Dalam kehidupan masyarakat Dayak banyak sekali mengenal berbagai kesenian khususnya yang dilaksanakan pada saat upacara seperti upacara adat, keagamaan, perkawinan dan syukuran. Salah satu kesenian yang ditampilkan pada saat upacara yaitu Karungut yang digunakan bukan sebagai hiburan melainkan sebagai pemujaan dan sarana komunikasi dengan nenek moyang (roh-roh nenek moyang).
Karungut yang berasal dari kata Karunya berarti tembang ini diambil dari bahasa Sangiang dan bahasa Sangen/Ngaju kuno. Kesenian ini merupakan salah satu kesenian khas dari Provinsi Kalimantan Tengah yang mempunyai arti dan makna yang sangat dalam untuk ritual dan penyampaian segala sesuatu sesuai dengan keperluannya.
Kesenian Karungut merupakan seni bertutur, semacam pantun atau syair yang disampaikan dalam bahasa Dayak. Kesenian ini sangat komunikatif, karena dalam penyampaiannya mengandung nilai moral, adat, perjuangan, bahkan pesan semangat untuk membangun. Dahulu, Karungut dinyanyikan para ibu untuk menidurkan anaknya. Sekarang ini sudah dapat ditemui di tempat hajatan perkawinan maupun khitanan, untuk menyambut tamu penting, kampanye pilkada, dan sebagainya.
Dalam penampilannya, pelantun syair-syair Karungut biasa dikenal dengan sebutan Pengarungut ini akan diiringi dengan alat musik yang biasanya dibawakan 3-4 orang. Pengarungut sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu Pencipta/penyair dan pelantun. Pencipta /penyair adalah mereka yang mampu menciptakan serta memiliki kemampuan untuk membawakan Karungut. Sedangkan pelantun hanya bisa untuk membawakan Karungut tetapi belum tentu bisa untuk menciptakan syair-syair Karungut. Adapun alat musik pengiring dalam penampilan Karungut yaitu kecapi khas Dayak, katambung/gendang, gong, suling.
(Dikutip : Booklet “Karungut Kesenian Kalimantan Tengah. Karya Neni Puji Nur Rahmawati, dkk)