Mengenal Kesenian Ubrug melalui Grup Cantel
Oleh:
Ria Intani T.
(BPNB Jabar)
Ubrug adalah teater tradisional yang berkembang di daerah Banten. Kesenian ini merupakan perpaduan antara unsur komedi, gerak, musik, dan sastra (lakon). Persebaran kesenian ubrug dimulai dari Leuwi Damar-Cikeusal-Pagelaran Pandeglang-Panimbang. Di Serang, ubrug berkembang dari Kampung Prisen, Desa Kiara, Kecamatan Walantaka. Grup Cantel merupakan grup tertua dan tersohor di Kota Serang.
Grup Cantel pentas dari kampung ke kampung dalam hajat pernikahan atau sunatan. Pementasan dimulai pukul 24.00 hingga 03.00 WIB dinihari. Pementasannya terdiri atas lima babak. Babak pertama tatalu, babak kedua jaipongan, babak ketiga organ tunggal, babak keempat bodoran, dan babak kelima lalakon. Seiring perkembangan zaman, Grup Cantel memang menyisipkan alat musik modern demi memenuhi keinginan penonton.
Tatalu adalah permainan musik gamelan secara instrumentalia, dibawakan untuk “mengumpulkan” penonton. Bodoran ‘lawakan’ yakni menampilkan tokoh pelawak, salah satunya Mang Cantel yang merupakan nama panggung dari Sukardi.
Tokoh ini menjadi ikon grup dan lalu digunakan sebagai nama grupnya. Mang Cantel merupakan pemain ubrug terpopular di Kota Serang. Lawakannya menitikberatkan pada gesture tubuh. Lalakon, merupakan inti pementasan, yakni membawakan cerita sesuai judul. Cerita yang dibawakan saat pentas di kampung-kampung cenderung bebas, terkecuali kalau ada permintaan dari yang punya hajat. Tema cerita bisa tentang keluarga, rukun warga, kejadian sehari-hari, atau hal-hal yang sifatnya aktual. Di setiap cerita selalu diselipi dengan pesan-pesan moral. Cerita bisa dibawakan dengan bahasa Jawa bercampur bahasa Indonesia atau bahasa Sunda bercampur bahasa Indonesia, menyesuaikan dengan bahasa yang digunakan masyarakat di daerah pementasan. Sebagaimana tradisi yang sudah berlangsung, pementasan ubrug dalam suatu hajatan diawali dengan menyediakan prawanten ‘sesajen’ dan melakukan ritual nyuguh/ngukus ‘baca-baca doa/mantera’. Tujuan dari ritual agar pementasan ubrug berjalan lancar, demikian pula pelaksanaan hajat, dan penontonnya aman alias tidak terjadi kegaduhan.
Pemain ubrug terdiri atas pembawa lakon, panjak (nayaga), penari, dan sinden. Busana yang dikenakan pembawa lakon bergantung dari peran yang dibawakan. Adapun waditranya terdiri atas: satu set kendang yang meliputi kentung, tepak, dan kendang gede; Kecrek; Saron I dan saron II; Penerus; Gambang; Gong; Kromong; Rebab. Lagu yang wajib dibawakan adalah Kidung Selamet dan Tepang Sono. Lagu-lagu lainnya adalah Kembang Boled dan Daun Pulus, atau pesanan dari penonton. Adanya organ tunggal, panjak menjadi dituntut mampu mengiringi berbagai macam lagu sesuai trend.
Sesekali Grup Cantel juga dipanggil untuk pentas di kantor-kantor. Struktur pementasan di kantor di babak pertama diisi dengan tatalu, dilanjutkan dengan samyong, tatalu, nandung, dan lalakon. Pementasan di kantor biasanya dalam acara perpisahan pejabat, penyambutan tamu, atau peresmian gedung baru. Lamanya pertunjukan berkisar 30 menit. Cerita disesuaikan dengan visi misi instansinya. Misalnya pentas di Kantor BKKBN maka tema yang dibawakan seputar keluarga berencana.