus menjaga kehormatan dan martabat dirinya dengan selalu menjaga rumahnya dan kamarnya dari laki-laki yang muhrimnya, menjaga harta yang dimiliki oleh suami, selalu memberhatikan ketersedian kebutuhan sandang dan pangan keluarga. Dengan demikian, wanita memiliki kekuasaan terhadap harta benda yang dimiliki, walaupun demikian wanita harus tetap mejaga hatinya dan tidak mudah membuka hati untuk orang lain selagi masih mengemban tugas menjadi seorang istri. Lebih sederhananya wanita dalam kehidupan berumah tangga mengatur keadaan rumahnya dengan memperhatikan keuangan, makanan, pakaian, kehidupan seksual, anak keturunan, kesejateraan rumah, keharmonisan penghuni rumah. Sehingga dengan kata lain wanita adalah penentu keteraturan dalam rumahtangganya, bahkan dikatakan jika wanita baik, maka rumah tangga akan baik.
Wilayah persebaran Kuluk sebagai penutup kepala wanita tidak hanya di Kota Sungai Penuh saja, tetapi juga meliputi wilayah Kabupaten Kerinci. Namun demikian, kuluk kedua wilayah ini memiliki perbedaan yaitu Kabupaten Kerinci khususnya kerinci hulu kuluk disertai dengan bunga aut dan turai pabung. Sedang di wilayah Kerinci Hilir, kuluk terbuat dari kain selendang seperti halnya tengkuluk di Jambi tetapi disertai dengan hiasan berupa cicin anye (tembag) dan turai tembaga.jadi kuluk yang dimaksud dalam konteks ini adalah kuluk yang terdapat di Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi.