Calempong Ogoung, Kesenian Khas Kampar

0
19014

1.Pendahaluan

Musik tradisi merupakan salah satu bentuk warisan budaya tak benda (intangible culture heritage) Bangsa Indonesia. Musik tradisional adalah musik yang digunakan sebagai perwujudan dan nilai budaya yang sesuai dengan tradisi. Musik tradisi sebagai seni budaya yang sejak lama turun temurun telah hidup dan berkembang pada daerah tertentu. Cetusan ekspresi perasaan melalui nada atau suara dari alat musik sehingga mengandung lagu atau irama yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Di wilayah Kampar, Provinsi Riau, sejak dulu musik sudah menjadi teman dalam keseharian masyarakatnya. Musik dimainkan dalam berbagai kesempatan. Ketika menunggu padi yang lagi berbuah di sawah, lahirlah musik gambang dan kotuok kotuok. Saat duduk di atas punggung kerbau saat mengembara, dibunyikanlah sunai dan suling. Saat bersuka ria melampiaskan gejolak hati ketika hasil panen sangat memuaskan, hiduplah musik calempong oguong dan dikir gubano. Merayu si gadis desa, pemuda desa memainkan genggong, dondong dan pantun ugam. Saat jatuh cinta atau patah hati dihibur dengan malalak dan pantun atui. Memeriahkan perhelatan pesta kawin atau acara desa, hiburannya calempong baguong, sijobang dan bakoba. Untuk menyampaikan rasa syukur kepada yang maha kuasa, dalam upacara keagamaan dipakai dikir gubano, berzanji dan nolam. Juga digunakan musik sebagai bunyi-bunyian sakral dalam upcara pengobatan, seperti gendang dewo.

Alat musik yang terbuat dari logam banyak ditemukan di wilayah nusantara, termasuk di Kampar. Ini termasuk ke dalam keluarga gong yang memakai pencu (knobbbed gong) dengan ukuran dan suara berbeda-beda. Dari segi bentuk hampir semuanya sama. Penamaannya tiap daerah berbeda-beda. Di Sumatera Barat disebut talempong. Sementara di Kabupaten Kampar, Riau dikenal dengan nama calempong. Keberadaan musik calempong merupakan salah satu sistem budaya masyarakat Kampar. Hal ini tercermin dalam ungkapan pepatah adat. Kalau alam alah takombang, marawa tampak takiba, aguong jo calempong, tandonyo adat badiri di nagori.

Dulunya calempong adalah milik suku, bukan milik pribadi. Ia memiliki nilai yang bertalian dengan prestise. Ia termasuk barang langka dan barang mahal meskipun harganya sebenarnya tak mahal. Inilah yang dikatakan Anthony Reid bahwa yang memiliki alat musik perunggu (calempong_red) pada masa lampau terbatas pada orang kaya (penguasa) saja dan erat hubungannya dengan status yang menunjukkan kebesaran.

Dari segi sejarah, komposisi bunyi dan instrumen yang digunakan pada calempong oguong, tidak ada unsur-unsur budaya Arab atau melodi dari daratan Asia. Berarti musik calempong oguong sudah ada sebelum masuknya Agama Islam pada abad 13 Masehi. Pada zaman primitif dengan kepercayaan animisme, di Wilayah kampar sekarang, masyarakatnya sudah membuat instrumen bunyi-bunyian yang terbuat dari kayu atau bambu, namanya “gambang”. Gambang dipakai pada kelompok musik gong tanah dengan pemainnya empat orang. Melodi gambang pada gong tanah yang juga masih ada hingga sekarang di Kampar kiri sama dengan melodi calempong logam.

Setelah adanya industri logam di daratan Asia, alat musik dari logam ini dibawa pedagang ke daerah Kampar maka penggunaaan kayu sebagai alat musik pindah kepada logam. Calempong oguong yang alatnya terbuat dari logam awalnya dibawa perantau Kampar dari Singapura yang saat itu masih berada dibawah negara Malaysia. Dari Singapura, peralatan yang berupa oguong (gong) dibawa sampai di wilayah yang saat ini bernama Pekanbaru. Oguong itu terus dibunyikan dari Pekanbaru sampai ke Kampar. Dari bunyi oguong itu masyarakat jadi tahu, perantau Kampar dari Singapura telah pulang.

Calempong oguong tradisi terdiri dari lima orang pemain, yakni penggolong dan peningkah memainkan instrumen enam buah Celempong, gondang peningka dua orang memainkan instrumen ketepak dasar dan ketepak bungo, serta seorang pemukul gong. Berikut fungsi alat-alat tersebut:

DSCN4371
a.Calempong

Alat musik perkusi terbuat dari logam. Enam buah calempong disusun dengan deretan nada tinggi ke tengah pada sebuah kotak berukir yang terbuat dari kayu. Kotak atau rumah calempong juga sebagai ruang resonansi.
b. Ketepak
Alat musik perkusi yang sumber bunyinya selaput/kulit kambing. Bentuknya bulat dan dikedua permukaannya ditutup kulit yang dirajut dengan rotan. Cara menggunakannya adalah ditabuh dengan jari atau dengan rotan. Ketepak menjadi alat musik pelengkap pada grup calempong.

c. Gung (gong)
Alat musik perkusi yang terbuat dari logam. Bentuknya bulat berongga. Gung menjadi alat musik pelengkap dalam calempong dan dikir gubano. Dalam grup calempong tradisi selalu digunakan dua buah gung.

Melodi yang dimainkan pada setiap judul lagu musik calempong baoguong atau calempong oguong hanya dua baris irama yang dimainkan berulang ulang. Dari cara memainkannya, calempong terbagi dua, yakni:
– Calempongraraktonoatau calempong jalan dengan tiga orang pemain. Masing-masingmemegangduacalempong yang memainkantigajenistingkah. Calempong rarak ada pula yang diiringi ketepak panjang (gendang panjang) dan umumnya tak menggunakan gong.
– Calempong baouguong yang bermain sambil duduk. Perangkat instrumennya, yakni calempong sebanyak enam buah dengan dua orang pemain. Tugasnya sebagai penggolong dan peningkah terbuat dari logam kuningan.
– Gung dengan satu atau dua pemain terbuat dari logam
– Ketepak

Suatu keistimewaan bagi instrumen gendang panjang pada calempong disebut ketepak adalah disebabkan gendang ini bila ditabuh bunyinya tak berdegung. Kulitnya terbuat dari kulit tak harus diregang. Di beberapa daerah, gendang selaputnya diregang kencang sehingga bunyinya berdentang.

Dalam menyusun instrumen, calempong bernada lebih tinggi diletakkan ke tengah baik dari kiri atau dari kanan. Salah satu nada calempong yang ditengah dianggap nada inti yang mempunyai kekuatan magis. Pada saat tertentu, calempong inti ini dilimaui (dibersihkan dengan air limau) dan dibacakan mantra-mantra. Ada kepercayaan bawah susunan calempong enam buah diibaratkan makhluk yang memiliki jiwa dan raga sebagai manusia. Calempong yang ditengah diibaratkan hati jantung.

Melodi dan Fungsi
Nama-nama golong dan tingka dalam calempong oguong setiap daerah di Kampar, melodinya ada yang beda dan ada yang sama. Judul lagu atau melodi yang sangat familiar, antara lain Senayung, Nak Pulang Nak Tido, Jopuik den Jopuik, Kakak Timbang Baju, Tak Tun Tun, Sikadidi, Ghatok Tonga, Puaghan, Muara Takui, dan Kutang Barendo.
Calempong oguong berbeda dengan talempong di Sumbar. Perbedaan terletak pada improvisasi (nada hiasan/krenek melodi) termasuk tingkah dan judul tingkah tak sama. Ada yang sama judulnya sperti Senayung, tapi tak sama kemampuan inprovisatif penggolongnya. Perbedaan lain dengan talempong Minang dan calempong Rokan Hulu adalah jumlah instrumen tak sama. Ada gungnya dua dan ada yang satu saja. Kalau di Sumbar ada pula tambur atau tambua. Pola nada dasar tidak persis sama, sehingga instrumen Kampar canggung (tak harmonis menurut telinganya) bila dimainkan oleh pemain Rohul dan Minang kabau demikian sebaliknya.
Pola dasar calempong oguong tradisi dari Limo Koto Kampar sedang diteliti dan disusun oleh mahasiswa Strata 2 asal Kampar di Solo. Nantinya akan ada pola nada dasar yang baku dari celempong Kampar. Sebagai stelan nada asli calempong tradisi Kampar adalah gong tanah. Gong tanah ada di Kampar Kiri dan Desa Pulau Birandang, Kampar Timur. Instrumennya sederhana. Potongan kayu seperti gambang disusun diatas tanah yang berlubang. Rongga tanah sebagai ronga resonansi getaran bunyi. Perbendaannya hanya instrumen yang digunakan daan kapasitas bunyi yang dihasilkan.

Fungsi calempong oguong tercermin dalam ungkapan yang indah ini. Calempong nan menari. Gendang yang meningkah. Gong mengiyakan. Nan jauh kami jemput, yang dekat kami himbau. Babogai kato sumando, diiyakan ninik mamak.Banyak perbedaan, namun semuanya tetap akur dan harmoni. Itu makna kesenian tradisional Kampar.
Calempong Oguang sejak keberadaaanya berfungsi sebagai musik hiburan untuk mengisi acara perkawinan, pencak silat, batogak kepalo suku dan perayaan kampung lainnya. Di Era tahun 80-an musik calempong oguong berkolaborasi dengan instrumen musik lainnya bertambah fungsinya oleh pencipta tari untuk mengiring tarian, seperti tari batobo, tari manggota kuaghan pada festival Tari Daerah Riau.

Pesan moral atau makna simbol dari instrumen celempong sangat luhur. Golong/melodi adalah ibarat subuah usul yang dijawab dengan tingka ibarat gayung bersambut , kata berjawab, disambuing oleh ketepak/ gendang meningkah, tapi serasi, kemudian disudahi oleh bunyi gong, seolah mengiyakan atau memberikan kata putus. jadi musik calempong baonguong adalah simbol masyarakat kampar, yang kreatif, saling membenarkan, kalau ada silang sengketa diselesikan dengan musyarah mufakat. Hasilnya dapat memuaskan semua pihak. hasil memusakan dari musyawarah dapan disimbolkan dari banuyi yang harmonisasi dari permain lima orang itu.

Klasik Gong (Calempong Komposisi)
Calempong komposisi (klasik gong) adalah kesenian kreasi berorientasi tradisi yang berasal dari Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Beranggotakan 10 sampai 15 orang meramu berbagai warna musik dari Kampar, seperti calempong baoguong, sunai telok-telok, sunai tabuong dikir gabano gunto, kotuok kotuok gambang yang dipadukan sastra lisan dari Kampar. Yakni, dondong, sijobang, nolam dan pantun yang dibumbui dengan ciloteh. Jadilah klasik gong pertunjukkan musik khas yang menampakkan warna musik Kampar.

Tampilan Klasik Gong (Calempong Komposisi)Kesenian oguong calempong atau gong tradisi Kampar mengalami perkembangan dalam penggarapannya. Kalau gong tradisi jumlah pemain hanya lima orang, dalam perkembangan hadir pula penggarapan baru yang dinamakan calempong komposisi. Bagi orang awam bentuk komposisi ini disebut dengan bahasa mudah, yakni klasik gong. Penamaan calempong komposisi diberi nama oleh Nedi Winuza, dosen Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Padangpanjang.
Komposisi musik calempong mengalami perkembangan sejak diadakannya pelatihan komposisi musik tradisional Kampar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau bekerjasama dengan Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar tahun 2002 dan 2004. Materi Pelatihan itu adalah mengkolaborasi instrumen musik yang ada di kabupaten Kampar seperti : calempong, ketapak, oguong, robab, gambang, sunai tabuong, gubano dengan bentuk musik instrumental seperti golong celempong, dikir gubano, genggong serta musik vokal dan sastra lisan seperti: nolam, pantun atui, sijobang, malalak, ghandu sehingga dengan pelatihan itu lahirlah karya pertama , komposisi musik tradisi Kampar yang berjudul “Buni Salapan Sajunjungan” dengan pemain hingga 30 orang.
Perubahan bentuk calempong tradisi menjadi calempong komposisi sangat besar peranan Nedi Winuza. Nedi menjadi pelatih dan penggarapnya. Garapan Nedi Winuza yang diteruskan hingga kini. Klasik gong menjadi ikon kesenian Kampar.Bentuk garapan seperti ini sudah meneyebar di seluruh kamapar, pada pesta pekan budaya Kampar setiap tahun ada festival. Pesertanya 21 kecamatan. Jadi disetiap kecamatan sudah ada cikal bakal musik garapan ini. Penggarapnya adalah mahasiswa akademi musik dari Akademi Kesenian Melayu Riau (AKMR) atau jurusan sendratasik Universitas Islam Riau (UIR). Tokoh penggarapnya, antara lain, Salman Aziz,Taufik Yandra, Rino Deza Patti, dan Hengki.
Soal lagu, mereka sebenarnya tidak membawakan lagu permanen, mereka hanya bercerita dengan bahasa musik atas suasana dan peristiwa yang dirasakan yang merekal alami dan dilihat sehari-hari dalam kehidupannya. Cuma bahasa musik mereka diwakili dengan bunyi, ucapan vokal musik instruiment dan sastra lisan yang ada di kampung-kampung. Setiap instrumen itu sudah punya melodi sendiri, seperti mereka pakai golong dan tingkah mereka tampilkan dikombinasikan dengan sunai mendayu untuk melukiskan suasana. Bunyi tabuh/tambur terkadang mereka pakai untuk mewakuli bunyi gemuruh. Suasana bersuka ria juga mereka ungkap dengan vokal pantun atui, badondong , ghandu dan sebagainya. Juga dialog dengfan sesomba atau siacuong. Jadi garapan mereka aadalah lukisan sebuah peristiwa kehidupan dengan bahasa musik.
Pengarap musik ini tidak menciptakan jenis musik baru, mereka hanya meramu, memoles bentuk-bentuk asli yang telah ada, menyusun ulang dan menyisip bentuk baru lagi utntuk kisah yang lain pula. tapi di ujudkan dengan berbagai jenis bunyi dan peralatan baik yang ada listik atau tak pakai listrik.
Diantara lagu yang dibawakan, antara lain menuai padi, cia nak bongi, nak pulang nak tido, jopuik den jopuik, nak pulang, nak pulang, lowuik tonga malam, cong kencong, senduik, klantan, baghatik dan sialang tinggi.
Bentuk musik komposisi ini berperan bukan hanya sebagai sebuah garapan musik tunggal saja, bentuk ini di kampar sudah digarap untuk keperluan pengiring tari daerah. Sedang calempong tradisi pemain orang masih berperan sebagai musik istiadat, seperti untuk pengiring pencak/silat, betogak kepalo suku, malam-malam pesta kawin dan acara kampung lainnya.
Calempong komposisi ini lebih familiar dengan penamaan klasik gong. Tak hanya bagi masyarakat Kampar, perantau Kampar diberbagai daerah juga terbiasa dengan penyebutan klasik gong. Grup klasik gong ini saat ini banyak bermunculan di Kampar. Pemainnya tak hanya para orang tua, anak-anak juga banyak yang tertarik untuk mempelajari kesenian tradisi nenek moyang mereka. Penggiat seni Kampar, Salman Azis menyebutkan, ke depannya calempong oguong dan komposisi idealnya menjadi bahan pelajar dalam muatan lokal dalam pendidikan Kabupaten Kampar.
Di Kampar, salah satu kelompok penggiat klasik gong adalah grup The Classic Gong dari Pulau Birandang, Kecamatan Kampar Timur. Mereka beranggotakan 13 orang. Anggota-anggotanya pernah mengikuti berbagai pelatihan calempong komposisi sejak awal tahun 2000-an.

Garapan musik karya Grup klasik gong pada umumnya pelukisan suasana kehidupan masyarakat desa sehari-hari, seperti :
Musim Menuai yang melukiskan suasana batobo keladang, dimulai dengan memukul canang, hiruk pikuk batobo ketika bertanam padi, menjaga padi di sawah, manuai dan pada akhirnya berdoa dan makan bersama. Bumi Islam karya yang menggambarkan suasana masyarakat Kampar yang menjalankan syariat Islam dalam kehidupan sehari-heri.
Tolak Tigo dan nak Pulang nak Tido adalah kisah suka dukanya sebuah rumah tangga antara saudara dan suami isteri sehingga terjadinya perceraian.Bandai-Andai yang juga melukiskan suka dukanya seorang seniman musik kampung.
Dalam perjalanan waktu dengan banyaknya harapan masyarakat dan tuntutan zaman , disamping mempunyai grup calempong tradisi dan komposisi tradisi, berkembang menjadi kelompok musik kasidah dan musik dangdut. Grup pimpinan Saranan ini pernah diundang tampil di Malaysia, Singapura, Solo, Jakarta, Sijunjung Sumbar, Sumatera Utara dan sering menjadi wakil Kampar dalam event tingkat Provinsi Riau. Grup Classic Gong ini tampil dan diundang sesuai permintaan dari pengundang.Bisa menampilkan calempong oguong, calempong komposisi (klasik gong) atau dikirgubano.

Daftar Pustaka
Andrar Indra Sastra, Ensambel Talempong Jinjiang Minangkabau Dalam PerspektifSejarah. Program Strata 2 ISI Surakarta, 2011.

Dinas Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata Riau, Ala tMusik Tradisional Riau. Pekanbaru:Proyek Museum Daerah 2002.

Sudirman Agus, dkk, Antropologi Budaya Kabupaten Kampar.Bangkinang:DinasPerhubungan, Pariwisata dan SeniBudaya Kampar, 2006

Kebudayaanindonesia.net