Imlek, Warga Tionghoa Serbu Vihara Bersejarah

0
472
Patung 1.000 dalam kawasan Vihara Ksitigarbha Bodhisattva di Tanjungpinang

Etnik Tinghoa, salahsatu yang berpengaruh dalam denyut nadi kehidupan Kota Tanjungpinang. Warga Tionghoa mengendalikan bidang perekonomian. Saat Imlek suasananya sangat terasa. Toko-toko dan kedai milik warga Tionghoa banyak yang tutup. Terasa kondisi pusat kota yang menjadi sepi. Kondisi ini juga terjadi pada Imlek 2019, Selasa (5/2) kemarin. Banyak toko yang tutup dan warga Tionghoa meramaikan tempat beribadah, khususnya vihara. Dari sejumlah vihara di Tanjungpinang, ada vihara yang paling ramai dikunjungi.

Vihara Dharma Sasana Tanjungpinang

Klenteng ini diyakini sebagai vihara tertua di Tanjungpinang. Dibangun sekitar abad ke-18, semasa YMDR (Yang Dipertuan Muda Riau) II (Daeng Celak, 1728-1748). Vihara ini menampilkan arsitektur kolonial dan ragam hias Cina dengan atap berbentuk pelana. Keberadaan klenteng ini merupakan bukti eksistensi warga Cina di daerah ini sejak zaman Kerajaan Riau dulu. Dibangun sekitar 200-300 tahun yang lalu oleh imigran dari Cina daratan pada abad ke-18 M, komplek vihara ini memiliki empat bangunan utama.

Tiga diantaranya merupakan kelenteng dan merupakan bangunan awal, berada pada bagian depan kompleks menghadap ke laut. Bangunan yang keempat berada di bagian belakang klenteng pada tanah lebih tinggi. Tiga bangunan klenteng pada bagian depan diperuntukkan bagi dewa-dewa Cina.

Nama ketiga klenteng tersebut antara lain: klenteng Fu De Zheng Shen, dewa yang terdapat pada klenteng ini adalah Dewa Phe Kong yaitu dewa bagi keselamatan di daratan, dalam hal ini bagi wilayah Senggarang.

Klenteng yang kedua adalah Tian Hou Sheng Mu, terdapat tiga buah dewa, berada di tengah adalah dewa Ma Chou yaitu dewa untuk keselamatan dalam perjalanan di laut, di kiri dan kanan adalah dewa Phe Kong dengan sebutan Lou Wei Sheng (berada di kanan diperuntukkan bagi keselamatan orang yang sudah mati) dan To Po Kong (di kiri diperuntukkan bagi keselamatan mereka yang di darat), yang ketiga adalah klenteng Yuan Tien Shang Di, di dalamnya juga terdapat dewa Phe Kong.

Sedangkan bangunan pada bagian belakang diperuntukkan bagi Sang Buddha Amitabbha, merupakan bangunan baru. Kompleks Vihara Dharma Sasana terdiri dari 4 bangunan yang berupa 1 buah bangunan baru (Vihara Dharma Sasana) dan 3 buah bangunan lama (Klenteng Yuan Tiang Shang Di, Klenteng Fu De Zheng Shen, dan Klenteng Tian Hou Sheng Mu). Vihara Dharma Sasana didirikan tahun 1988, sedangkan 3 klenteng yang lama diperkirakan dibangun sekitar abad ke-18.

Vihara Bahtra Sasana

Vihara ini dibangun pada tahun 1857, sehingga termasuk vihara tertua di dalam Kota Tanjungpinang. Vihara ini terletak di Jalan Merdeka atau berjarak sekitar lima menit berjalan kaki dari Pelabuhan Sri Bintan Pura.

Vihara Ksitigarbha Bodhisattva

Ini vihara baru dan menjadi ikon baru wisata Kota Tanjungpinang. Selain menjadi tempat sembahnya juga menjadi destinasti wisata karena di kawasan ini terdapat 1.000 patung.
Patung-patung tersebut dijadikan objek berfoto ria bagi para pengunjung. Tidak hanya itu berberapa ornamen vihara sangat unik dan penuh dengan sejarah Tionghoa.

Dijadikan objek wisata, Vihara Ksitigarbha Bodhisattva tidak hanya ramai ketika Imlek saja. Tetapi hari libur cukup padat. Tidak hanya dikunjungi orang Tionghoa tetapi juga dari berbagai etnis lainnya. Vihara Ksitigarbha Bodhisattva berada di kawasan Senggarang, Provinsi Kepri. Dari pusat Kota Tanjungpinang berjarak sekitar 13 kilometer.

Vihara Avalokitesvara Graha

Vihara satu ini merupakan terbesar se-Asia Tenggara. Bangunannya terlihat megah dan besar.  Vihara Avalokitesvara Graha berada kurang lebih 14 km dari pusat kota Tanjungpinang. Vihara ini terletak di Kelurahan Air Raja, di sebelah kiri jalur lintas Tanjungpinang-Tanjung Uban, tepatnya di Batu 14.

Tidak hanya itu, vihara ini juga dijadikan sebagai tempat memperdalam ilmu agama, berguru dan belajar para bhiksu, sangha, dan guru baik yang datang dari daerah lokal maupun dari luar negeri seperti Tiongkok, Singapura, dan Malaysia.

Vihara tidak hanya dijadikan tempat berkunjung wisatawan lokal tetapi juga wisatawan asing dari Malaysia, Singapura, maupun Thailand. Menurut wisatawan, jika mengunjungi vihara ini, maka mereka merasa sudah berada di negara-negara Asia Timur, khususnya Tiongkok.

Tidak hanya ornamen dan suasana, di dalam bangunan utama Vihara Avalokitesvara Graha terdapat sebuah patung Dewi Kuan Yin Phu Sha dalam posisi duduk yang dinobatkan Museum Rekor Indonesia menjadi patung Dewi Kuan Yin terbesar yang ada di dalam ruangan.

Tinggi patung itu mencapai 16,8 meter, terbuat dari tembaga dengan berat 40 ton, dan berlapis emas 22 karat. Dalam vihara ini, juga ditambahkan hiasan-hiasan dinding dan patung dewa-dewi setinggi kurang lebih 3,5 hingga 4 meter yang berdiri sejajar di kiri dan kanan ruangan menghadap patung Dewi Kuan Yin Phu Sha. **