Kiprah Sultanah Latifah School dan Madrasah Annisa dari Siak

0
1013
Buku Potret Pendidikan Perempuan Riau Sebelum Kemerdekaan karya Dr Wilaela M.Ag

Selalu rindu membaca buku sejarah tentang Riau dan Kepri yang ditulis orang yang berlatarbelakang background keilmuan sejarah. Setelah Ahmad Dahlan P.hD menerbitkan buku Sejarah Melayu tahun 2015, kali ini terbit lagi buku tentang Sejarah Riau. Penulisnya Dr Wilaela M.Ag, Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau. Bukunya berjudul: Potret Pendidikan Perempuan di Riau Sebelum Kemerdekaan ini adalah penggalan atau bagian dari disertasinya di program doktoral Universitas Padjajaran, Bandung.

Wilaela mengangkat tema sejarah pendidikan perempuan di Riau disebabkan karena penelitian-penelitian dan buku sebelumnya tentang pendidikan di Riau, belum menjadikan pendidikan perempuan menjadi tema khusus dan tersendiri. Kajian tentang sejarah pendidikan Riau juga masih minim. Ia mengklaim belum ada kajian yang spesifik, tuntas dan komprehensif tentang sejarah pendidikan perempuan di Riau. Dengan yakin penulis meyakini buku ini lebih lengkap dari keragaman sumber dan lebih orisinil dari segi tema.

Pendidikan perempuan di Riau menjelang dan awal hingga pertengahan abad ke 20 mengalami berbagai hambatan. Utamanya adalah kendala pengaruh tradisi atau adat kebiasaan masyarakat Melayu. Tradisi adat berkurun bagi anak perempuan yang telah menginjak akil baligh. Pembatasan tersebut telah membuat kaum perempuan menjadi tertinggal dalam mengeyam pendidikan.

Buku ini mengupas dua lembaga pendidikan perempuan yang berdiri pada masa kolonial Belanda, yakni Sultanah Latifah School dan Madrasah Annisa. Keduanya ada di Siak Sri Indrapura. Satu lagi lembaga pendidikan perempuan, yakni Diniyah Putri di Pasir Pangaraian (Rokan Hulu), namun tak ditulis dalam buku ini. Lembaga pendidikan perempuan initelah menganut sistem pendidikan modern. Sistem kelas dan sudah ada kurikulum.

Sultanah Latifah School didirikan Tengku Agung Syarifah Latifah (Tengku Bih). Ia permaisuri Sultan Syarif Kasim II. Tengku Agun adalah penggagas dan pendiri Sultanah Latifah School. Ia terinspirasi mendirikan sekolah di Siak setelah kunjungannya ke Medan. Perempuan di Medan pendidikannya jauh lebih tinggi. Kapan Sultanah Latifah School banyak versi. Namun, penulis buku ini yakin Sultanah Latifah School sekolah dibangun tahun 1927 namun bangunannya mulai ditempati tahun 1929. Dasarnya, sumber dari laporan kontroleur Siak, Leyds. Sekolah memiliki 50 orang murid, satu guru dan dua lokal belajar. Penamaan Sultanah Latifah School telah diberikan sejak tahun 1931. Sekolah ini ditutup tahun 1942 karena kebijakan Jepang yang menjadikannya sekolah rakyat.

Lembaga pendidikan lain, yakni Madrasah Annisa didirikan Tengku Maharatu, adik Tengku Agung. Ia menjadi permaisuri sultan setelah kakaknya meninggal dunia. Annisa didirikan setelah bulan Mei 1929. Pendirian sekolah terinspirasi kemajuan Diniyah Putri Padang Panjang. Pengajar Annisa hampir semuanya alumni Diniyah Putri Padang Panjang. Ketimbang Sultanah Latifah School, Annisa lebih fokus dalam pendidikan agama, selain keterampilan. Annisa ditutup tahun 1950. Madrasah Annisa yang semula dibawah Kerajaan Siak berubah menjadi madrasah tsanawiyah Siak Sri Inderapura.

Kelebihan buku ini adalah topik yang diangkat sangat menarik yakni pendidikan perempuan di Riau, khususnya di Siak sebelum kemerdekaan. Dalam buku ini, penulis juga memberi ketegasan pendirian sekolah Sultanah Latifah School da Madrasah Annisa yang selama ini banyak versi. Sultanah berdiri tahun 1927, sedangkan Madrasah Annisa berdiri tahun 1929. Buku ini dapat menjadi referensi terkait kajian pendidikan perempuan di Riau, khususnya bidang sejarah.

Tak ada gading yang tak retak. Cetakan buku kualitasnya relatif kurang bagus. Foto-foto kurang bagus kualitasnya karena faktor cetakan buku. Dari segi isi buku, inti buku mengupas dua lembaga pendidikan perempuan di Siak, yakni Sultanah Latifah School dan Madrasah Annisa. Dari 352 halaman buku ini, pembahasan dua lembaga pendidikan itu sekitar 79 halaman. Pembahasan lebih banyak terkait potret Riau era kolonial dan tantangan tradisi. Idealnya pembahasan lebih tepat jika fokus membahas potret Siak era kolonial, bukannya Riau. Alasannya karena pembahasan utama buku membahas dua lembaga pendidikan yang ada di Siak. Alangkah lebih bagus fokus membahas Sultanah Latifah School dan Madrasah Annisa di Siak.

Pada bab III, ada pembahasan kondisi umum pendidikan perempuan di Hindia Belanda, tokoh-tokoh pendidikan perempuan di Hindia Belanda. Ada juga pendidikan perempuan: dari tradisional ke modern dan usaha perkumpulan kaum perempuan. Pembahasan digabung dengan perempuan dalam budaya Melayu.

Alangkah bagus kalau kondisi umum pendidikan perempuan di Indonesia ini dijadikan satu bab khusus. Tantangan perempuan Melayu dalam bidang pendidikan harusnya juga dibahas secara detail dan tuntas karena ini yang jadi keunggulan buku. Bukannya lebih banyak mengupas kondisi pendidikan umum di Hindia Belanda saat itu. Namun, terbitnya buku ini setidaknya dapat menambah buku referensi tentang Sejarah Riau, khususnya sejarah pendidikan yang sangat minim.**

Resensi
Judul buku          : Potret Pendidikan Perempuan di Riau Sebelum Kemerdekaan
Penulis                : Dr Wilaela M.Ag
Penerbit              : PT Inti Prima Aksara
Cetakan I           : Oktober 2016
Jumlah halaman : 352