Gong Si Bolong: Jejak Sejarah dan Keunikan Budaya Depok

You are currently viewing Gong Si Bolong: Jejak Sejarah dan Keunikan Budaya Depok

Gong Si Bolong: Jejak Sejarah dan Keunikan Budaya Depok

Gong Si Bolong merupakan salah satu warisan budaya tradisional yang hingga saat ini masih eksis di Kota Depok, Jawa Barat. Kesenian ini bukan hanya mencerminkan kekayaan budaya lokal, tetapi juga menjadi simbol perpaduan harmonis antara budaya Betawi dan Sunda. Dalam setiap pertunjukannya, Gong Si Bolong menampilkan berbagai tarian tradisional seperti Nayuban, Jaipong, Lenong, dan belakangan ini juga memasukkan Wayang Kulit Betawi, dengan sentuhan musik yang memadukan unsur-unsur dari Tatar Sunda, Bali, serta lirik-lirik yang sarat dengan nuansa Betawi.

Komunitas seni yang melestarikan Gong Si Bolong dikenal dengan nama Pusaka Jaya, namun dalam kesehariannya, masyarakat lebih akrab dengan sebutan Gong Si Bolong. Kombinasi nama ini, Pusaka Jaya Gong Si Bolong, telah menjadi identitas yang diterima luas di kalangan masyarakat dan dikenal sebagai representasi seni tradisional Depok.

Asal-usul Gong Si Bolong memiliki latar belakang yang kaya akan cerita rakyat dan nuansa mistis. Kisahnya bermula sekitar tahun 1750 M, ketika Jimin, seorang warga dari Ciganjur, menemukan seperangkat alat musik gamelan di sekitar Kali Krukut (Curug). Penemuan ini diliputi oleh kisah mistis, di mana alat musik tersebut terdengar berbunyi di tengah malam tanpa ada yang memainkannya. Jimin kemudian membawa beberapa instrumen, termasuk gong, bende, dan gendang, ke rumahnya. Namun, saat kembali untuk mengambil instrumen lainnya, alat-alat musik tersebut menghilang tanpa jejak.

Cerita tentang penemuan Gong Si Bolong berkembang dengan berbagai versi di kalangan masyarakat Tanah Baru dan sekitarnya. Salah satu versi menyebutkan bahwa Gong Si Bolong ditemukan oleh seorang ulama setempat, Guru Daiah, sekitar abad ke-18. Ada juga nama lain seperti H. Damong dan Pak Sanim yang disebut-sebut sebagai penemu Gong Si Bolong. Meski begitu, nama Pak Jimin tetap menjadi yang paling banyak diakui, bahkan dikaitkan sebagai keturunan “Sandimaya,” anggota intelijen Kerajaan Pajajaran yang kemudian bergabung dengan Kesultanan Banten.

Gong Sibolong 2024 (Dok: BPK Wilayah IX)
Gambar 02 : Foto Bang Mail, sebagai pengurus gamelan Gong Sibolong 2024 (Dok: BPK Wilayah IX)

Gong Si Bolong dikenal dengan ciri khasnya, yaitu memiliki lubang di bagian tengah. Lubang ini bukan hasil rekayasa manusia, melainkan sudah ada sejak gong tersebut ditemukan, sehingga dinamai Gong Si Bolong. Suara gong ini juga terkenal nyaring dan menggema, bahkan dikatakan mampu terdengar melintasi beberapa kampung tanpa bantuan pengeras suara.

Seiring berjalannya waktu, Gong Si Bolong berpindah kepemilikan dari satu orang ke orang lainnya, hingga akhirnya sampai di tangan Pak Jerah. Di tangan Pak Jerah, Gong Si Bolong dikembangkan menjadi sebuah kesenian dengan irama khas “Ajeng” yang terkenal. Kepemimpinan Gong Si Bolong yang awalnya masih bernama “Pusaka” ini berpindah berdasarkan silsilah keturunan, hingga akhirnya kembali ke keluarga Pak Jimin atau Guru Daiah dengan masuknya penjajahan Jepang di Indonesia.

Pada masa kepemimpinan H. Bahrudin atau yang dikenal dengan sebutan Bapak Bagol, Gong Si Bolong mengalami kebangkitan kembali. Berbagai inovasi dilakukan, termasuk pembentukan grup baru yang menampilkan kesenian lain seperti Jaipong dan Wayang Kulit Betawi dengan iringan musik Gong Si Bolong. Usaha ini berhasil membawa Gong Si Bolong kembali ke puncak kejayaannya setelah mengalami masa surut.

Namun, seiring waktu, kondisi fisik H. Bahrudin menurun dan kesenian Gong Si Bolong pun mulai meredup. Sebelum meninggal pada tahun 2003, H. Bahrudin menyerahkan peralatan Gong Si Bolong kepada Bapak Kamsa S. Atmaja, melanjutkan estafet warisan budaya yang telah dijaga selama berabad-abad. Kini, Gong Si Bolong tetap menjadi simbol kebanggaan budaya Depok, meskipun tantangan untuk melestarikannya masih terus ada.

Pelestarian Gong Si Bolong di Kota Depok merupakan langkah penting dalam menjaga kekayaan budaya lokal yang sudah menjadi bagian dari identitas masyarakat. Salah satu upaya utama dalam pelestarian ini adalah regenerasi anggota kelompok musik Gong Si Bolong. Proses perekrutan dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan, di mana calon anggota baru diharapkan memiliki solidaritas yang tinggi dan kemampuan memainkan lebih dari satu waditra. Pendekatan ini tidak hanya menjaga kualitas musik yang dimainkan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial di antara para anggota.

Musik Gong Si Bolong dikenal dengan komposisi alat musiknya yang beragam, seperti kendang, saron, bonang, demung, kenong, terompet, gong, rebab, dan gambang. Pembagian peran dalam kelompok ini berdasarkan gender juga menjadi ciri khasnya. Anggota laki-laki biasanya berperan sebagai pemain instrumen atau nayaga, sedangkan anggota perempuan berperan sebagai penari nayuban dan sinden. Pembagian ini memastikan bahwa setiap elemen dalam pertunjukan Gong Si Bolong dapat tampil secara maksimal, sekaligus menjaga tradisi dan peran gender dalam seni pertunjukan.

Selain regenerasi, inovasi menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menjaga eksistensi musik Gong Si Bolong. Inovasi yang dilakukan tidak hanya dalam bentuk variasi musikal tetapi juga dalam penyajian pertunjukan yang mengikuti perkembangan zaman. Dengan demikian, Gong Si Bolong tetap relevan dan mampu menarik minat generasi muda untuk ikut serta dalam melestarikannya. Inovasi ini juga mencerminkan kemampuan Gong Si Bolong untuk beradaptasi dengan perubahan sosial dan budaya di tengah masyarakat yang semakin modern.

Pemerintah Kota Depok juga mengambil peran aktif dalam upaya pelestarian Gong Si Bolong. Melalui dinas terkait, pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk pembinaan dan promosi, serta melibatkan Gong Si Bolong dalam berbagai acara kebudayaan yang diadakan di kota tersebut. Salah satu bukti nyata dari dukungan ini adalah pembangunan Tugu Gong Si Bolong, yang tidak hanya menjadi ikon budaya Depok tetapi juga sebagai simbol upaya pelestarian yang berkelanjutan.

Tugu Gong Si Bolong merupakan salah satu upaya untuk mengangkat kembali salah satu aset warisan budaya takbenda Kota Depok. Tugu ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga tradisi dan budaya lokal di tengah arus globalisasi yang semakin kuat. Dengan adanya tugu ini, masyarakat Depok diharapkan semakin menyadari dan menghargai keberadaan musik Gong Si Bolong sebagai bagian dari identitas budaya mereka.

Lebih dari itu, pelestarian Gong Si Bolong juga melibatkan komunitas-komunitas budaya di Depok. Mereka berperan sebagai penjaga tradisi dan terus menghidupkan semangat Gong Si Bolong melalui berbagai kegiatan dan pelatihan. Kolaborasi antara pemerintah, komunitas budaya, dan masyarakat umum menjadi kunci utama dalam menjaga kelestarian Gong Si Bolong untuk generasi mendatang. Dengan segala upaya tersebut, Gong Si Bolong tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang menjadi warisan budaya yang hidup dan dinamis di Kota Depok.

Harapan ke depan, Gong Si Bolong dapat terus menjadi inspirasi dan kebanggaan bagi masyarakat Depok, serta terus diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya. Melalui pelestarian yang berkelanjutan dan dukungan dari berbagai pihak, Gong Si Bolong diharapkan mampu bertahan dan bahkan terus berkembang, menjadi bagian integral dari identitas budaya Kota Depok yang kaya dan beragam.