Ada yang berbeda pada hari kamis, 19 juni 2014 di kalangan Ayodya Art Center Denpasar, karena pada hari itu dipentaskan sebuat kesenian tari klasik, dimana sudah sangat jarang sekali ditampilkan untuk masyarakat umum. Kesenian tari itu adalah Tari Legong Lanang Jaya Pangus. Tari legong pada umumnya ditarikan oleh wanita dengan gerakan yang lemah, lembut dan gemulai, tapi berbeda dengan Tari Legong Lanang Jaya Pangus ini, penarinya adalah 4 orang laki-laki. Walaupun penarinya adalah laki-laki namun pakem dari tarian legong dimana gerakannya lembut, lemah gemulai layaknya wanita tidak dihilangkan. Tarian Legong Lanang Jaya Pangus garapan seniman Anak Agung Gede Bagus Mandera Erawan sangat menarik perhatian penonton Pesta Kesenian Bali ke XXXVI. Melalui yayasan Sri Loka Pala dan diiringi sekaa gong Bhuana Sari, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar sehingga tarian legong ini dapat tampil dalam PKB.
Legong Lanang Jaya Pangus menceritakan tentang kisah Raja Sri Jaya Pangus bersama permaisurinya Kang Cing Wie yang berasal dari negeri Tingkok. Setelah sekian lama bersama Kang Cing Wie, raja Sri Jaya Pangus memutuskan akan bertapa di Gunung Batur dan di izinkan oleh Kang Cing Wie. Dalam perjalannya Raja Sri Jaya Pangus bertemu dengan Dewi Danu dengan mengaku belum menikah, Raja Sri Jaya Pangus mengawini Dewi Danu dan melahirkan seorang putra bernama Maya Danawa. Karena sudah lama tidak pulang akhirnya Kang Cing Wie menyusul dan mencari suaminya ke Gunung Batur. Sesampainya disana Kang Cing Wie berusaha merebut kembali suaminya dan akhirnya peperangan tidak terelakan lagi.
Sumber : surat kabar harian Balipost.